Buka Pikiran Dengan Traveling atau Membaca



image source: theodysseyonline.com
"It is a narrow mind which can not look at a subject from various points of view"
-- George Eliot

Pernahkah kalian beradu pendapat dengan seseorang yang seolah merasa pendapatnya yang paling benar, selalu meremehkan pendapat orang lain, tidak mau menerima kritik, tidak mau mengakui pendapatnya salah dan memandang segala sesuatu hanya dari satu sisi?

Atau, pernahkah bertemu dengan seseorang yang kerap meremehkan aktivitas positif yang kita lakukan, melabelinya dengan perilaku "aneh dan tidak biasa", segan menerima perubahan, tidak mau berpikir di luar kebiasaan umum dan mudah terpancing emosinya oleh hal-hal remeh?

Jujur saja, banyak orang dengan paduan beberapa hal di atas, atau mungkin sekaligus (astaga, pasti hidupnya runyam), bisa jadi. Jika kebetulan sedang berinteraksi dengan tipe demikian, sebisa mungkin saya membatasi diri untuk tidak bicara terlalu banyak. Mengumbar hasil pemikiran akan membuat saya rentan diserang tipe orang dengan pola pikir sempit, sehingga jalan terbaik adalah menanggapinya dengan santai, mencoba mengalihkan topik pembicaraan, diam atau menjauh pergi.

Pengalaman mengajarkan saya bahwa TIDAK ADA GUNANYA berdebat dengan orang berpola pikir sempit. Mereka kerap memandang apa yang diyakini adalah paling benar, sehingga mengabaikan pendapat lain. Tidak jarang juga orang terjebak dengan persepsi masing-masing, penafsiran bebas bahkan kerap tak bertanggung jawab akan suatu hal. Isu A bisa dipelintir sedemikian rupa menjadi isu B yang negatif. Penafsiran yang salah kaprah berujung masalah.

Apa yang kita pikir, kita ucapkan, kita lakukan, bisa berbeda satu sama lain, karena manusia memang diciptakan berbeda-beda. Pasti ada hikmah luar biasa mengapa Allah SWT menciptakan manusia berbeda-beda, bukan? Pernahkah itu terlintas dalam benak kalian?

image source: linkedin.com
Mungkin sebagian dari kalian pernah melihat gambar di atas. Dua orang beradu argumen, menyatakan angka yang benar, di satu sisi angka enam, di sisi lain angka sembilan. Jika tidak dilerai, mereka berdua akan terus berdebat sampai kiamat, padahal tidak ada yang salah. Semua hanya masalah persepsi. Itulah mengapa di beberapa artikel blog ini, saya kerap menyatakan bahwa "Selalu ada dua sisi lain dalam suatu hal", menandakan bahwa jangan pernah memandang semuanya hanya dari satu sisi

Tidak mencoba membuka pikiran untuk menelaah sisi lain suatu hal menyebabkan kita menganggap diri ini paling benar. Parahnya, inilah yang menjangkiti masyarakat: aksi perang urat syaraf membela satu sisi yang dianggap lebih benar dari sisi lain. Padahal, jika kita mau "melihat" kedua sisi dengan pikiran terbuka, semestinya kita tidak akan terprovokasi oleh isu-isu yang begitu mudah diputar balikkan. Berpikirlah secara bijak.

"Why do you go away? So that you can come back. So that you can see the place you came from with new eyes and extra colors. Coming back to where you started is not the same as never leaving"
-- Terry Pratchett

Beberapa minggu belakangan ini saya sedang menikmati membaca deretan seri buku The Naked Traveler karya Trinity, sang travel blog fenomenal. Meskipun terhitung telat mengetahui, kini saya benar-benar jatuh hati pada tulisannya! Ringan, unik dan terasa personal. Saya sangat merekomendasikan buku-buku tersebut untuk kalian baca (atau kunjungi saja blog The Naked Traveler untuk menikmati tulisan Trinity), dan mohon dipahami bahwa tulisan ini murni kehendak pribadi.

Yang membuat saya kagum adalah sudut pandang mengenai traveling yang ada di buku tersebut. Dibesarkan di lingkungan dengan berbagai suku dan agama, Trinity memahami makna perbedaan. Modal dasar inilah yang membuat dirinya berpikiran terbuka, berani menjelajahi pelosok bumi dengan rasa haus akan tantangan dan pengalaman baru yang begitu tinggi. 

Berikut saya kutip beberapa manfaat traveling versi Trinity (diambil dari salah satu bukunya):
1. Pengetahuan dan wawasan tentu bertambah, begitu juga soft skills.
2. Semakin tinggi rasa toleransinya karena harus berhubungan dengan manusia dengan beragam latar belakang.
3. Semakin merasa dekat dengan Sang Pencipta karena menyaksikan keajaiban dan keindahan alam.

Hm, coba bayangkan jika seluruh masyarakat Indonesia bepergian ke luar dari zona nyamannya dan mendapat manfaat seperti Trinity di atas, wah bisa jadi negara ini sungguh makmur. Bagaimana jika sudah bepergian namun masih tidak merasa manfaat berarti? Well... tandanya masih ada yang salah dengan "memaknai proses bepergiannya". Misalnya, orang yang pergi ke Lombok untuk mendapatkan ketenangan batin dan menikmati alam dengan khidmat, tentu hasilnya berbeda dengan mereka yang pergi ke pulau tersebut hanya sekedar untuk berbelanja, berfoto narsis dan memajangnya di media sosial. 

Jika kalian bertemu seseorang yang sering traveling namun ternyata dia masih berpikiran sempit, sungguh disayangkan. Pikirannya diperbudak oleh kesenangan duniawi atau tuntutan profesional semata, tidak dibiarkan berkelana bebas untuk mencoba memaknai perjalanan dan manfaatnya bagi perkembangan mental.

"I read, i travel, i become" -- Derek Walcott

Bagaimana jika tidak mampu bepergian namun tetap ingin berpikiran terbuka? Jangan khawatir, kalian masih bisa memperolehnya lewat membaca. Ya, membaca adalah gerbang menuju apa saja, benar-benar apa saja. Jika melalui traveling, pikiran dan tubuh kita dibiarkan berkelana, maka di dalam proses membaca, hanya pikiran saja yang akan diajak berkeliling.

Bahan bacaannya bisa beragam: novel, cerpen, majalah, koran, berita, non fiksi, dan sebagainya. Jika mau dirunut, banyak sekali di sekitar kita. Tinggal bagaimana cara memanfaatkannya dengan bijak. Melalui bahan bacaan, kita membuka pikiran untuk menerima beragam unsur baru, beragam kesenangan, beragam emosi, beragam makna, hingga beragam bahasa. Itulah indahnya perbedaan, bukan?

Lagi lagi, pertanyaannya adalah: Bagaimana jika sudah banyak membaca namun masih berpikiran sempit?

Hmm... jika ada seseorang yang demikian, coba telaah mulai dari bahan bacaan apa yang sudah dibaca dan bagaimana memaknai bacaan tersebut. Bisa jadi bahan bacaannya memuat unsur negatif pada pemikiran, dan dirinya tidak sanggup menyaring itu semua sehingga terbentuklah pola pikir sempit. Atau, bahan bacaannya memang banyak, namun bobot tulisannya belum bisa dikatakan "berisi".

Duh, saya sebenarnya bingung menuangkan masalah bobot bahan bacaan dalam artikel ini, karena lagi-lagi persepsi yang dikedepankan. Ada yang menganggap novel Tere Liye sebagai bacaan berbobot namun ada juga yang mengkritiknya terlalu sentimentil. Ada yang mendewakan serial Supernova sebagai sastra indah, namun dirinya tidak tertarik membaca selembar pun tulisan Pramoedya Ananta Toer. Ada yang menganggap novel terjemahan terlalu kaku dan kurang menarik, sehingga memutuskan untuk membaca teenlit lokal yang lebih "berwarna".

Saya tidak tertarik mendebat selera bacaan seseorang. Yang bisa saya katakan adalah: untuk mendapatkan makna membaca yang lebih jauh lagi, tantang diri kalian. Jika terbiasa membaca novel populer, coba membaca novel drama klasik, sastra, science fiction, kumpulan puisi, buku motivasi, atau biografi tokoh dunia. 

Rasakan setiap kata yang teruntai di buku-buku tersebut. Serap maknanya secara lebih dalam, jika perlu baca berulang kali agar paham. Memang awalnya menyebalkan, tidak seringan bacaan yang biasa kalian baca, namun justru disinilah poin pentingnya: Buka pikiran. Beri kesempatan pikiran untuk berkelana lebih jauh. Jangan dikekang di tempat yang sama. Sedikit demi sedikit kalian akan menemukan kesenangan saat membacanya.

"A mind is like a parachute. It doesn't work if it is not open" -- Frank Zappa

Jika kalian berpikir bahwa bahan bacaan tergantung selera dan tidak bisa dipaksakan, saya paham kok. Setidaknya cobalah untuk keluar dari zona nyaman dan mulai membaca bahan bacaan lain. Jika ternyata tidak sesuai selera, berarti kalian hanya belum menemukan kunci kenikmatan saat membacanya. Masih ingin berpetualang dengan pikiran? Coba lagi dengan jenis bacaan lain. Begitu seterusnya, hingga menemukan gairah membaca.

Ada kepuasan tersendiri saat kita berhasil menamatkan buku yang bukan selera pribadi, memahami maknanya, kemudian tertarik membaca lebih banyak varian lagi. Berilah sayap pada pikiran kalian, agar dia bisa berkelana menjelajah kemanapun, tidak berkutat pada satu jenis bacaan saja. Jangan mengeluh, jangan banyak pertimbangan. Pada akhirnya, kalian akan tersenyum bangga bisa menemukan "makna tersembunyi" dalam hampir setiap bahan bacaan, karena dengan sendirinya pikiran akan terasah untuk menjelajah setiap sudut paragraf, kalimat, dan kata. 

Apakah harus dipaksakan? Tidak. Itu semua murni kehendak pribadi, jangan memaksa diri. Jika kalian sudah berniat membuka pikiran seluas-luasnya, menurut saya "melahap" bacaan yang beragam justru menjadi sebuah tantangan dan kenikmatan, sama seperti seorang traveler yang lebih memilih bepergian ke tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang, daripada pergi ke tempat yang ramai. Tidak akan ada kesan terpaksa, karena mereka memang benar-benar menginginkannya.

Satu lagi dan ini yang terpenting, jadikan membaca sebatas hobi dan untuk menambah wawasan, jangan untuk mencari kesan pintar. Memamerkan bahan bacaan agar mendapat kesan pintar bukanlah tindakan bijak. Alangkah baiknya jika kalian membagi pemikiran sendiri dengan memaknai bahan bacaan, bukan sekedar memamerkannya. 

"Read! You'll absorb it. Then write. If it's good, you'll find out" -- William Faulkner

Sama halnya seperti buku, artikel sebuah blog juga bisa dijadikan bahan bacaan. Ada yang populer dan menarik banyak pengunjung, ada juga yang kurang populer. Ada yang lebih menyukai tulisan ringan dan menghibur, daripada tulisan panjang dan penuh kalimat yang membuat kening berkerut. Tidak masalah jika tulisan ini dimasukkan ke kategori terakhir. Tidak masalah pula jika ada yang langsung menutup artikel ini begitu melihat panjangnya tulisan.

Saya tidak menulis untuk memuaskan banyak pembaca. Untunglah tidak ada tuntutan seperti itu, sehingga apa yang saya kemukakan murni kehendak pribadi untuk menuangkan pendapat. Jika ada yang menyukai tulisan saya dan mendapat manfaat dari artikel semacam ini, terima kasih banyak. Alhamdulillah. Saya sangat bersyukur, karena itu hadiah tak ternilai bagi seorang penulis. 

Jadi, mari membuka pikiran untuk wawasan seluas-luasnya. Jangan ragu pula untuk menuangkan dalam bentuk tulisan. Dunia ini luas dan masih sangat pantas untuk dijelajahi, baik dengan traveling ataupun membaca. Buang semua pikiran negatif dan pertimbangan ini itu. Rencanakan perjalanan dengan matang. Perbanyak pengalaman bepergian dan temukan maknanya. Jika belum sanggup, segera pergi ke toko buku dan investasikan uang kalian pada bacaan menarik, atau pergi ke perpustakaan. Gunakan gadget untuk menambah atau menyebar wawasan, jangan sebatas mengumbar harta dan keluh kesah. 

Intinya, bukalah pikiran untuk menerima hal-hal berbeda dan baru. Tidak melulu harus dari traveling atau membaca kok, masih ada cara lain yang bisa dilakukan, misal menonton film atau bergaul dengan orang-orang yang berwawasan luas. Hidup kalian masih sangat layak untuk diperjuangkan menjadi lebih baik lagi. Percayalah.

Ayo, langkah untuk memulai sesuatu yang lebih baik bisa dimulai dari sekarang!

-Bayu-



Catatan selama proses menulis:

Bagi saya, mendengarkan genre EDM (Electronic Dance Music) selalu memberikan sensasi menyenangkan yang sulit diungkapkan. Khusus untuk musik tanpa lirik, jelas EDM memberikan ruang bagi para musisi untuk bereksplorasi. Demi menunjang penulisan artikel di atas, saya mendengarkan musik berjudul "Castles In The Air" milik duo EDM asal Australia, yakni Bag Raiders. Persembahan instrumentalia upbeat yang kaya akan unsur dance pop dan electropop ini membuat tangan saya bergerak lincah menyusun kata demi kata.
image source: en.wikipedia.org


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.