sumber: hai.grid.id
Film Drama-Biografi "Saving Mr. Banks" yang Menyentuh
Kalian tahu Mary Poppins?
Hayo, tebak siapa dia?
Dia adalah karakter rekaan Pamela Lyndon Travers (atau lebih dikenal dengan P.L. Travers -- seterusnya kita sebut saja dengan Pamela ya), penulis ternama asal Australia-Inggris. Muncul pertama kali pada novel di tahun 1934, dikisahkan bahwa Mary Poppins adalah seorang pengasuh anak (nanny) "ajaib" yang datang entah dari mana, untuk mengasuh anak keluarga Banks (sesuai cerita dalam bukunya). Keluarga Banks yang terjerat masalah lama-lama menyadari kehadiran Mary Poppins begitu berarti dalam hidup mereka, terutama anak-anak.
Pola pengasuhan yang unik dan ajaib (dalam artian sebenarnya, karena diceritakan Mary Poppins memiliki semacam kekuatan magis untuk melakukan ini itu -- ya, ini adalah kisah fantasi untuk anak-anak, jadi hal-hal semacam ini lazim ditemukan, bukan?) membuat cerita ini menjadi menarik, apalagi diselipi pesan mendidik. Hal itulah yang membuat kepopuleran karakter ini melejit ke seantero dunia.
Kejeniusan Pamela dalam meramu kisah Mary Poppins membuat Walt Disney (ya, si Walt Disney asli) tertarik untuk mengangkatnya ke layar lebar. Tapi tidak semudah itu memikat hati sang empunya cerita. Wanita berkarakter keras kepala ini enggan melepas karya terbesarnya menjadi media film. Dia menganggap Mary Poppins sudah sebagai keluarganya sendiri, sehingga tidak rela jika karakter tersebut diterjemahkan oleh industri Hollywood secara serampangan.
Apakah lantas Walt Disney gentar? Ternyata tidak. Setelah belasan tahun membujuk dan terus membujuk, akhirnya dia mendapat sebuah titik terang. Kesulitan finansial yang diderita Pamela membuat situasi berubah. Mau tidak mau wanita itu harus menerima permintaan Walt Disney, demi memperoleh penghasilan. Pengikatan kerjasama dan royalti yang akan mengalir, sudah tentu akan menjadi penyelamat keuangannya. Setelah diyakinkan oleh agennya sendiri, Pamela pun bertolak dari London menuju Los Angeles (tahun 1961), menemui Disney. Prinsipnya tegas: jika pertemuan tersebut tidak berjalan dengan baik, Pamela tidak akan menandatangani kontrak apapun. Titik.
Intrik dan drama seputar tarik-menarik kepentingan antara Pamela dan Walt Disney dalam mengolah novel Mary Poppins ke dalam media film menjadi tema khusus yang diangkat oleh film "Saving Mr. Banks" (2013). Jika kebanyakan film biografi menampilkan sepak terjang seseorang dalam berkarya dan mengejar kesuksesan, lain halnya dengan film ini. Sang pembuat film memang mengajak kita menyelami kehidupan seorang tokoh terkenal (dalam hal ini sang penulis), mulai dari masa kecil hingga dewasa, namun berfokus pada dinamika yang terjadi dalam keputusan berat saat pengambil alihan hak cipta karyanya.
Konflik tersebut yang membuat saya tertarik untuk mengikuti jalannya film hingga selesai. Oh ya, alurnya sendiri tidak dituturkan dalam runutan waktu yang linier, namun melompat-lompat antara masa kini dan masa lalu. Kita harus jeli mengaitkan fragmennya satu demi satu, memperhatikan detil yang coba disampaikan dalam beragam simbol, entah itu percakapan, bahasa tubuh, hingga properti yang digunakan dalam setiap adegan (bahkan pemilihan buah yang ditampilkan saja bisa menjadi sangat penting untuk menjelaskan cerita). Saat kepingan alurnya terbuka satu demi satu, dan kepingan penting muncul di paruh akhir, barulah kita mengerti motif tindakan si pelaku utama.
Ah, filmnya sangat menyentuh. Indah sekali.
![]() |
sumber gambar: vwartclub.com |
Kisah Pamela dan Keterikatan dengan Masa Lalu
Pamela ditampilkan sebagai wanita keras kepala yang tidak tahan dengan beragam ide terkait film Mary Poppins. Dia tidak mau ada animasi, tidak ingin salah satu karakter utama ditampikan berkumis, tidak ingin ada warna merah dalam film (coba bayangkan, mau jadi seperti apa filmnya? Lebih baik film hitam putih saja kalau begitu), hingga tidak sudi menjadikannya film musikal. Baginya, itu konyol.
Kita akan dibuat kesal sekaligus tergeli-geli sendiri melihat tingkah Pamela yang dengan tegasnya meneliti setiap kata dalam naskah (bahkan semua harus dibacakan satu persatu dan direkam!), meneliti setiap adegan, setiap penggambaran tokoh, setiap musik yang dibuat, sampai kelogisan alurnya. Jika ada satu saja bagian yang tidak sesuai dengan prinsipnya, dia akan mengamuk dan menuntut sedemikian rupa agar diubah. Penulis naskah, para penulis lirik lagu, sekretaris, hingga Walt Disney sendiri sampai kewalahan menghadapi wataknya yang keras kepala.
Pamela tidak segan mengkritik ini itu, karena dia merasa tidak dituntut apapun, alias nothing to lose. Jika tidak sesuai keinginan, dia tidak akan menandatangani kontrak. Ancaman semacam itu jelas membuat Walt Disney gerah. Dia sendiri bersikeras mewujudkan film Mary Poppins karena ingin mewujudkan janji pada anaknya, yakni membawa Mary Poppins ke layar lebar.
Pemenuhan janji pada sang anak (sisi Walt Disney) vs pemenuhan prinsip hidup (sisi Pamela). Yah, meskipun film "Mary Poppins" sendiri sudah berhasil difilmkan di tahun 1964 dan memperoleh 13 nominasi Oscar (memenangkan 5 diantaranya, termasuk "Best Actress in A Leading Role" untuk Julie Andrews), jalan menuju keputusan final rilis film bukanlah sesuatu yang sesederhana itu.
Film "Saving Mr. Banks" tidak berisikan persaingan melulu diantara dua karakter utama. Film ini lebih bercerita mengenai faktor "mengapa"-nya. Mengapa Pamela sangat gigih mempertahankan kesucian Mary Poppins? Itulah yang dikupas. Kupasannya pun perlahan namun pasti. Penonton digiring dulu ke masa kini, saat Pamela harus berhadapan dengan orang-orang di dalam studio besar Walt Disney, kemudian kita akan disuguhkan dengan masa lalu Pamela, yang jauh dari hingar-bingar kehidupan kota.
Pamela kecil ternyata menyimpan kisahnya sendiri yang terus dibawa hingga dewasa. Kegetiran hidup yang harus dia rasakan sedari kecil, sekaligus kenangan akan orang terkasih, membuat Pamela dewasa tampak kokoh di luar, namun rapuh di dalam. Karakter dan kisah Mary Poppins ternyata adalah jelmaan masa lalu yang tidak berhasil diikhlaskannya, hingga dia bersikeras mempertahankan sampai titik darah penghabisan, bagai induk harimau melindungi anaknya. Begitu dalamnya keterikatan Pamela dengan Mary Poppins, menjadikannya "luka" hidup yang terus dibawa.
Sebuah beban berat yang menghantuinya hingga dewasa.
![]() |
sumber gambar: tatahome.com |
Kita Semua Memiliki Kisah untuk Diabadikan
Film "Saving Mr. Banks" sukses membuat saya sedih sekaligus tersenyum dalam waktu bersamaan. Sedih mengikuti kegetiran hidup yang dirasakan Pamela, dan tersenyum mengingat betapa sebuah kenangan masa kecil bisa menjadi landasan perkembangan karakter seseorang. Kejeniusan Pamela dalam menciptakan kisah Mary Poppins tanpa sadar menjadikan diri dia kuat, namun juga lemah. Begitu sayangnya Pamela pada Mary Poppins, semata merupakan perwujudan melindungi luka di masa kecil yang belum sembuh.
Hm, bicara mengenai kenangan masa lalu, siapa sih yang tidak memiliknya? Kalian pasti, tidak diragukan lagi, memiliki kisah masa lalu, entah itu menyenangkan, pahit, hambar, atau menyedihkan. Apapun itu, sadar tidak sadar, membawa kita menjadi pribadi dewasa seperti saat ini. Pribadi seperti apa? Hanya kalian yang mampu menjawabnya.
Melihat karakter Pamela dalam film "Saving Mr. Banks" membuat saya merenungkan sesuatu. Jika Pamela dewasa saja sampai sedemikian keras kepalanya melindungi bagian masa kecil dia melalui sosok Mary Poppins, apakah saya juga melakukan hal yang sama? Adakah tindakan saya yang dianggap melindungi ingatan atau luka batin masa lalu?
Entahlah. Ternyata sulit juga menemukan korelasinya. Hingga suatu hari, saat membaca ulang beberapa artikel dalam blog ini, saya menyadari sesuatu. INI DIA! Ternyata blog ini adalah pelestarian ingatan masa lalu. Saya mulai menulis di tahun 2015. Sejak itu hingga saat ini, gejolak emosi mengalami tren naik turun akibat kejadian-kejadian yang tidak sanggup saya ceritakan (terlalu pribadi). Tanpa disadari, semua artikel di blog ini menyimpan kecemasan, kegetiran, kebahagiaan, kemarahan, kesedihan hingga kerapuhan pribadi saya sendiri.
Emosi yang tertuang melalui semua tulisan di blog, ternyata memiliki semacam benang merah, yang membuat saya tersenyum saat membayangkannya. Menggelikan sekaligus memuaskan. Maaf saya tidak bisa mengatakan apa itu, namun "pemahaman" tersebut membuat saya mengaitkannya dengan film "Saving Mr. Banks". Jika Pamela mempertahankan karakter Mary Poppins sedemikian rupa, maka bisa dibilang, saya juga akan melakukannya dengan blog ini.
Isi/topik artikel, gaya menulis, pemilihan gambar, hingga lagu di catatan kaki (bahkan ini menjadi faktor krusial pertama yang harus ditentukan sebelum mulai menulis), semua memiliki makna tersendiri. Saya juga sulit berpisah dari blog ini. Seringkali berhenti lama, namun masih saja terus kembali. Setiap tahun saya rela mengeluarkan biaya untuk sewa hosting, padahal menulis konsisten saja sulitnya minta ampun. Entah kenapa, selalu ada momen untuk kembali membuka blog (biasanya bermula dari membaca-baca artikel lama), kembali menuangkan pemikiran, meski jedanya bisa dalam hitungan bulan yang panjang. Ternyata masalahnya cuma satu: keinginan mengabadikan sebuah kisah, yang mana kisah itu sangat mempengaruhi hidup saya. Jika blog ini ditutup permanen, maka kisah itu akan hilang.
Tidak ada yang salah dari motif tersebut, bukan?
Lagipula, bukankah itu yang juga dilakukan oleh pembuat karya lain? Pelukis, pematung, penulis, pembuat film, musisi dan lain sebagainya? Akan selalu ada kisah hidup mereka yang dituangkan dalam karya, sadar atau tidak disadari. Musik yang kita dengarkan, buku yang kita baca, film yang kita tonton, lukisan yang kita amati, dan sederet benda hasil karya yang kita konsumsi selama ini... semua merepresentasikan cara pandang si pembuat karya tersebut, sedikit banyak berdasarkan kisah hidupnya sendiri.
Melihat karakter Pamela dalam film "Saving Mr. Banks" membuat saya merenungkan sesuatu. Jika Pamela dewasa saja sampai sedemikian keras kepalanya melindungi bagian masa kecil dia melalui sosok Mary Poppins, apakah saya juga melakukan hal yang sama? Adakah tindakan saya yang dianggap melindungi ingatan atau luka batin masa lalu?
Entahlah. Ternyata sulit juga menemukan korelasinya. Hingga suatu hari, saat membaca ulang beberapa artikel dalam blog ini, saya menyadari sesuatu. INI DIA! Ternyata blog ini adalah pelestarian ingatan masa lalu. Saya mulai menulis di tahun 2015. Sejak itu hingga saat ini, gejolak emosi mengalami tren naik turun akibat kejadian-kejadian yang tidak sanggup saya ceritakan (terlalu pribadi). Tanpa disadari, semua artikel di blog ini menyimpan kecemasan, kegetiran, kebahagiaan, kemarahan, kesedihan hingga kerapuhan pribadi saya sendiri.
Emosi yang tertuang melalui semua tulisan di blog, ternyata memiliki semacam benang merah, yang membuat saya tersenyum saat membayangkannya. Menggelikan sekaligus memuaskan. Maaf saya tidak bisa mengatakan apa itu, namun "pemahaman" tersebut membuat saya mengaitkannya dengan film "Saving Mr. Banks". Jika Pamela mempertahankan karakter Mary Poppins sedemikian rupa, maka bisa dibilang, saya juga akan melakukannya dengan blog ini.
Isi/topik artikel, gaya menulis, pemilihan gambar, hingga lagu di catatan kaki (bahkan ini menjadi faktor krusial pertama yang harus ditentukan sebelum mulai menulis), semua memiliki makna tersendiri. Saya juga sulit berpisah dari blog ini. Seringkali berhenti lama, namun masih saja terus kembali. Setiap tahun saya rela mengeluarkan biaya untuk sewa hosting, padahal menulis konsisten saja sulitnya minta ampun. Entah kenapa, selalu ada momen untuk kembali membuka blog (biasanya bermula dari membaca-baca artikel lama), kembali menuangkan pemikiran, meski jedanya bisa dalam hitungan bulan yang panjang. Ternyata masalahnya cuma satu: keinginan mengabadikan sebuah kisah, yang mana kisah itu sangat mempengaruhi hidup saya. Jika blog ini ditutup permanen, maka kisah itu akan hilang.
Tidak ada yang salah dari motif tersebut, bukan?
Lagipula, bukankah itu yang juga dilakukan oleh pembuat karya lain? Pelukis, pematung, penulis, pembuat film, musisi dan lain sebagainya? Akan selalu ada kisah hidup mereka yang dituangkan dalam karya, sadar atau tidak disadari. Musik yang kita dengarkan, buku yang kita baca, film yang kita tonton, lukisan yang kita amati, dan sederet benda hasil karya yang kita konsumsi selama ini... semua merepresentasikan cara pandang si pembuat karya tersebut, sedikit banyak berdasarkan kisah hidupnya sendiri.
Itulah sebabnya sebuah tulisan dalam blog pribadi, meski temanya sama, namun tidak akan pernah dituangkan sama persis kata per kata. Dalam menulis sesuatu, akan selalu dipengaruhi oleh sudut pandang pribadi sang penulis, karena dia pasti berasal dari lingkungan yang menganut nilai-nilai sosial, kebahagiaan, kerapuhan hingga kesedihan yang berbeda-beda. Satu tema, berbeda persepsi.
Jika hal tersebut dipikirkan secara mendalam, akan sangat menyentuh. Ah, itulah mengapa film "Saving Mr. Banks" terasa spesial bagi saya. Apa yang kita lakukan, merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan yang kita anut. Bagaimana kita memperlakukan diri sendiri dan orang lain, juga perwujudan dari hal tersebut. Akan selalu ada sebuah kisah untuk diabadikan, dalam bentuk apapun, bahkan mungkin tanpa kita sadari keberadaannya. Buku harian, media sosial, surat-menyurat, foto, puisi, video dan lain sebagainya.
Coba renungkan sejenak benda-benda yang kalian miliki, momen-momen yang kalian jalani, kebiasaan-kebiasaan yang kalian lakukan. Bukankah setiap harinya kita menjalani hidup dengan mengabadikan kisah kita sendiri?
-Bayu-
Catatan selama proses menulis:
Bagi saya, tidak lengkap rasanya menulis tanpa ditemani musik. Kali ini, saya mendengarkan komposisi musik scoring karya Thomas Newman yang berjudul "Ginty My Love" (diambil dari album soundtrack "Saving Mr. Banks") selama proses menulis artikel di atas. Alunan musiknya indah sekali, terdengar penuh semangat, ceria dan melankolis di saat bersamaan, membuat saya selalu berpikiran positif selama menulis. Thomas Newman adalah seorang komposer musik ternama asal Amerika Serikat yang sering menelurkan karya-karya mengagumkan untuk digunakan sebagai scoring musik film. Musik yang diciptakannya untuk film "Saving Mr. Banks" ini terdengar menyentuh, emosional, sekaligus imajinatif.
Penggalan lirik yang menarik:
(Tidak ada lirik untuk lagu ini)
Jika hal tersebut dipikirkan secara mendalam, akan sangat menyentuh. Ah, itulah mengapa film "Saving Mr. Banks" terasa spesial bagi saya. Apa yang kita lakukan, merupakan cerminan nilai-nilai kehidupan yang kita anut. Bagaimana kita memperlakukan diri sendiri dan orang lain, juga perwujudan dari hal tersebut. Akan selalu ada sebuah kisah untuk diabadikan, dalam bentuk apapun, bahkan mungkin tanpa kita sadari keberadaannya. Buku harian, media sosial, surat-menyurat, foto, puisi, video dan lain sebagainya.
Coba renungkan sejenak benda-benda yang kalian miliki, momen-momen yang kalian jalani, kebiasaan-kebiasaan yang kalian lakukan. Bukankah setiap harinya kita menjalani hidup dengan mengabadikan kisah kita sendiri?
-Bayu-
Catatan selama proses menulis:
Bagi saya, tidak lengkap rasanya menulis tanpa ditemani musik. Kali ini, saya mendengarkan komposisi musik scoring karya Thomas Newman yang berjudul "Ginty My Love" (diambil dari album soundtrack "Saving Mr. Banks") selama proses menulis artikel di atas. Alunan musiknya indah sekali, terdengar penuh semangat, ceria dan melankolis di saat bersamaan, membuat saya selalu berpikiran positif selama menulis. Thomas Newman adalah seorang komposer musik ternama asal Amerika Serikat yang sering menelurkan karya-karya mengagumkan untuk digunakan sebagai scoring musik film. Musik yang diciptakannya untuk film "Saving Mr. Banks" ini terdengar menyentuh, emosional, sekaligus imajinatif.
Penggalan lirik yang menarik:
(Tidak ada lirik untuk lagu ini)
![]() |
sumber gambar: amazon.com |