![]() |
image source: theodysseyonline.com |
"To love yourself right now, just as you are, is to give yourself heaven" -- Alan Cohen
Sore ini saat sedang bersantai di rumah, saya memutuskan untuk menonton ulang film animasi "Shrek" dan "Shrek 2" berturut-turut. Entah kapan terakhir kalinya saya menonton kedua film itu. Efeknya sungguh luar biasa. Saya tertawa, tersenyum dan dibuat terkesima oleh penceritaannya yang brilian. Film Shrek yang pertama menang di kategori "Best Animated Feature" pada ajang Academy Awards (Oscar) 2002, dan dinominasikan dalam kategori naskah adaptasi terbaik. Film keduanya "hanya" dinominasikan dalam kategori "Best Animated Feature Film of The Year" dan lagu original terbaik untuk single "Accidentally In Love" yang dibawakan oleh Counting Crows (Ah, saya masih ingat bagaimana penampilan band tersebut di panggung Oscar saat itu!).
Disadur dari cerita bergambar karangan William Steig produksi tahun 1990, Shrek memberi sentuhan baru pada dunia animasi Hollywood, dan hebatnya, mampu mengalahkan animasi Disney "Monsters, Inc." di ajang Oscar. Awalnya saya tidak tertarik menonton, mengingat karakternya "tidak terlalu menjual", namun jangan pernah menilai dari penampilan luar, bukan? Keputusan menonton Shrek dan mengikuti sekuelnya adalah keputusan tepat.
Kondisi rendah diri ini banyak dialami oleh mereka yang kerap termakan omongan media dan kerap membandingkan satu sama lain, dimana mereka akan menganggap kondisi fisik sempurna adalah sumber kebahagiaan hidup. Really? Mungkin dalam beberapa kasus benar, tapi bisa jadi itu hanya kebahagiaan sesaat. Lagipula, jika kita melihat kebahagiaan dalam diri seseorang yang terlahir dengan fisik sempurna, sebenarnya kita hanya melihat dari satu sisi, yakni sisi kita sendiri. Kita belum melihat secara dalam dari sisi orang tersebut. Siapa tahu dia tersiksa secara emosi, atau hal lain. Ingat, selalu ada dua sisi dalam mata uang, dan kedua sisi bisa menampilkan kondisi berbeda.
Jadi, jangan lantas merasa rendah diri begitu melihat orang lain tampak sempurna. Jangan pula lantas mengikuti tuntutan kesempurnaan itu sendiri. Oke, jika melakukan olahraga untuk menjaga bentuk tubuh sehat, itu bisa ditoleransi. Yang salah adalah terobsesi untuk menjaga bentuk tubuh sempurna terus-menerus. Melakukan diet mati-matian dan mengabaikan kesehatan, itu bukanlah keputusan tepat. Mengubah warna kulit? Melakukan operasi plastik untuk bagian tubuh tertentu? What actually are they thinking?
Hm, sesungguhnya sangat sulit untuk campur tangan dalam masalah yang sudah berurat akar ini. Siapalah saya berani menceramahi kalian mengenai kondisi fisik dan sebagainya? Haha. Saya sendiri bukan sosok sempurna kok, tapi setidaknya saya tidak akan membiarkan diri ini terjebak dalam kecemasan tuntutan kondisi fisik secara berlebihan. Saya seringkali dikritik mengenai badan yang kurus, tapi ya sudahlah. Saya adalah diri saya, dengan kondisi fisik seperti ini. Well, setidaknya saya masih ingat untuk menjaga kesehatan. Saya juga tahu rasanya dikritik mengenai kondisi fisik, sehingga sebisa mungkin saya akan menjaga lisan ini untuk tidak menghina kondisi fisik seseorang.
Merubah mindset orang lain untuk tidak berpikir macam-macam mengenai kondisi fisik seseorang bukanlah pekerjaan mudah. Setiap orang memiliki pandangan tersendiri, tergantung asupan informasi apa yang mereka peroleh. Bagi kalian yang membaca artikel ini, saya berharap kalian tahu bahwa menghina kondisi fisik seseorang bukanlah tindakan baik. Sama sekali tidak baik.
Pada akhirnya, yang harus kita lakukan adalah menerima dengan ikhlas kondisi fisik kita, apa adanya. Mata kita sipit sementara mata orang lain lebar? Lalu kenapa? Kulit kita berwarna gelap sementara orang lain berkulit putih cerah? Lalu kenapa? Memangnya ada yang akan memberi denda untuk warna kulit? You know what, sebenarnya ketakutan kita adalah masalah penerimaan. Kita takut orang lain menganggap kita buruk rupa, kita takut melihat sorot belas kasihan atau sindiran di mata mereka.
Hei, biarlah mereka berpikir apa yang mereka ingin pikir. Biarlah mereka menghakimi apa yang mereka ingin hakimi. Semakin kita tersudut, semakin "kerdil" diri kita jadinya. Justru dengan tersenyum, bangkit dan berjalan dengan penuh percaya diri, saat itulah orang lain bisa menganggap bahwa kita tidak terbebani dengan masalah kondisi fisik. Tampilkan pesona kita apa adanya, dengan kebaikan hati dan self confidence. Kita cenderung menaruh penghormatan kepada sosok yang baik hati dan penuh percaya diri, bukan?
Tidak perlu pusing merubah mindset orang lain. Semua bisa dimulai dari diri sendiri.
-Bayu-
Note: Biasanya saya mendengarkan satu lagu berulang-ulang saat menulis satu artikel, namun kali ini hal itu saya rubah. Mengingat ini adalah artikel mengenai kesan menonton film Shrek, maka saya memutuskan untuk memutar satu album OST Shrek 2 (salah satu album soundtrack terbaik yang saya punya!) sepanjang proses menulis, dan efeknya sungguh luar biasa! Jemari saya bergerak lincah di atas laptop. AH, semua lagu dalam album ini bagus, namun jika harus memilih, favorit saya adalah Counting Crows dengan "Accidentally In Love", Frou Frou dengan "Holding Out For A Hero", dan Joseph Arthur dengan "You're So True".
![]() |
image source: playbuzz.com Karakter film "Shrek 2", dari kiri ke kanan: Donkey, Puss in Boots, Shrek dan Putri Fiona |
Who the hell is Shrek? Seperti kalian lihat di atas, Shrek adalah seorang ogre, seorang monster yang dijauhi penduduk. Merasa terusik dengan kehadiran banyak tokoh dongeng terbuang yang mendiami tempat tinggalnya, Shrek terpaksa membuat kesepakatan dengan Lord Farquaad, seorang pangeran yang ingin menjadi raja. Shrek harus membebaskan Putri Fiona di kastil terpencil (yang dijaga oleh seekor naga ganas) untuk kemudian diserahkan kepada Lord Farquaad, jika ingin tempat tinggalnya kembali tenang. Dibantu oleh Donkey, seekor keledai yang tak pernah berhenti mengoceh, Shrek pun melaksanakan misi pembebasan sang tuan putri. As simple as that.
Jelas saja naskah Shrek dinominasikan masuk Oscar, karena memang jalinan kisahnya brilian. Menambal sulam beberapa kisah dongeng dan budaya populer adalah kekuatan film ini. Seluruh karakternya terbangun dengan rapi, begitu pula alurnya. Pada akhirnya, penonton akan disuguhi sebuah pesan tersirat: terimalah keadaan diri kita apa adanya, tidak perlu merasa rendah diri.
"Accept youself, love yourself, and keep moving forward" -- Roy T. Bennett
Seperti yang kita ketahui, Tuhan telah memberi anugerah fisik kepada setiap manusia secara berbeda, dan kita harus menerimanya dengan lapang dada. Ya sudah, memang beginilah kondisi fisik kita apa adanya. Accept yourself. Love yourself. Lagipula, apalah gunanya fisik sempurna jika ternyata hatinya jahat, atau tingkah lakunya menyebalkan, bukan? Kurang lebih begitulah intisari film Shrek dan Shrek 2. Semua itu dibalut dalam sebuah animasi komedi yang fantastis.
Sayangnya, tidak semua orang berpandangan demikian. Namanya juga manusia. Adakalanya saat diberi anugerah, malah lupa diri. Fisik yang sempurna dimanfaatkan untuk hal-hal tidak baik, dimanfaatkan demi kepentingan diri sendiri. Sempurna dan tidak sempurna, itulah dua kutub ujian bagi setiap manusia. Well, kriteria "kesempurnaan fisik" pun sebenarnya adalah produk pikiran manusia itu sendiri. Kita sudah tercuci otak bahwa kondisi fisik yang sempurna berdasarkan tinggi badan, berat badan, raut wajah, warna kulit, warna rambut dan sebagainya. Media memperlakukan kriteria tersebut dengan kekejaman luar biasa, membuat semua orang yang tidak masuk "kriteria fisik sempurna", bukanlah manusia idaman, sehingga berujung pada rendah diri.
"When you love yourself, people can kind of pick up on that: they can see confidence, they can see self-esteem..." -- Lilly Singh
Kondisi rendah diri ini banyak dialami oleh mereka yang kerap termakan omongan media dan kerap membandingkan satu sama lain, dimana mereka akan menganggap kondisi fisik sempurna adalah sumber kebahagiaan hidup. Really? Mungkin dalam beberapa kasus benar, tapi bisa jadi itu hanya kebahagiaan sesaat. Lagipula, jika kita melihat kebahagiaan dalam diri seseorang yang terlahir dengan fisik sempurna, sebenarnya kita hanya melihat dari satu sisi, yakni sisi kita sendiri. Kita belum melihat secara dalam dari sisi orang tersebut. Siapa tahu dia tersiksa secara emosi, atau hal lain. Ingat, selalu ada dua sisi dalam mata uang, dan kedua sisi bisa menampilkan kondisi berbeda.
Jadi, jangan lantas merasa rendah diri begitu melihat orang lain tampak sempurna. Jangan pula lantas mengikuti tuntutan kesempurnaan itu sendiri. Oke, jika melakukan olahraga untuk menjaga bentuk tubuh sehat, itu bisa ditoleransi. Yang salah adalah terobsesi untuk menjaga bentuk tubuh sempurna terus-menerus. Melakukan diet mati-matian dan mengabaikan kesehatan, itu bukanlah keputusan tepat. Mengubah warna kulit? Melakukan operasi plastik untuk bagian tubuh tertentu? What actually are they thinking?
"You have to love yourself or you'll never be able to accepts compliments from anyone" -- Dean Wareham
Hm, sesungguhnya sangat sulit untuk campur tangan dalam masalah yang sudah berurat akar ini. Siapalah saya berani menceramahi kalian mengenai kondisi fisik dan sebagainya? Haha. Saya sendiri bukan sosok sempurna kok, tapi setidaknya saya tidak akan membiarkan diri ini terjebak dalam kecemasan tuntutan kondisi fisik secara berlebihan. Saya seringkali dikritik mengenai badan yang kurus, tapi ya sudahlah. Saya adalah diri saya, dengan kondisi fisik seperti ini. Well, setidaknya saya masih ingat untuk menjaga kesehatan. Saya juga tahu rasanya dikritik mengenai kondisi fisik, sehingga sebisa mungkin saya akan menjaga lisan ini untuk tidak menghina kondisi fisik seseorang.
Merubah mindset orang lain untuk tidak berpikir macam-macam mengenai kondisi fisik seseorang bukanlah pekerjaan mudah. Setiap orang memiliki pandangan tersendiri, tergantung asupan informasi apa yang mereka peroleh. Bagi kalian yang membaca artikel ini, saya berharap kalian tahu bahwa menghina kondisi fisik seseorang bukanlah tindakan baik. Sama sekali tidak baik.
Pada akhirnya, yang harus kita lakukan adalah menerima dengan ikhlas kondisi fisik kita, apa adanya. Mata kita sipit sementara mata orang lain lebar? Lalu kenapa? Kulit kita berwarna gelap sementara orang lain berkulit putih cerah? Lalu kenapa? Memangnya ada yang akan memberi denda untuk warna kulit? You know what, sebenarnya ketakutan kita adalah masalah penerimaan. Kita takut orang lain menganggap kita buruk rupa, kita takut melihat sorot belas kasihan atau sindiran di mata mereka.
Hei, biarlah mereka berpikir apa yang mereka ingin pikir. Biarlah mereka menghakimi apa yang mereka ingin hakimi. Semakin kita tersudut, semakin "kerdil" diri kita jadinya. Justru dengan tersenyum, bangkit dan berjalan dengan penuh percaya diri, saat itulah orang lain bisa menganggap bahwa kita tidak terbebani dengan masalah kondisi fisik. Tampilkan pesona kita apa adanya, dengan kebaikan hati dan self confidence. Kita cenderung menaruh penghormatan kepada sosok yang baik hati dan penuh percaya diri, bukan?
Tidak perlu pusing merubah mindset orang lain. Semua bisa dimulai dari diri sendiri.
-Bayu-
Note: Biasanya saya mendengarkan satu lagu berulang-ulang saat menulis satu artikel, namun kali ini hal itu saya rubah. Mengingat ini adalah artikel mengenai kesan menonton film Shrek, maka saya memutuskan untuk memutar satu album OST Shrek 2 (salah satu album soundtrack terbaik yang saya punya!) sepanjang proses menulis, dan efeknya sungguh luar biasa! Jemari saya bergerak lincah di atas laptop. AH, semua lagu dalam album ini bagus, namun jika harus memilih, favorit saya adalah Counting Crows dengan "Accidentally In Love", Frou Frou dengan "Holding Out For A Hero", dan Joseph Arthur dengan "You're So True".
![]() |
image source: amazon.com |
Wuahaha. Dulu gue pas SD-SMA pengin banget punya rambut lurus. Kadang suka males ikal-ikal begitu, eh gak tau kenapa sekarang menerima diri. Soalnya banyak cowok berambut lurus males dengan rambutnya itu. Dia malah pengin ikal. Ckck. Hm... sekarang juga masih pengin gemuk, tapi apa daya badan gue tetap saja kurus. :(
BalasHapusKalau soal yang menghina fisik itu jahat, sih. Itu sama aja menghina Tuhan. :))
semoga ini cuma prasangka jelek ku aja ya.
BalasHapuskarena yang sering terjadi adalah "apapun kesalahan kamu, kamu akan selalu dimaafkan jika kamu cantik"
bukan aku merendahkan diriku sendiri. tapi aku bukan orang yang termasuk cantik, malah bisa dikatakan jauh dari kata cantik. setiap kali aku melakukan kesalahan di masa lalu, semua orang sering kali mengungkitnya, padalah saat ini aku udah nyoba buat berubah. mereka bahkan nggak pernah mau ngeliat sisi aku yang sekarang ini,mereka terus men-cap aku dengan predikat jelek.
sementara itu, ada beberapa perempuan, mereka cantik, mereka pernah melakukan hal yang sama seperti apa yang aku lakukan. tapi orang lain memperlakukan mereka berbeda sekali. seolah mereka tidak pernah melakukan semua itu, seolah kesalahan mereka termaafkan.
syukuri aja apa adanya diri kita ....
BalasHapus