Grammy Awards Ke-59, Part 1: "Lemonade"

image source: rollingstone.co.id
"I usually don't shout out artists, but if you look at Beyonce, you see a rock performance, a rap-sung performance, a music film, a video, urban contemporary, song of the year
-- Neil Portnow, CEO The Recording Academy

BAGIAN PERTAMA DARI TRILOGI CATATAN MENGENAI GRAMMY AWARDS KE-59

Artikel ini adalah sebuah anomali, berbeda dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Saya termasuk penggemar musik yang mencoba mengikuti hype penghargaan paling besar di bidang musik setiap tahunnya, yaitu Grammy Awards. Prosesnya dimulai dari pengumuman nominasi di bulan Desember 2016 hingga pengumuman pemenang di tanggal 12 Februari 2017 lalu. Biasanya, saya akan mencoba mendengarkan beberapa lagu dan keseluruhan album (sebisanya) yang masuk ke nominasi, untuk memperoleh gambaran umum.

Kini, saatnya saya menumpahkan pemikiran mengenai apa yang dirasa, didengar, dilihat dan tentu saja, dipikirkan selama ini. Blog ini adalah jalan keluar terbaik untuk menuangkannya. Jika kalian tidak suka membacanya, silahkan ditutup, it's okay, hehe. Jika kalian mau membacanya hingga tuntas, saya sangat menghargai, karena tulisan ini akan lumayan panjang.

Baiklah. Ide menulis bagian pertama muncul seiring dengan kekaguman akan sebuah musik, yang mampu meruntuhkan tembok "selera" saya. Musik tersebut datang dari album berjudul "Lemonade", milik Beyonce. Seperti kalian lihat dari cover album di atas, hanya ada satu kata, yakni Lemonade, tanpa embel-embel nama artis (bahkan artisnya sendiri tidak mau menampakkan wajah!). Begitu kita melihat sisi belakang albumnya, barulah muncul kalimat: Executive Producer Beyonce Knowles Carter, dan wajah Beyonce terlihat dari samping.

Hm, apakah tanpa penampilan wajah dan nama artis, masyarakat akan menyadari album siapa ini? Well, jika menyangkut musisi kaliber internasional, menurut saya sah-sah saja tidak menampakkan wajah dan nama artis di cover album, seperti yang Beyonce lakukan di Lemonade. Lagipula, this is Beyonce we're talking about! She is a phenomenal.

Meski fenomenal, saya bukanlah penggemarnya, kurang mengikuti sepak terjangnya, dan tidak terlalu antusias akan musik dia selama ini, baik sejak kiprahnya di Destiny's Child hingga bersolo karir. Oke, beberapa lagunya memang ada yang bagus, namun tidak ada yang masuk ke playlist pribadi.


"Never underestimate or mock people" -- Boris Trajkovski

Benar. Jangan pernah meremehkan orang lain, bukan? Biar bagaimanapun juga, Beyonce adalah seorang musisi yang sudah malang melintang di dunia hiburan, menguasai panggung Grammy (dengan raihan piala Grammy segudang), menelurkan beberapa album yang bertengger di tangga lagu populer, menikah dengan musisi kaliber juga, well... so what? Itu semua pencapaian fantastis memang, namun tidak menarik perhatian saya.

Kejutan muncul saat nominasi Grammy Awards ke-59 diumumkan Desember 2016 lalu. Beyonce "The Queen Bey" memperoleh sembilan nominasi (terbanyak), termasuk tiga nominasi di kategori utama, yakni Record of The Year, Song of The Year, hingga yang paling prestisius, Album of The Year (selanjutnya sebut saja AOTY). Album Beyonce sempat masuk dua kali ke nominasi AOTY sebelumnya, namun kalah oleh Taylor Swift di tahun 2010 dan kedua kalinya kalah oleh Beck di tahun 2015.

Masuknya Beyonce untuk ketiga kalinya ke nominasi AOTY bukan tanpa prediksi. Banyak kritikus musik telah menjagokannya, hanya saja saya masih tidak menaruh minat. Barulah mata saya terbuka saat juri Grammy resmi memasukkan Lemonade ke nominasi bergengsi, bersaing dengan Adele, Justin Bieber, Drake dan Sturgill Simpson. Mata saya makin terbuka saat mengetahui bahwa majalah Rolling Stone menasbihkan album Lemonade sebagai album terbaik di tahun 2016, mengalahkan David Bowie, Radiohead, hingga Rolling Stones!

What the...?


"...Those who make music tend to have greatly opened their minds to diversity -- whether it's gender or genre or generation or ethnicity"
-- Neil Portnow

Neil Portnow adalah Presiden/CEO dari The Recording Academy, yaitu lembaga yang menaungi musisi, produser, recording engineer dan profesional lain yang bekerja untuk produk rekaman di Amerika. Lembaga tersebut bertanggung jawab mengelola penghargaan bergengsi di bidang musik, yakni Grammy Awards. Neil Portnow jelas tidak main-main dengan kalimat yang saya kutip di atas. Mereka yang membuat musik cenderung membuka pikirannya akan keberagaman, entah itu jenis kelamin, jenis musik, generasi atau etnis (meski sayangnya, masih ada saja pihak yang membuat musik tidak dengan hati). 

Karena banyak kritikus memuji album Lemonade, maka saya penasaran. Saya pun membulatkan tekad untuk membeli album tersebut di toko musik. Untung masih tersisa satu stok saat itu. Wow, inilah pertama kalinya saya membeli album Beyonce! Awalnya saya menyangka akan disuguhi musik R&B, pop dan soul, genre yang kerap diusungnya. Saat pertama kali mendengarnya, saya tertegun.

Kenapa album ini banyak menuai pujian ya? Entahlah. Musiknya memang unik, bisa menyasar mainstream dan non mainstream juga (saya sendiri bingung), beberapa liriknya kasar, dan aransemennya... unik, bahkan kening saya berkerut di beberapa lagu. Serius. Beyonce bermain dengan eksperimennya sendiri. Pengalaman pertama mendengarkan albumnya tidak bisa dibilang menyenangkan, karena musiknya bukan selera saya.


"Beyonce shut everyone else down this year with a soul-on-fire masterpiece..." 
-- Rolling Stone Magazine

Apakah berhenti sampai disitu? Tidak. Saya mencoba mendengarkan album ini kembali untuk kedua kali, ketiga, keempat dan seterusnya. Saya membaca lirik demi lirik. Saya percaya bahwa jika kita membiasakan mendengar musik berulang kali, pasti akan menemui satu pola, bisa berujung musik bagus atau malah buruk, tergantung selera. Itulah yang sering saya lakukan selama ini, dan kini saya terapkan ke Lemonade. Jujur, setelah didengarkan beberapa kali, saya bisa tersenyum dan berkata, "Album ini bagus!" 

Luar biasa. Saya pun sadar telinga ini ternyata disuguhi pop, blues, rock, R&B, hip hop, soul, funk, hingga country (dan mungkin beberapa genre unik yang tidak dikenal), semuanya campur aduk dalam satu album. Tidak berantakan dan tetap rapi. Pantas saja kritik positif membanjirinya.

Kata "bagus" mungkin terlalu standar. Saya akan melabelinya "outstanding, also exceed expectation". Untuk saya yang tidak menggemari musik Beyonce sebelumnya, mendengarkan album Lemonade jelas sebuah pengalaman langka. Kini, otak saya sudah terbiasa dengan musiknya yang unik sekaligus indah. Serius, mendengarkan Lemonade bagai mendengar Beyonce menuturkan kisah pribadi dan pemikirannya. Jelas ini bukan album yang bisa diterima telinga banyak orang, namun ada sisi kreatif yang diusungnya. Eksploratif. Itulah yang membuatnya bagus.

Pengalaman mendengarkan musik adalah sebuah pengalaman yang memiliki kisah tersendiri di baliknya, dan mendengarkan Lemonade jelas menyenangkan. Saya masih akan melanjutkan catatan ini di bagian kedua, karena masih banyak yang perlu saya tuangkan. Jika kalian berkenan membacanya, silahkan lanjut ke postingan selanjutnya: Grammy Awards Ke-59, Part 2: "Kontroversi"

-Bayu-


Note: Ada dua lagu yang saya putar terus menerus sepanjang menulis artikel ini, yang pertama adalah "Don't Hurt Yourself" featuring Jack White, dimana Beyonce mengeluarkan kata-kata makian dengan begitu santainya (Haha!). Lagu kedua adalah "Formation", sebuah lagu yang entah bagaimana menggambarkan esensinya. 

Unik. Eksperimental. Jenius. Kedua lagu itu sungguh indah dengan cara mereka masing-masing.
image source: rollingstone.co.id

2 komentar

  1. Hai, Bayu! Kangen baca tulisan kamu. Tulisan seintens ini apalagi. Kamu memang penonton setia Grammy Awards ya, Bay. Aku nganga aja ini sama pengetahuan kamu akan industri musik luar negeri. Whoaaaaaah.

    Begitu habis baca ini, aku jadi penasaran sama albumnya. Jujur, aku suka sama Beyonce. Cuman udah nggak ngikutin lagi sejak album Beyonce. Sejak lagu Pretty Hurts. Soalnya aku ngerasa lagu-lagunya yang sekarang itu nggak se-catchy dulu. Aneh gitu. Makna lagunya juga nggak sedalem lagu-lagunya yang dulu. Huhuhu. Menurutku gitu sih.

    Hmmm. Tapi Lemonade ini bikin penasaran sik asliiiik. Bisa mengubah sudut pandangmu gitu, Bay. Oh iya, dan aku baru ingat aku pernah denger yang Formation. Liat MV-nya di Youtube. Aneh gitu sih. Hahahaha. Tapi ya mungkin aku harus dengerin berkali-kali kayak yang kamu lakuin. Biar bisa eargasm sama lagunya Beyonce masa sekarang :D

    BalasHapus
  2. Sama. Gue juga nggak begitu suka Beyonce. Wahaha. Musik emang soal selera, sih. Namun, kalo emang keseringan didengerin lama-lama ya terbiasa. Macam lagu Maps Maroon 5 yang sering diputar di mana-mana, awalnya gue gak suka, terus mulai nyanyiin. Wahaha.

    Musik-musik eksperimental macam gitu biasanya emang unik banget, sih. Terlepas musik Beyonce bukan selera gue, dia tetap keren! :)

    BalasHapus

 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.