Secangkir Teh Hangat, Hujan dan Kegiatan yang Tidak Direncanakan

sumber: unsplash.com

                       

Rencana di Pagi Hari yang Berakhir dengan Kudapan Manis


Oke, baiklah. Judul artikel ini terkesan asal menggabungkan kata demi kata, tapi sebenernya ada kisah tersendiri di baliknya.

Jadi begini. Kejadiannya terjadi di akhir tahun 2021, bermula dari sebuah aksi korporasi yang dilakukan oleh sebuah bank berprinsip syariah, yaitu menggabungkan beberapa bank berprinsip sama menjadi satu kesatuan dan nama baru. Kalian mungkin tahu bank apa yang saya maksud.

Singkat cerita, efek dari aksi korporasi tersebut membuat saya harus melakukan perpindahan atau istilahnya "migrasi" rekening dari bank lama ke rekening bank baru tersebut. Saya sudah melakukannya via online, namun entah mengapa, aplikasi m-banking saya mengalami masalah log in. Setelah menelepon pihak call centre beberapa kali, akhirnya saya malah disarankan untuk mendatangi langsung cabang terdekat jaringan bank tersebut, sekalian mengganti kartu ATM dan buku tabungan.

Merasa harus mempertahankan rekening ini demi alasan tertentu (fasilitas yang mereka tawarkan sungguh menarik), saya pun mengalokasikan satu hari khusus untuk mengurus administrasinya. Tidak satu hari penuh sih sebenarnya, hanya sekitar lima belas sampai dua puluh menit saja, tapi mengingat antrian dan tuntutan pekerjaan yang sulit ditinggal, saya harus jeli memanfaatkan waktu. Akhirnya saya menemukan celah di hari Jumat. Pagi hari adalah waktu yang cocok, karena masih segar dan kebetulan semua tumpukan pekerjaan yang bertenggat waktu sempit sudah saya selesaikan beberapa hari sebelumnya.

Apa daya, ternyata saya datang terlalu pagi! Entahlah, mungkin saya yang terlalu antusias atau kantor cabang bank ini tidak menerapkan waktu buka yang sama seperti bank-bank lain. Apapun itu, masih ada waktu setengah jam lagi sebelum kantor cabang tersebut beroperasi. Merasa tidak ada gunanya menunggu di area tersebut (tidak ada kursi atau penampakan tempat yang layak dijadikan tempat menunggu), saya memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar, sembari menikmati suasana pagi.

Setelah menelusuri jalan selama kurang lebih lima menit, mata saya menangkap sebuah logo kafe yang menawarkan minuman dan makanan manis. Wah, kebetulan sekali. Meski sepi, untungnya bangunan itu sudah beroperasi normal. Begitu pintu menggeser terbuka di hadapan saya, tercium aroma roti manis dan kudapan lain yang seketika membuat air liur menetes. Saya jarang mengkonsumsi makanan atau minuman manis di pagi hari, namun saat ini, rasanya itu hal terbaik yang bisa saya lakukan untuk menghabiskan waktu.

Perlahan, saya mendekati kasir. Papan menu yang terpampang di belakang memperlihatkan deretan minuman olahan yang kesemuanya berteriak, "Gula!" "Kafein!" di dalam kandungannya. Mata saya tertumbuk pada satu baris menu yang cukup menenteramkan: teh hangat, atau istilah yang tertera disana adalah hot tea (mungkin bagi kafe ini, menggunakan menu dalam bahasa Inggris jauh lebih terlihat menarik ketimbang bahasa Indonesia).

Hm, teh hangat ya? Terlalu standar sepertinya, tapi saya tidak butuh asupan macam-macam pagi ini. Meski teh juga mengandung kafein, tapi setidaknya lebih rendah daripada kopi. Perut saya sudah diisi sarapan mengenyangkan sejak dari rumah. Rasanya tambahan secangkir teh hangat dan sebuah roti sudah cukup.

Setelah membayar, saya memilih lokasi duduk di sudut kafe. Posisi saya sengaja menghadap pintu masuk, karena saya ingin menikmati kegiatan sederhana, gratis dan menyenangkan, yaitu mengamati orang yang lalu-lalang di trotoar. Pagi itu terlihat beberapa karyawan kantor yang sedang tergesa-gesa berjalan menuju kantornya, atau sekelompok remaja yang bersenda gurau sembari berjalan pelan. Banyak sekali karakter yang saya amati pagi itu, dan benak saya selalu berimajinasi membayangkan apa yang sedang mereka lakukan, pikirkan, dan semacamnya. Ini sudah menjadi kebiasaan sejak dulu saat mengamati orang yang berlalu-lalang.

Tanpa terasa, setengah jam sudah berlalu. Teh hangat dan roti yang saya pesan juga tinggal menyisakan remah. Ah, padahal saya masih ingin menikmati kegiatan ini. Ketika keluar dari tempat itu dan menuju lokasi bank, mau tidak mau saya tersenyum simpul, membayangkan betapa mudahnya rencana yang sudah disusun dari awal, malah berakhir dengan kudapan manis.

Apakah hal spontan dan menyenangkan seperti ini bisa terjadi lagi? 

sumber: unsplash.com

 

Kegiatan yang Menyimpang dari Rencana Terkadang Justru Lebih Menyenangkan

Jika diingat-ingat, dari seluruh kegiatan yang saya rencanakan dengan matang di awal, tidak semuanya berakhir sesuai dugaan. Ada saja yang tidak berakhir dengan baik, menimbulkan masalah baru, atau malah tidak terlaksana sama sekali. Ini berlaku untuk rencana yang sederhana hingga yang rumit.

Bukan berarti saya selalu gagal. Ada saja momen dimana saya harus melakukan penyesuaian ulang di tengah jalan terhadap kegiatan yang sudah disusun secara rapi. Misal, saya sudah merencanakan untuk pergi ke pusat perbelanjaaan membeli sesuatu barang, namun terkadang timbul masalah di sisi transportasi, di lokasi, di tempat makan, dan sebagainya. Masalah sederhana sih, tapi tetap saja di luar dugaan. Jika kondisi emosi sedang tidak stabil, hal-hal kecil semacam itu justru bisa menimbulkan amarah.

Padahal, kalau dipikir secara mendalam, tidak ada satu manusia pun yang bisa meramal persis masa depan. Artinya, kita tidak akan tahu apa yang terjadi dalam satu menit, satu jam, satu hari atau satu tahun dari sekarang. Bahkan, kita juga tidak tahu akan menjadi seperti apa diri kita di masa mendatang.

Lalu, apakah itu membuat kita lantas berpangku tangan begitu saja dan membiarkan hidup mengambil alih kendali? Tidak, lebih tepatnya adalah kita sebaiknya mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, namun persiapkan mental kita untuk mendapatkan kejutan tidak terduga di tengah jalan. Jika mental kita tidak siap, saya yakin sekecil apapun penyimpangan yang muncul, bisa berakibat fatal. Misal kita tahu bahwa banyak tempat makan akan dipadati pengunjung saat mendekati jam makan siang, namun karena tidak mempersiapkan diri menghadapi ini dan berakibat kita tidak jadi makan di tempat yang diinginkan, kita malah melampiaskan emosi ke hal-hal yang tidak semestinya.

Masih banyak contoh lain. Saya yakin kalian sendiri pasti pernah mengalaminya. Tapi tidak semua penyimpangan tersebut negatif. Ada kalanya positif, sama seperti yang saya alami di kisah pembuka. Atau itu hanya keberuntungan semata? Entahlah. Bicara mengenai keberuntungan, saya jadi ingat buku "Time Smart" karangan Ashley Willans. Buku itu berisikan banyak teori-teori menarik mengenai waktu dan bagaimana cara kita memaksimalkannya.

Di buku tersebut, ada satu penggalan bab yang menarik mengenai waktu luang dan keberuntungan. Ashley mengatakan bahwa "Jika kita terikat terlalu ketat terhadap rencana, kita bisa saja kehilangan kesempatan untuk menciptakan keberuntungan kita sendiri. Richard Wiseman, profesor psikologi di Universitas Hertfordshire, menemukan bahwa salah satu faktor yang membedakan antara orang yang tidak beruntung dengan yang beruntung adalah mereka yang beruntung, bersedia melakukan penyimpangan dari rutinitas mereka dan tetap terbuka atas segala kemungkinan yang bakal terjadi. Saat penelitian ini semakin berkembang, didapat hasil bahwa saat kita bersedia menyisihkan waktu dalam hidup untuk hal-hal di luar rencana, kemungkinan besar akan menuaikan hasil yang bermanfaat."

Saya tidak tahu prosedur apa yang digunakan Profesor Wiseman dalam penelitiannya terhadap hal ini, tapi dari kalimat yang ditulis Ashley Willans di buku tersebut, ada kesimpulan menarik yang bisa diambil, yaitu jika kita bersedia menyisihkan waktu untuk hal-hal di luar rencana dan terbuka atas segala kemungkinan yang terjadi, siapa tahu akan ada manfaat yang diperoleh. Ini sejalan dengan yang saya alami di kisah pembuka. Saat itu saya benar-benar membiarkan segala opsi terbuka, dengan memilih untuk berjalan-jalan santai menyusuri jalan hingga menemukan sebuah kafe dan melakukan kegiatan yang saya anggap menyenangkan.

Tidak hanya sekali dua kali kesempatan, tapi semakin diingat, semakin saya mendapati sebuah temuan menarik. Ada kalanya saat saya merencanakan pergi makan di luar bersama beberapa orang di satu waktu, malah tidak jadi sama sekali. Berbeda jika saya secara spontan mengajak mereka di saat itu juga (dengan situasi dan kondisi yang mendukung tentunya), biasanya justru terlaksana.

Hm, mungkin kegiatan spontan ini bisa saya terapkan juga di waktu lain.


Secangkir Teh Hangat: Bagian Dua

Setelah kejadian menyenangkan yang saya alami di kafe itu, saya jadi terus membayangkan suatu hari akan kembali ke sana untuk menuntaskan kegiatan mengamati orang berlalu-lalang yang sempat tertunda. Kebetulan beberapa bulan yang lalu saya sedang mencari sebuah barang dan lokasinya tidak jauh dari kafe tersebut. Tepat sekali. Di benak ini sudah terbayang rasanya menikmati suguhan secangkir teh hangat lagi, mungkin kali ini saya akan mencoba menu lain untuk makanannya. Bagaimana lokasi tempat duduknya ya? Semoga saja saya mendapat tempat duduk yang waktu itu. Kalaupun tidak, masih ada deretan lain yang mengarah ke atah trotoar, jadi masih banyak pilihan. Oke sekarang tinggal menentukan waktunya. Kalau waktu itu pagi hari, kali ini saya akan mencoba datang saat sore. Menikmati senja dengan tenang di salah satu sudut kota Jakarta pastilah menyenangkan.

Persiapan lengkap sudah. Saya bahkan membawa laptop dan sebuah buku catatan. Saya berniat mencatat hal-hal yang menyenangkan di tempat tersebut, membaca buku sembari mendengarkan lagu favorit atau membaca artikel menarik di kanal media online

Kafe itu masih sama seperti terakhir kali saya masuki. Ini bukan jenis kafe gerai internasional terkenal yang sering dijadikan tempat berkumpul orang-orang itu. Bukan. Ini hanya sebuah tempat makan yang sederhana, menyajikan makanan dan minuman ringan, namun penataan tempatnya menyenangkan. Untungnya, sore itu kondisi kafe tidak terlalu ramai. Meja yang saya incar masih kosong. Setelah membayar makanan dan minuman di kasir, saya kembali ke meja untuk menikmatinya.


sumber: hipwee.com

Betapa terkejutnya saya saat beberapa menit kemudian, hujan turun cukup deras. Memang kondisi cuaca sulit diprediksi saat itu, tapi saya mengira hujan akan turun di malam hari. Hujan membuat trotoar menjadi sepi dari pejalan kaki karena mereka semua berteduh di suatu tempat, tidak berani meneruskan perjalanan di tengah hujan deras. Pemandangan yang tampak di depan saya hanya air hujan yang turun deras dari langit.

Hmh, pupus sudah rencana saya menikmati senja yang menyenangkan. Saya menyeruput teh dan menikmati kehangatannya menjalar ke seluruh badan. Saya mencoba menutup mata dan mendengarkan deru hujan tanpa melihatnya. Mungkin jika ada yang melihat posisi saya saat itu, akan mengira saya tidur sembari duduk, tapi sebenarnya saya sedang meresapi gemuruh hujan di telinga.

Saya pernah membaca suatu artikel yang menyatakan bahwa suara hujan dengan ritme tetapnya, dapat membuat pikiran menjadi rileks. Sepertinya itu yang terjadi pada saya. Suara hujan itu terasa menenangkan. Saat membuka mata kembali, saya melihat sudut kota Jakarta dengan pandangan lain. Bukan lagi kota yang sedang terguyur hujan, melainkan kota yang sedang melakukan "pembersihan". Kota yang terbangun dari tidur dan bersiap menyambut kelahiran baru setelah "dibersihkan" oleh hujan.

Entah kenapa, pikiran itu terasa menyenangkan. Saya mengalihkan padangan ke sekeliling kafe dan mendapati beberapa orang sedang terlibat percakapan intens. Ada sebuah keluarga yang terlihat bahagia, tertawa-tawa menceritakan lelucon. Ada juga pasangan yang tampak tidak peduli satu sama lain, hanya memainkan ponsel masing-masing. Di sudut kafe, ada seorang pria paruh baya yang sedang menelepon dengan nada marah-marah, entah apa yang membuat dia kesal. Di sudut satunya, ada seorang ibu dan anaknya yang masih kecil, tampak menikmati hujan di luar sembari menyesap minuman hangat. Di belakang konter, kasir terlihat bosan, sementara rekan kerjanya sedang mengerjakan sesuatu di bagian etalase makanan.

Kenapa saya harus kecewa mendapati hujan turun sementara hujanlah pembawa berkah. Kenapa saya harus kecewa tidak ada orang-orang yang berlalu lalang di trotoar sementara di kafe ini, ada beberapa orang dengan karakternya masing-masing. Akhirnya saya membuka buku catatan dan menulis setiap orang yang saya lihat di dalam kafe, berikut imajinasi mengenai apa kiranya yang sedang mereka lakukan. Mungkin ini terdengar aneh, tapi saya menikmatinya. Saya mulai membayangkan adegan dalam sebuah film, menggabungkan satu karakter dengan karakter lain, dan tanpa terasa saya sudah menuliskan sebuah draft cerita pendek. Mungkin dapat dikembangkan menjadi ide lain.

Ide?

Tiba-tiba saya tersadar. Kenapa tidak saya tuangkan saja menjadi artikel di blog? Sudah sedemikian lamanya saya berhenti dari kegiatan menulis, dan malah tidak menganggap bahwa kesempatan berharga ini dapat dijadikan peluang untuk menelurkan artikel terbaru. Lagipula, saya kan sedang membawa laptop! Kenapa tidak dimanfaatkan?

Segera saja saya membuka laman blogger dan tertegun melihat fakta bahwa artikel terakhir yang saya publikasikan, adalah di Agustus 2020. Sudah lebih dari satu setengah tahun. Uniknya, artikel itu berjudul "Pantas Saja Saya Selalu Kembali Menengok Blog Ini" dan kini, saya kembali menengoknya. Hehe. 

Setelah membaca ulang beberapa artikel di blog untuk mendapatkan mood menulis dan gaya bercerita yang saya susun, saya langsung membuka daftar lagu di laptop dan mencari pilihan yang cocok untuk didengarkan selama proses menulis (ini sudah menjadi kebiasaan lama yang sulit dilepaskan, justru menjadi bagian tak terpisahkan dalam kegiatan menulis itu sendiri). Setelah saya meresap atmosfer yang didapat dari lagu, jemari saya bergerak perlahan di atas keyboard, mulai menyusun huruf demi huruf. Awalnya canggung sekali, namun lama-lama huruf membentuk kata, kata membentuk kalimat, kalimat membentuk paragraf, dan draft awal pun tersusun. Butuh waktu dan persiapan mental untuk proses penyuntingan (beberapa bulan, ehem), hingga akhirnya saya memberanikan diri untuk merilisnya di blog.

Well, sebuah rencana yang tersusun rapi jauh-jauh hari, tanpa niat sama sekali terkait dunia tulis-menulis, justru berakhir dengan sebuah tulisan di blog. Saya jadi berpikir, apakah jika hujan tidak turun dan saya tidak membawa laptop, akankah saya masih tertarik untuk menulis? Bagaimana jika rencana awal justru benar-benar terjadi? Apakah blog ini masih akan terbengkalai?

Entahlah. Saya tidak mau memikirkan kemungkinan itu. Saya bersyukur hujan membawa berkah tersendiri, yaitu membuka pikiran saya bahwa ada begitu banyak kegiatan lain yang bisa dilakukan saat rencana awal tidak terlaksana. 

Oya, tentu saja ditambah bantuan secangkir teh hangat.

-Bayu-


Catatan khusus selama proses menulis:

Saat membutuhkan musik untuk membantu ide menulis agar lebih lancar, saya berhasil mengulik-ulik daftar lagu dan menemukan satu yang menenangkan pikiran, yakni dari duo musisi asal Norwegia, Royksopp, yang berjudul "Remind Me. Ah, musik ini sungguh membawa nuansa khusus. Saya mendengarkannya terus selama menulis artikel di atas. Terima kasih Royksopp, karya kalian menyelamatkan mood saya.


Penggalan lirik yang menarik:
"And everywhere i go
There's always something to remind me
Of another place and time
Where love had traveled far and found me"

sumber:
sumber: en.wikipedia.org








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.