![]() |
image source: businessinsider.com |
"Lock up libraries if you like, but there is no gate, no lock, no bolt that you can set upon the freedom of my mind"
-- Virginia Woolf
Jika di artikel sebelumnya saya sempat membahas mengenai pentingnya membaca bagi kelancaran proses menulis, kini saya mencoba membahas mengenai proses menulis itu sendiri. Sebenarnya, ini bukanlah artikel pertama mengenai tulis-menulis yang saya buat, namun entah kenapa, saya ingin menekankan lagi mengenai prosesnya. Benak saya sempat memuat pikiran seperti ini, "Jika gaya menulis saja berbeda antar satu penulis dan lainnya (atau bloger dalam hal ini), apakah proses menulisnya juga berbeda?"
Mungkin tidak seratus persen berbeda, karena setahu saya penuangan tulisan hanya melalui tulisan tangan atau alat elektronik, itu saja. Jika melalui alat elektronik, pilihannya bisa beragam, apalagi dengan segala kecanggihan teknologi saat ini. Nah, keberagaman itulah yang setidaknya memunculkan kecenderungan berbeda antar satu penulis dan lainnya. Kesemuanya bertujuan sama: mendapatkan kenyamanan dalam menulis.
Bicara mengenai kenyamanan, tampaknya hal itu penting untuk diketengahkan. Sebuah aktivitas, jika tidak dilakukan dengan nyaman, maka hasilnya bisa jadi tidak akan maksimal. Begitu pula menulis. Untuk mendapatkan unsur kenyamanan itu sendiri, menurut saya tidak ada patokan khusus, harus seperti ini dan seperti itu. We create our own style, own pattern.
"We make patterns, we share moments" -- Jenny Downham
Saya sedih melihat betapa sedikitnya artikel yang saya tulis sepanjang tahun 2017 ini. Saya tahu menjadi seorang bloger bukanlah profesi yang saya pilih, karena menulis di blog saya anggap "hanya" sebagai aktivitas sampingan, menyalurkan hobi. Tapi itu bukanlah pembelaan diri yang baik. Saya memang pemalas dan tidak konsisten. Sepertinya tidak ada kalimat lain untuk menggambarkannya secara tepat selain itu.
Baru-baru ini saya membaca sebuah artikel di internet yang menyatakan bahwa, jika kita mulai dilanda kebosanan dan kemalasan dalam menulis, maka hal pertama yang harus ditanamkan dalam benak adalah: "Apa tujuan awal kamu menulis?" Itu sungguh sebuah cambuk yang semestinya sanggup menghalau rasa malas.
Menjawab pertanyaan itu, jawaban saya adalah: aktualisasi diri. Dari dulu, memang itu yang saya incar dari aktivitas tulis-menulis ini, dan menjadi pemicu untuk membuat blog pribadi. Saya ingin menjadikan menulis sebagai kebutuhan yang harus dilengkapi. Saya ingin meninggalkan jejak di dunia ini, setidaknya dalam sebuah tulisan sederhana. Orang lain bisa saja mengembangkan potensi masing-masing dalam bidang politik, hukum, ilmu pengetahuan, seni dan sebagainya. Bagaimana dengan saya? Well, saya ingin menyumbangkan tulisan dan berharap bisa melakukan perubahan, meski dalam skala kecil sekalipun.
Ternyata, menulis memiliki dampak luar biasa bagi diri pribadi. Saya merasa apa yang memberontak dalam benak bisa dipilah satu demi satu menjadi kelompok pemikiran, yang mana bisa saya lihat dan ambil kapan pun dibutuhkan. Istilahnya, semua menjadi terorganisir. Selain itu, menulis juga membuat saya mengapresiasi pencapaian diri sendiri. Jadi, saat orang lain memandang remeh dan mempertanyakan standar hidup saya yang berbeda dengan kebanyakan orang (ini kerap terjadi), dalam hati saya bisa menjawab, "Tidak usah rendah diri, Bayu. Semua hal sudah diatur oleh Allah. Setidaknya saya pernah menghasilkan tulisan untuk dibaca orang lain, bukan sekedar hidup untuk mengikuti arus dan mengkritik orang lain yang tidak mengikuti arus dengan benar".
![]() |
image source: thecoffeeminimalist.com |
"Write what you know. That should leave you with a lot of free time"
-- Howard Nemerov
Nah, setelah meresapi tujuan awal menulis, langkah berikutnya yang saya lakukan adalah menemukan pola menulis yang nyaman. Saya pernah mencoba menulis dengan pena atau pensil di selembar kertas, juga sebuah buku tulis. Hasilnya? Tidak karuan. Tulisan tangan saya malah kerap tak beraturan, belum lagi jika harus mengeditnya, kertas akan penuh dengan coretan. Tidak bersih.
Prinsip kebersihan dan kenyamanan menjadi sesuatu yang saya jadikan pedoman. Lagipula, untuk keperluan artikel di blog, menulis dengan tangan akan berakhir juga menjadi tulisan versi digital, bukan? Kenapa tidak sekalian saja menulis dalam format tersebut? Jadilah saya memantapkan diri menulis menggunakan perangkat elektronik. Pilihan jatuh pada laptop. Pertama, perangkat tersebut sungguh praktis dan tidak memakan tempat. Kedua, layarnya cukup lega, tidak sesempit smartphone. Saya sengaja memilih laptop yang memiliki lebar layar di atas 12 inchi, demi kenyamanan melihat hasil tulisan. Ketiga, keyboard-nya lebar dan empuk, tidak sekecil keyboard di smartphone.
Baca juga: Membaca, Cikal Bakal Menulis
Dengan menggunakan laptop untuk menulis, saya bisa mengedit hasil tulisan dengan mudah, tidak meninggalkan bekas coretan seperti di kertas. Saya bisa menulis sembari mencari gambar dan kutipan menarik melalui situs pencarian di internet. Dan yang terpenting, saya bisa memutar lagu favorit untuk menemani proses menulis. Bagi kalian yang belum familiar dengan tulisan saya, di setiap bagian bawah artikel, saya akan selalu meletakkan "catatan" tersendiri selama proses menulis, yang berisikan info mengenai lagu apa yang didengarkan. Itu bukan sekedar pemanis atau bentuk kesombongan diri (mohon jangan dianggap seperti itu), tapi memang unsur penting dalam menunjang tulisan, sehingga saya merasa harus menuliskannya.
![]() |
image source: austinmusictherapy.com |
Jadi begini. Musik merupakan elemen penting dalam menulis bagi saya, karena alunan musik tertentu bisa membangkitkan ide-ide yang terkubur dalam sudut benak. Ide tersebut akan diolah sedemikian rupa berkat bantuan musik, dan tanpa sadar aura yang saya masukkan ke dalam tulisan ikut terpengaruh seiring nada yang mengalun. Begitu besarnya pengaruh musik, sehingga saya merasa harus mengapresiasi setiap musisi yang "tanpa sadar" membantu saya menghasilkan tulisan, yakni dalam bentuk catatan kaki. Bisa dibilang, di balik semua tulisan yang saya hasilkan hingga detik ini, selalu ada musik yang mendukung di baliknya. Entah apakah saya sendiri yang merasakan hal ini atau kalian juga bisa terpengaruh oleh lagu saat menulis.
Bukan berarti saya tidak pernah mencoba menulis tanpa musik. Saya pernah kok melakukannya, dan hasilnya sama tidak karuannya saat menulis dengan tulisan tangan! Kacau. Meskipun laptop sudah menyediakan unsur penting sebagai bahan tulisan, tetap saja jemari saya terasa kikuk. Apa yang saya tulis selalu terasa tidak sinkron. Ada saja bagian yang salah, belum lagi otak ini sungguh sulit menemukan kalimat yang tepat. Apa yang salah dengan diri saya? Ternyata obatnya adalah musik. Begitulah. Terkadang, hal sederhana justru menimbulkan ketergantungan yang luar biasa.
Laptop, internet, musik. Itu adalah kombinasi cocok saat melakukan kegiatan menulis di blog, dan akhirnya saya menemukan kenyamanan versi pribadi. Yeah. Saat ketiga hal itu bersatu, maka saya bisa menuangkan tulisan dengan bebas, dan tersenyum bahagia saat selesai. Kepuasan yang didapat setelah kita menulis tidak ada duanya, saya yakin kalian para bloger merasakan apa yang saya rasakan ini. Benar, kan?
Tapi tunggu dulu. Menemukan pola menulis yang nyaman saja belum tentu bisa menghasilkan sebuah tulisan, karena unsur konsistensi diperlukan. Duh, ini kelemahan saya. Haha. Yah, setidaknya dengan menemukan konsep nyaman versi pribadi, seharusnya diri kita akan tertantang untuk menggerakkan jemari dan menulis. Kenyamanan tersebut selanjutnya menuntun kita untuk terhanyut dalam proses menulis. Pada akhirnya, blog pun akan terisi dengan hasil tulisan yang siap terbit, bukan lagi tersimpan di draft.
Bagaimana dengan kalian? Apakah kalian telah menemukan pola yang nyaman sendiri dalam menulis?
-Bayu-
Catatan selama proses menulis:
Saya mendengarkan lagu Beck yang berjudul "Country Down" untuk mengiringi penulisan artikel di atas. Sayang sekali, nama Beck tidaklah terlalu dikenal dunia, padahal musiknya dikemas dengan rapi dan berkelas. Album "Morning Phase" yang dirilis pada tahun 2014 membawanya masuk ke nominasi Album Of The Year di ajang Grammy Awards ke-57 tahun 2015, dan siapa sangka? Album bernapaskan folk rock ini memenangkan penghargaan paling bergengsi itu, dan membuat seluruh kritikus terhenyak. Good job, Beck!
Notable lyric of this song:
What's the use of being found? You can lose yourself in sunken ground
![]() |
image source: en.wikipedia.org |
Andaikan otak bisa langsung copy write apa yang dipikirkan, banyak kata yang lahir ketika di atas motor yang melaju, di atas jambana ketika kita sedang pup, bahkan ketika kita bermimpi.
BalasHapusTapi namanya juga berhayal, kenyataannya ya temukan cara sendiri untuk menciptakan copy writernya otak.
Keep blogging dan berbagi pemikiran ;) #salam
Haha. Bener banget Mas, kalo otak bisa langsung mentransfer apa yang ada di pikiran ke media apapun tanpa susah payah... mungkin banyak ide di luar sana yang ditangkap.
HapusYa, temukan cara sendiri untuk copy writer-nya otak, dan semuanya tergantung enaknya kita aja gimana. Ada yang pake perangkat mobile, perangkat tulis, atau macem-macem lah. Intinya, jangan sampe ide yang terlintas di otak menguap gitu aja.
Semoga kita bisa lebih jeli menangkap ide ke depannya ya. Keep writing and happy blogging :) #salam
#salam too
Hapus