![]() |
image source: edutopia.org |
"Each person is an enigma. You're a puzzle not only to yourself but also to everyone else..."
-- Theodore Zeldin
Saya setuju dengan kalimat "setiap orang unik". Tidak ada yang sama satu sama lain, bahkan orang kembar sekalipun, meski tidak terlalu mencolok. Setiap orang yang ada di muka bumi ini memiliki setiap pola tersendiri, mulai dari tata bahasa, tingkah laku, cara berjalan, cara berpikir dan sebagainya. Mungkin di dalam suatu komunitas beberapa orang tampak sama, namun percayalah, selalu ada unsur unik dalam diri mereka.
Manusia itu sendiri menurut saya tidaklah stabil, dalam artian bisa berubah mengikuti perkembangan yang ada. Misal, jika dulu kita tidak mengerti teknologi dan dianggap gaptek, setelah mempelajarinya perlahan, maka bisa berubah menjadi sadar teknologi. Masih banyak contoh perubahan lainnya, tak terbatas pada segi kebendaan saja, bisa mencakup ideologi, tata bahasa dan unsur non fisik lainnya.
Lalu, jika memang bisa mengikuti perubahan, berarti setiap orang bisa selalu tak sama sesuai perkiraan? Nah, inilah uniknya. Justru karena kemampuan beradaptasi itulah, maka setiap orang bisa menjadi pribadi yang tak tertebak. Abstrak. Hm, mungkin istilah abstrak terlalu rumit, saya sendiri tidak tahu harus menggunakan kata apalagi. Intinya, jangan pernah meremehkan kemampuan beradaptasi seseorang. Kita tidak tahu, orang yang terlihat pendiam dan tertutup, di masa depan menjadi presiden atau tokoh publik terkenal.
Manusia itu sendiri menurut saya tidaklah stabil, dalam artian bisa berubah mengikuti perkembangan yang ada. Misal, jika dulu kita tidak mengerti teknologi dan dianggap gaptek, setelah mempelajarinya perlahan, maka bisa berubah menjadi sadar teknologi. Masih banyak contoh perubahan lainnya, tak terbatas pada segi kebendaan saja, bisa mencakup ideologi, tata bahasa dan unsur non fisik lainnya.
Lalu, jika memang bisa mengikuti perubahan, berarti setiap orang bisa selalu tak sama sesuai perkiraan? Nah, inilah uniknya. Justru karena kemampuan beradaptasi itulah, maka setiap orang bisa menjadi pribadi yang tak tertebak. Abstrak. Hm, mungkin istilah abstrak terlalu rumit, saya sendiri tidak tahu harus menggunakan kata apalagi. Intinya, jangan pernah meremehkan kemampuan beradaptasi seseorang. Kita tidak tahu, orang yang terlihat pendiam dan tertutup, di masa depan menjadi presiden atau tokoh publik terkenal.
"Human psychology is the most mysterious thing in the world" -- Munia Khan
Kemampuan adaptasi itulah yang membuat sosok setiap orang "bisa tak tertebak". Apakah kalian pernah merasakan menghadiri acara reuni sekolah, dimana pasti ada beberapa orang yang terlihat berbeda dengan sebelumnya? Yang dulunya pemalas menjadi berwibawa, yang dulunya alim menjadi lebih terbuka dengan ideologi liberal, yang dulunya pendiam tiba-tiba menjadi banyak bicara dan berpenampilan menarik.
Bisakah kita menebak dari awal, semua orang tersebut akan menjadi demikian pada akhirnya? Tidak. Bahkan dalam lingkup keluarga dekat atau sahabat sejati sekalipun, tidak ada yang bisa menebak akan seperti apa perkembangan setiap individu yang terlibat. Setiap orang bisa merubah perannya masing-masing, memainkannya dengan lihai, tergantung kemampuan beradaptasi mereka.
Sebagian besar perubahan peran tersebut muncul seiring faktor kedewasaan, dimana semakin bertambahnya usia, kita seolah dituntut untuk mengikuti perubahan, menjadi sosok yang bisa menyatu dengan masyarakat. Peran menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak, peran menjadi pasangan ideal bagi seseorang, peran menjadi menantu yang baik di mata mertua, peran menjadi rekan kerja yang baik di kantor, dan masih banyak lagi.
Kita tidak bisa mengelak dari kenyataan itu, pilihannya hanya berusaha menjadi sosok ideal sesuai tuntutan (dengan cara membaur menjalani peran) atau memberontak dan membentuk peran tersendiri, lain daripada yang lain. Setiap pilihan memiliki resikonya masing-masing, namun setiap sisi dunia menyimpan resikonya sendiri, bukan? Jadi mau tidak mau akan terus menghadapi hal-hal semacam itu.
Hm, jika berbaur menjalani peran, apa bedanya dengan menggunakan topeng? Saat menghadiri jamuan makan malam untuk urusan pekerjaan resmi, kita akan memasang topeng "wibawa dan bermatabat", melempar senyum dan tawa (yang mungkin saja palsu). Di lain pihak, saat menghadiri pertemuan antar keluarga besar, kita memasang topeng "ramah dan terbuka", menebar pesona pribadi yang baik-baik saja. Belum lagi topeng-topeng lain yang harus dipasang untuk acara pertemuan dengan rekan kerja, bertemu teman-teman dari pasangan, keluarga besar, klien, guru dari anak kita, dan semacamnya.
Bisakah kita menebak dari awal, semua orang tersebut akan menjadi demikian pada akhirnya? Tidak. Bahkan dalam lingkup keluarga dekat atau sahabat sejati sekalipun, tidak ada yang bisa menebak akan seperti apa perkembangan setiap individu yang terlibat. Setiap orang bisa merubah perannya masing-masing, memainkannya dengan lihai, tergantung kemampuan beradaptasi mereka.
Sebagian besar perubahan peran tersebut muncul seiring faktor kedewasaan, dimana semakin bertambahnya usia, kita seolah dituntut untuk mengikuti perubahan, menjadi sosok yang bisa menyatu dengan masyarakat. Peran menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak, peran menjadi pasangan ideal bagi seseorang, peran menjadi menantu yang baik di mata mertua, peran menjadi rekan kerja yang baik di kantor, dan masih banyak lagi.
Kita tidak bisa mengelak dari kenyataan itu, pilihannya hanya berusaha menjadi sosok ideal sesuai tuntutan (dengan cara membaur menjalani peran) atau memberontak dan membentuk peran tersendiri, lain daripada yang lain. Setiap pilihan memiliki resikonya masing-masing, namun setiap sisi dunia menyimpan resikonya sendiri, bukan? Jadi mau tidak mau akan terus menghadapi hal-hal semacam itu.
Hm, jika berbaur menjalani peran, apa bedanya dengan menggunakan topeng? Saat menghadiri jamuan makan malam untuk urusan pekerjaan resmi, kita akan memasang topeng "wibawa dan bermatabat", melempar senyum dan tawa (yang mungkin saja palsu). Di lain pihak, saat menghadiri pertemuan antar keluarga besar, kita memasang topeng "ramah dan terbuka", menebar pesona pribadi yang baik-baik saja. Belum lagi topeng-topeng lain yang harus dipasang untuk acara pertemuan dengan rekan kerja, bertemu teman-teman dari pasangan, keluarga besar, klien, guru dari anak kita, dan semacamnya.
"Words like mysterious mermaids..." -- Sanober Khan
Seperti yang sudah saya singgung di atas, setiap orang bisa menjadi pribadi yang tak tertebak. Banyak alasan mendasari hal tersebut, bisa dari faktor lingkungan, juga pengaruh masa lalu dan sebagainya. Jika kita tidak mampu menebak perilaku seseorang di masa depan, bisakah kita menebak perilaku mereka di masa sekarang, saat ini juga? Coba lihat siapapun yang ada di dekat kalian. Bisakah kalian menebak apa yang sedang dia pikirkan? Apa peran yang sedang dia tampilkan? Tulus atau berpura-pura?
Jika mereka terlihat murung dan kalian melemparkan pertanyaan, "Apakah kamu baik-baik saja?" kemudian dijawab dengan, "Saya baik-baik saja," apakah dengan demikian kalian bisa simpulkan bahwa dia memang baik-baik saja? Belum tentu. Selalu ada misteri yang melingkupi seseorang, sekalipun orang tersebut terlihat berkepribadian terbuka. Jadi, apakah jawaban "Saya baik-baik saja" tersebut bermakna sebaliknya? Tidak juga, bisa jadi memang dia benar. Haha. Aneh juga ya teorinya.
Kalian mengerti maksud saya? Bahkan dalam sebuah kalimat sederhana semacam "baik-baik saja", ada banyak aspek yang bisa dikupas. Benarkah dia baik-baik saja padahal terlihat muram? Apakah dia tidak ingin dikasihani? Apakah dia tidak ingin masalahnya terungkap? Masih banyak pertanyaan yang bisa diajukan, itupun jika kita peka. Jika tidak, maka jawabannya akan kita terima begitu saja secara harfiah.
Justru, seringkali kita melakukannya, bukan? Mengatakan A padahal maksudnya B dan seterusnya. Apakah kita berharap bahwa orang yang kita ajak bicara memahami maknanya? Jika dia tidak paham, lalu apa gunanya mengatakan A? Apakah semua demi kesejahteraan bersama? Demi tidak memancing konflik lebih lanjut? Atau sekedar gengsi? Well, inilah keunikan dan kerumitan manusia. Kita seolah memberikan semacam kode dalam segenap perilaku, kode yang bisa saja disalahartikan oleh orang lain, meski kita tidak bermaksud demikian.
Lalu, siapa pihak yang salah disini? Yang melakukan suatu tindakan dengan segenap kode terkait, atau subjek yang menerima perlakuan tersebut? Tidak ada yang salah dan benar. Masing-masing menggunakan persepsi dalam bersikap dan menerima sikap. Misal, saat seseorang memaki dengan kata kasar, orang lain yang dibesarkan dalam lingkungan penuh sopan santun akan mendengarnya sebagai penghinaan terbesar, sementara orang lain yang dibesarkan di lingkungan yang kerap berkata kasar, maka makian tersebut mungkin dianggap wajar.
Begitu banyak bahan rujukan sebagai sumber ilmu mengenai kode dalam perilaku manusia, mulai dari ucapan, gerak tubuh, cara berjalan, cara menulis dan lainnya. Jika kita menguasai semuanya, apakah dengan demikian kita bisa menebak makna tingkah laku seseorang? Tidak secara total, karena manusia itu sendiri penuh dengan unsur tak terduga, sehingga itulah letak kesulitannya. Kita hanya bisa menerka, tapi makna aslinya hanya si subjek itu sendiri yang tahu. Jika orang lain berusaha memahami tingkah laku kita, misalnya, mungkin terkaannya hanya benar beberapa. Selebihnya, kita sendirilah yang tahu apa makna aslinya. Benar, kan?
Bagaimana, apakah terdengar rumit? Itulah yang kita temui setiap harinya kok, sadar atau tidak sadar. Mungkin pikiran saya saja yang terlampau berlebihan sehingga menulis artikel semacam ini. Hehe.
"Never underestimate the social awareness and sense of reality in a quiet person..."
-- Criss Jami
Saya hanya ingin mengingatkan, bahwa jangan pernah meremehkan kemampuan seseorang dalam menghadapi perubahan hidupnya. Kita tidak pernah tahu secara persis apa yang dia alami, karena memang kita tidak akan pernah bisa menyelami pikiran seseorang. Jika kita merasa bahwa kita tahu seluk-beluk mengenai orang tersebut, juga mendengar langsung dari yang bersangkutan, tetap saja itu semua tidak memadai untuk memberikan penilaian. Mereka bisa saja menyimpan sesuatu yang kita tidak tahu.
Selalu ada misteri dalam diri setiap orang, selalu ada alasan di balik tingkah mereka, sejahat apapun itu. Jika kita tidak memahaminya, lebih baik biarkan. Masih banyak kegiatan positif yang bisa dilakukan ketimbang berusaha menebak kenapa si A berkata demikian, kenapa si B bersikap demikian dan semacamnya. Memikirkannya sekali dua kali tidak masalah, namun jangan sampai terjerumus dalam pikiran negatif mengenai seseorang. Hal seperti itu akan terasa sangat melelahkan, percayalah.
Kenapa kita mudah mengingat tingkah buruk seseorang, padahal bisa saja dia pernah berbuat baik kepada kita? Siapakah kita, pribadi yang sok melabeli seseorang, pribadi yang mudah mengatakan "dia jahat", padahal bisa saja kita pernah melakukan tindak "kejahatan" itu kepada orang lain di masa lalu? Pernahkah hal itu terlintas dalam pikiran?
Saya tidak sedang membicarakan penjahat yang membunuh manusia lain atau kegiatan keji semacam itu. Beda topik. Saya mengetengahkan mengenai hal-hal biasa yang terjadi di keseharian, hal-hal yang sering menjadi ajang pergunjingan satu sama lain, dimana kita dengan mudahnya akan menilai si A demikian dan si B demikian, sebagian besar negatif.
Hm, jika kita dengan mudahnya menghakimi tingkah seseorang dengan label negatif seperti itu, apakah kita sendiri sudah merasa menjadi malaikat yang tak berdosa? Bukankah pada akhirnya semua manusia kerap melakukan kesalahan? Ironis, bukan?
-Bayu-
Note: Jika membicarakan mengenai misteri dan teka-teki, musik Lana del Rey cocok menemani proses menulis. Lagunya yang berjudul "West Coast" sarat dengan unsur dark psychedelic soft rock, aneh namun elegan. Suara khas Lana del Rey sungguh menghanyutkan. Lagu ini sanggup memancing tangan saya bergerak lincah di atas keyboard laptop. Oh Lana, you're rock, girl!
![]() |
image source: myspace |