Begitu Mudah Diingat

image source: likeable.com

"A person who never made a mistake never tried anything new"

-- Albert Einstein

Jika di beberapa artikel sebelumnya saya sempat menulis mengenai penghargaan Grammy Awards, kini saya akan menyinggung sedikit mengenai acara penghargaan bergengsi lain, yakni Academy Awards, atau lebih dikenal dengan nama Oscars. Acara tersebut khusus untuk menghargai segenap talenta di bidang perfilman dunia, mayoritas bersumber dari Hollywood, Amerika Serikat. Edisi ke-89 yang diselenggarakan pada Minggu malam (26 Februari 2017 atau di Indonesia tepat di Senin pagi, 27 Februari 2017) lalu telah usai, menyisakan gegap gempita bagi para pemenang dan di sisi lain, kekecewaan di sisi yang kalah.

Kemenangan dan kekalahan adalah hal yang biasa ditemui pada acara-acara penghargaan semacam itu. Kali ini saya tidak tertarik mengupas detil pemenang dan detil acara dari awal hingga akhir (kalian bisa mencarinya sendiri di internet), melainkan mengenai satu hal menarik yang menjadi buah bibir dimana-mana: kesalahan pengumuman nama pemenang kategori tertinggi.

Warren Beatty dan Faye Dunaway (aktor dan aktris dari film "Bonnie and Clyde") mungkin tak pernah menyangka bahwa malam penganugerahan tersebut akan berakhir bencana. Mereka ditugaskan menjadi presenter untuk membacakan nama pemenang kategori Best Picture (Film Terbaik). Malang tak dapat disangkal, amplop yang diberikan kepada mereka salah! Amplop itu untuk kategori Best Actress In A Leading Role, bukan Best Picture. Yang tertera di amplop adalah: "Emma Stone (La La Land)". Piala Oscar untuk Emma Stone sendiri sudah diserahkan sebelum pengumuman kategori Best Picture, jadi seharusnya tidak mungkin dua kali diserahkan, dan tidak mungkin juga amplop Best Actress In A Leading Role dibacakan dua kali.

Sebenarnya, Warren sudah mencium gelagat ketidakberesan tersebut, namun dia hanya mampu terdiam bingung dan menyerahkan amplop itu pada Faye. Alih-alih terlihat bingung seperti Warren, Faye malah dengan cepat berkata, "La La Land" (entah apakah dia sadar ada kategori Best Actress In A Leading Role tertera di sana), dan di detik itulah kekacauan yang lebih besar terjadi. Begitu tahu filmnya "diumumkan menang", seluruh pihak yang terlibat dalam film La La Land naik ke atas panggung dengan gembira. Selama kurang lebih dua menit mereka memberikan pidato kemenangan, sebelum akhirnya panitia Oscar (dibantu produser "La La Land", pembawa acara, juga Warren) membereskan kekacauan yang terjadi. Film "Moonlight" diumumkan sebagai pemenang sesungguhnya.

What a disaster night!


"Freedom is not worth having if it does not include the freedom to make mistakes"
-- Mahatma Gandhi


Itu adalah kejadian "memalukan" yang bisa terjadi di acara bergengsi semacam Oscar, apalagi yang diumumkan adalah penghargaan tertinggi. Kejadian tersebut tak pelak menjadi santapan media massa, yang menyebutnya dengan istilah envelope gate (dan beberapa sebutan lain). Banyak kritik pedas berdatangan, tudingan muncul disana-sini, mencari siapa yang sesungguhnya bersalah. Akhirnya, kesalahan harus ditanggung oleh dua akuntan dari salah satu kantor jasa akuntansi terbesar dunia, PricewaterhouseCoopers (PwC), yaitu Brian Cullinan dan Martha Ruiz.

Kenapa malah dua akuntan itu yang bersalah? Well, ternyata merekalah yang bertanggung jawab atas penghitungan hasil voting untuk pemenang, membuat daftar, membawa amplop ke acara, hingga menyerahkannya ke presenter satu per satu. PwC menganggap bahwa Brian Cullinan keliru menyerahkan amplop cadangan untuk Best Actress In A Leading Role, bukan amplop asli untuk Best Picture. Jadi, memang untuk setiap kategori, selalu ada dua amplop: asli dan cadangan. PwC juga menyebutkan bahwa protokol standar untuk mengantisipasi kesalahan semacam itu tidak dilaksanakan dengan cepat oleh Brian Cullinan maupun Martha Ruiz, sehingga keputusan terbaik adalah "menghentikan" mereka untuk tidak terlibat lagi dalam acara Oscars ke depannya. 

Itulah resiko yang harus ditanggung. End of story.

Nasi telah menjadi bubur. Pil pahit harus ditelan oleh PwC, yang merupakan kantor jasa akuntansi bergengsi. Beberapa analis menilai bahwa reputasi PwC bisa saja tercoreng, padahal mereka sudah bekerjasama dengan pihak Oscars selama puluhan tahun. Kekuatan perusahaan jasa adalah kepercayaan, dan sekalinya kepercayaan itu diselewengkan, maka bisa dibilang runtuhlah reputasi mengagumkan yang dibangun.


"The only man who never makes a mistake is the man who never does anything"
-- Theodore Roosevelt


Tulisan ini tidak untuk memperkeruh suasana. Saya hanya penikmat film, dan mengikuti perkembangan berita mengenai kasus tersebut sungguh terasa miris. Kenapa? Karena saya malah mencoba menempatkan diri sebagai Brian Cullinan yang bersalah. Saya tahu rasanya:
1. Membuat kesalahan besar (sengaja atau tidak disengaja),
2. Menjadi pihak yang dituding bersalah dari segala sisi,
3. Menjadi pihak yang harus siap menerima konsekuensi atas kesalahan,
4. Menjadi pihak yang tidak dipercaya lagi memegang suatu pekerjaan karena pernah bersalah sebelumnya, dan
5. Menerima semua makian atas kesalahan yang dibuat tanpa sekalipun mendapat apresiasi atas usaha yang dilakukan.

Saya pernah merasakan itu semua. Mungkin kalian juga pernah mengalami beberapa poin di atas atau semuanya sekaligus, bisa saja. Yes, welcome to the club. Haha. Kita hanyalah manusia biasa, bukan? Kesalahan tak pernah luput dilakukan, meski segala usaha terbaik sudah dikerahkan. Bagian paling menyebalkan saat melihat adanya kesalahan adalah akan muncul pihak yang saling menuding, tidak mau disalahkan, atau saat tudingan itu malah berujung pada diri kita sendiri. Mengerikan. Bermain "lepas tangan", kabur dari masalah, tidak mengakui kesalahan, membuat alibi seenaknya, berbohong... itu semua adalah bumbu pahit yang kerap ditemukan saat ada masalah. Selalu demikian, dan siapa saja bisa melakukannya.

Benar, bukan?

Saya juga kerap merenungkan mengenai satu hal: mengapa keburukan begitu mudah diingat ya, ketimbang kebaikan? Saya tidak bisa menemukan jawaban yang memuaskan. Kita cenderung lebih mudah mengingat kesalahan yang pernah dilakukan seseorang ketimbang kebaikannya pada kita. Entah bagaimana pikiran ini bekerja. Mungkin yang lebih sesuai adalah mengingat keburukan tersebut agar kita tidak mengalaminya lagi di masa depan. Mungkin.

Dalam kondisi emosi kalut, pikiran kita cenderung negatif, sehingga jalan terbaik adalah menetralkannya dengan sisi positif. Seorang teman pernah mengingatkan saya bahwa jika kita kesal dengan seseorang, lakukanlah terapi kecil, yaitu menuliskan hal-hal baik yang bisa kita pikirkan mengenai orang tersebut. Apa saja, bisa dari hasil pemikirannya, hal-hal unik mengenai tingkah lakunya, bantuan dan hadiah yang pernah diberikan atau sekedar senyumnya yang ramah. Tulis dan renungkan.

Mungkin akan sulit pada awalnya, namun jika kita mau menyendiri sejenak dan melakukannya dengan penuh penghayatan, hal tersebut bukan tidak mungkin. Saya sudah melakukannya beberapa kali. Well, bisa jadi pengaruhnya memang tidak signifikan pada hubungan yang terjalin ke depannya, tapi setidaknya kita tidak membiarkan diri ini terjebak dalam emosi negatif yang berujung dendam.

Saya percaya, bahwa dalam setiap tindakan manusia pasti ada alasan tertentu yang melatarbelakanginya, namun kita kerap melupakan unsur tersebut. Setiap orang pun akan menanggapi masalah dengan cara berbeda, saya juga tahu. Pada akhirnya, keputusan ada di tangan kalian, karena kalian sendiri yang bisa merasakan, mana yang sesuai dengan hati nurani.

-Bayu-





Note: Musik EDM (Electronic Dance Music) selalu menjadi penyemangat untuk menulis, khususnya bagi saya. Kali ini, saya memilih lagu Basement Jaxx (duo EDM dari Inggris) berjudul "Mermaid of Salinasuntuk menemani proses menulis. Lagu ini sungguh unik karena memadukan dance dengan nuansa Latin yang ceria. 
image source: pitchfork.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.