Menulis: Kebutuhan atau Tuntutan?

image source: customessaywriter.com
"You can do anything as long as you have the passion, the drive, the focus, and the support" -- Sabrina Bryan

Saya pernah menyatakan melalui blog ini, bahwa menulis itu sebuah proses yang tidak mudah, tidak juga sulit. Kuncinya terletak di pola pikir. Jika kita menganggap menulis itu sulit, maka selamanya menulis akan menjadi sulit. Begitu pula sebaliknya. Kebanyakan dari kita sering berpikir bahwa menulis menjadi hal yang menakutkan tatkala berhadapan dengan EYD dan "bobot" tulisan.

Tenang saja, EYD bisa dipelajari. Saya sendiri masih belum memahami EYD dengan baik, tapi setidaknya hal itu tidak menjadi penghalang menulis. Justru yang menghalangi saya adalah diri sendiri, alias rasa malas yang menghampiri. Gangguan yang satu itu sangat sulit diberantas. Sekali hinggap, dipastikan butuh banyak usaha untuk mengenyahkannya.

Hambatan lain yang mungkin timbul dalam diri para blogger atau penulis adalah ketakutan akan penerimaan orang lain. Ketakutan tulisannya akan dicemooh. Ketakutan tulisannya terlalu remeh dan tidak berbobot. Ketakutan tidak akan ada yang membacanya.

"Writing heals my heart like no pill ever could" -- Rob Bignell

Selama ini, jika mengalami pergolakan emosi negatif, saya akan memendamnya. Saat diri ini tidak sanggup lagi menampung, maka luapan emosi negatif akan keluar dan berujung pada penyesalan. Itu cara yang salah, saya tahu. Maka dari itu, sejak beberapa bulan belakangan ini saya mencoba "terapi menulis". Saat emosi negatif menghampiri, saya akan menuliskannya ke dalam laptop atau menulis di selembar kertas.

Setelah selesai menumpahkan semua emosi negatif (termasuk makian yang tidak berani diumbar secara lisan), saya merasa lega. Damai. Tenang. Senyum pun terkembang. Perasaannya sama seperti ketika kita melakukan "curhat" ke orang lain, seolah ada beban yang terangkat dari pundak. Bedanya, saat menumpahkannya lewat tulisan, kita tidak perlu memikirkan bagaimana reaksi orang lain saat mengetahuinya. Toh kita menumpahkannya ke benda mati, yang notabene tidak akan bereaksi apapun. Sejak itu, saya kerap menulis tatkala emosi negatif datang. Lambat laun saya menyukai prosesnya.

"There are many advices on writing, The best i know is stop reading them and start writing" -- Bangambiki Habyarimana 

Masalah muncul tatkala kita mengunggah tulisan itu untuk dibaca orang banyak. Akan ada konsekuensi yang ditanggung: orang lain menyukainya, atau tidak sama sekali. Bagaimana reaksi orang lain? Kritik, pujian dan saran mengalir. Permintaan muncul. Tuntutan berkembang. Sama seperti hidup. Kita bersekolah sampai jenjang tertinggi, bekerja, menikah, memiliki anak, begitu seterusnya sesuai norma yang berkembang. Jika proses menulis sudah masuk ke tahap "tuntutan" sama seperti tuntutan hidup, maka prosesnya sudah ternodai.

Kalau sudah demikian, apa bedanya menulis dengan memenuhi tuntutan hidup?

Bagi saya, menulis adalah kebutuhan. Saya butuh menulis untuk meredam gejolak emosi, untuk memaknai sesuatu, untuk mencurahkan hasil pemikiran sekaligus menaikkan kepercayaan diri. Tidak semua tulisan harus dilempar ke publik. Saya sendiri sampai saat ini memiliki tulisan yang hanya untuk dikonsumsi pribadi.

Saya pun cenderung anti mainstream, sehingga tidak menyukai pola sama seperti yang blogger lain lakukan. Saya tidak ahli dalam menulis travelling, food, asmara, humor, kegiatan harian dan segala macam. Niche yang saya incar bukan demikian. Saya mencari celah tersendiri dan menuangkan apa yang saya ingin tuangkan. Entah blog ini harus dikategorikan ke dalam niche mana.

"You can make anything by writing" -- C.S Lewis

Semua yang saya tulis di atas meniadakan satu faktor: monetisasi blog. Jika memonetisasi blog, mungkin tuntutannya akan menjadi ini itu. Saat ini, saya tidak sanggup memenuhinya, maaf. Saya malah akan berfokus pada tuntutan tersebut, bukan pada menikmati prosesnya. Blog ini biarlah menjadi simbol kemerdekaan saya dalam menuangkan hasil pikiran, bukan memenuhi apa yang pihak lain inginkan. Yang menjadi permasalahan adalah jika keputusan saya ini dicela. Tolong dipahami. Mari kita bersikap dewasa dalam menyikapi keputusan yang diambil seseorang dalam meramu blognya.

Jika kita menyukai proses menulis, maka dijamin tidak akan ada yang bisa menghentikan kita dalam melakukannya. Jika kita enjoy dalam menulis, maka hasilnya pun akan memuaskan. Sama seperti atlet yang sedang menghadapi sebuah pertandingan penting. Jika dia tidak enjoy dalam melakukannya, yang terbayang adalah ketakutan untuk memberikan hasil terbaik. Hasil akhirnya justru sering mengecewakan. Oleh karena itu, luangkanlah waktu terbaik untuk menulis. Menulis dan rasakan manfaatnya. Jika kalian menulis untuk konsumsi publik, maka harus siap dengan konsekuensinya. Jika tidak siap, maka kembalikan ke ranah pribadi. Sesederhana itu.

Kembali ke judul tulisan di atas, "Menulis: Kebutuhan atau Tuntutan?" Saya akan menjawab "kebutuhan". Sekalinya saya berkecimpung dalam tulisan untuk memenuhi tuntutan, maka saya khawatir tidak akan bisa menjadi diri sendiri. Tidak, bukan itu saya saya mau. Saya ingin menulis dan merasakan kebahagiaan saat prosesnya selesai. Mohon hargai pilihan ini. Terima kasih.

Selamat berakhir pekan.

-Bayu- 



Note: Musik Ariana Grande biasanya hanya menjadi one hit wonder di telinga saya, tapi entah kenapa single "Into You" selalu menempel di benak, meski sudah saya coba enyahkan. Pantas saja lagu ini terasa "renyah", karena ada Max Martin sebagai salah satu produsernya, sang produser "bertangan emas". Musik dance pop yang easy listening ini mengiringi saya selama proses menulis.
Image source: fuse.tv

5 komentar

  1. Saya dpat kabar dari tman saya icha di twitter klo tulisan ini katanya bagus, tapi nggk bisa dikomentarin. Bdw, saya sakarang bisa mengomentarinya. Sbuah khormatan bagi saya mlihat dan menerobos celah yang ada. Tidak ada sistem yang aman.

    Oiya. Pada akhirnya saya juga setuju sama icha kalau tulisan ini mmng bagus. Monetisasi blog kerap kali menjadi racun bagi para pnulis yg baru menekuni dunia ini. Visitor dan jumlah klik yng menjadi tuntutan mereka. Shingga merubah esensi dari menulis itu sendiri.

    Terakhir. Jika bayu yg mnjadi garda terdepan untuk menyatakan bahwa menulis itu tntang kebutuhan dan kebebasan. Maka saya akan selalu berada disamping menemani untuk mendukung pernyataan ini. Bahwa menulis adalah kemerdekaan pribadi yang bebas dari interpensi pihak manapun!

    BalasHapus
  2. Komen Reyhan di atas mewakili apa yang mau aku muncratkan di sini. Aku juga akan selalu berada di samping untuk menemani dan mendukung apa yang udah kamu tulis di postingan ini, Bay. Tentu para blogger lain juga gabung dalam barisan. Melawan tuntutan tulisan harus pejwan, ber-SEO, berkonten bermutu, bla bla bla.

    Selalu melahirkan senyum positif tiap baca post kamu. Menenangkan. Termasuk post yang ini. Aku juga punya tulisan pribadi yang nggak aku anu ke publik. Yang tau cuma aku dan beberapa teman. Teman yang ngertiin aku kenapa bisa nulis itu. Menurutku, menulis adalah bentuk terapi diri sendiri. Saat aku kesal sama keadaan, trus aku bawa nulis, sehabis nulis aku ngerasa lega bahkan nyesal kenapa tadi nyalahin keadaan. Saat sedih, aku nulis juga dan begitu selesai nulis, aku ngerasa sedih itu cuma sementara. Semua manusia pasti ngerasain kesedihan, tapi kesedihan itu nggak berlangsung selamanya. Cepat atau lambat, pasti bahagia lagi.

    Terima kasih sudah nulis ini, Bay. Aku ngarepnya banyak blogger yang baca ini. Dan sadar kalau menulis itu bukan tuntutan hidup. Bukan memberatkan kita. Bukan beban. Bukan wujud mencari perhatian. Tapi lebih bermakna dan lebih "bersih" dari itu. :)

    Btw, Bay. Kemana aja? Udah lama kamu nggak nulis nih. Huhuhu.

    BalasHapus
  3. Kirain aku doang yang kaget perihal mas Bayu tiba2 matiin fitur komentar di blog dengan hanya meninggalkan dua postingan terakhir.
    Sedih rasanya :(

    Kita semua nggak tau apa yang mas Bayu rasakan belakangan ini, tapi kita berharap, terutama aku, mas Bayu bisa melewati itu semua.

    Tetap semangat! Dan ya, kita akan selalu mendukung apapun keputusan yang mas Bayu ambil.
    Mungkin, dengan cara ini mas Bayu hatinya bisa tenang :') dengan tetap menulis tanpa perlu merasa dituntut.

    BalasHapus
  4. kalau aku sich menulis itu ya bukan sebuah tuntutan, kapan aku harus menulis ya udah menulis aja, kalau lagi nggak mood ya udah nggak usah menulis :)

    BalasHapus
  5. menulis itu kebutuhan yang menjadi tuntutan, tuntutan buat dapat sesuatu entah itu materi atau apapun dari apa yang gw tulis

    BalasHapus

 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.