Kebiasaan Saat Menulis di Blog dan Blogwalking


Image source: picjumbo.com

Kebiasaan lahir akibat adanya sebuah tindakan yang berulang.

Banyak kegiatan yang dilakukan sama oleh setiap orang, contohnya adalah makan, minum, berjalan, membaca, berbicara, dan lain sebagainya. Inti kegiatannya memang sama, tapi apakah sama persis satu sama lain? Tidak. Contohnya saja saat kita makan. Ada yang makan menggunakan sendok garpu, menggunakan tangan, menggunakan sumpit, dan sebagainya. Atau saat berjalan, ada yang berjalan dengan langkah cepat, ada yang pelan, ada yang sembari melihat layar smartphone, dan sebagainya. 

Uniknya, perbedaan tersebut muncul karena adanya kebiasaan yang diterapkan dalam diri seseorang. Sadar atau tidak, kita akan mengembangkan semacam pola tertentu dalam mengerjakan sesuatu, apapun itu. Mulai dari bangun tidur sampai akan tertidur lagi, semua pola tersebut telah tertanam dalam benak, siap untuk dilanjutkan lagi keesokan harinya. Jika polanya rusak, kita akan segera beradaptasi dengan mengembangkan pola baru atau berusaha memperbaiki pola yang rusak tersebut.

"We are what we repeatedly do. Excellence, then, is not an act, but a habit" -- Aristotle

Saya tertarik membahas ini karena saya menyadari bahwa beberapa kebiasaan saya ternyata ada yang (mungkin) tidak semua orang lakukan. Saya tidak akan menuliskan semuanya disini, hanya mengerucut pada aktivitas seputar blog saja, yaitu menulis artikel dan blogwalking.

Menulis adalah sebuah proses yang tidak mudah, tidak juga sulit. Kemampuan setiap orang dalam menuangkan hasil pikiran ke dalam sebuah tulisan juga beragam. Dimulai dari menangkap ide. Ide tulisan bagi seorang penulis tentulah sebuah harta karun mentah, yang mana harus diolah dulu sebelum akhirnya menjadi sebuah tulisan. Ide dikembangkan di otak, dan proses menangkapnya adalah sebuah usaha tersendiri. Mudah? Tergantung situasi dan kondisi. Bagi saya pribadi, ide bisa datang dari mana saja, biasanya dari tiga produk budaya populer: musik, film dan buku.

Saat mendapat ide tulisan, rasanya seperti ada yang menyalakan "lampu" di kepala saya. Imajinasi saya langsung mengambil alih, dan mengembangkan ide tersebut sedemikian rupa, sehingga terkadang saya harus menenangkan jantung yang berdegup keras karena terlampau girangnya mendapat ide. Dulu ide tersebut tidak pernah didokumentasikan, namun sejak saya tahu bahwa otak saya tidak mampu menyimpan banyak ide, maka sekarang saya selalu menulis ide apapun yang terlintas. Saya menyimpannya di smartphone agar lebih praktis.

Ide yang diendap tidak akan ada gunanya jika tidak diolah menjadi bentuk lain, dalam hal ini tulisan. Memulai aktivitas menulis bagi sebagian orang adalah hal yang berat, namun ada yang menganggapnya ringan. Saya adalah tipe pertama, yang setiap kali memulai menulis, seolah ada beban di pundak yang berat sekali, dan suara-suara dalam pikiran yang selalu berkata, "Udah, ngerjain yang lain aja, ngapain sih nulis? Ribet amat mesti buka-buka laptop segala." Begitulah. Pantas saja kalau saya ini mengkategorikan diri sebagai blogger yang tidak produktif menulis haha.

Jika tiba saatnya menulis, untuk melancarkan prosesnya, saya biasanya menyiapkan cemilan atau minuman favorit, dan mempersiapkan kondisi ruangan senyaman mungkin. Musik selalu menjadi pilihan utama untuk membangkitkan semangat menulis, sehingga saya selalu menetapkan satu lagu tertentu untuk didengarkan terus-menerus selama proses menulis. Pada masa-masa awal menulis di blog, saya menganggapnya hanya sebagai selingan belaka. Lama kelamaan, itu menjadi sebuah kebiasaan dan kebutuhan. Saya merasa sulit menuangkan kata demi kata jika tidak mendengarkan lagu favorit. Proses selanjutnya adalah menentukan tema tulisan dan mencari referensi terkait artikel yang akan saya tulis (quote, istilah, gambar, hingga sejarah singkat lagu yang sedang saya dengarkan), kemudian barulah menyatukan semuanya dalam satu artikel.

"If you are going to achieve excellence in big things, you develop the habit in little matters" -- Colin Powell

Lain proses menulis artikel, lain pula proses blogwalking. Berkomentar di blog orang lain bagi saya juga merupakan kegiatan menulis, sehingga prosesnya pun mesti spesial. Saya menemukan sebuah fakta: blogwalking di PC/laptop jauh lebih nyaman ketimbang via smartphone. Fakta ini menjadi kelemahan saya, dimana banyak blogger lain yang rajin blogwalking dengan media apapun dan dimanapun, sementara saya harus menunggu momen yang tepat untuk melakukannya. Jadi, mohon maaf untuk semua teman blogger di luar sana yang blog-nya kerap telat saya kunjungi (saya sangat berterima kasih jika kalian sudah berkunjung kemari dan meninggalkan jejak). Bukan bermaksud menyombong, murni karena saya ingin membaca postingan kalian dan berkomentar sepenuh hati dengan nyaman dalam suasana yang nyaman pula. Berbeda dengan proses menulis artikel, jika blogwalking, lagu yang saya dengarkan adalah lagu-lagu koleksi pribadi, tidak terbatas pada satu lagu saja.

Gustyanita Pratiwi (Nita) melalui postingannya yang berjudul "Supaya Pembaca dan Komentator Tidak Kapok Main ke Blog Kita" pernah menulis mengenai isu terkait pembaca dan komentator di blog:

...Perlakukan mereka sebaik mungkin, balas setiap komen yang masuk, dan jangan lupa berkunjung balik jika ada waktu luang.

Ah, kalimat itu sungguh benar adanya. Saya termasuk blogger yang tidak secepat kilat membalas setiap komentar yang masuk dan berkunjung balik, tapi jika waktu memungkinkan, saya pasti akan melakukannya. Akan tetapi, manusia tetaplah manusia, yang pelupa. Bisa saja ada blog yang saya lupa mengunjunginya. Sekali lagi, mohon maaf untuk itu. Saya akan berusaha menerapkan cara Nita menjamu komentatornya yang luar biasa banyak. Serius, saya selalu berdecak kagum manakala mengunjungi blognya dan mendapati komentar yang masuk sudah banyak sekali. Luar biasa. 

Kebiasaan berikutnya saat blogwalking adalah membaca artikel yang sedang saya baca lebih dari sekali, karena saya tertarik pada kalimat-kalimat yang unik dan menarik. Saya gembira jika mendapatkan kalimat yang saya cari, dan saya akan mengomentarinya dengan antusias, seantusias saya saat membaca balasan atas komentar tersebut. Ah, senang sekali rasanya ya jika komentar kita dibalas hehe. Setelah berkomentar, saya selalu mencatat di buku tersendiri, tanggal dimana saya melakukan blogwalking, berikut alamat blog dan judul artikel. Entahlah, apakah ada diantara kalian yang pernah melakukan hal serupa, atau jangan-jangan saya sendiri yang memiliki kebiasaan ini? :p

"If you create an act, you create a habit. If you create a habit, you create a character. If you create a character, you create a destiny" -- Andre Maurois

Itulah sekelumit kebiasaan terkait menulis di blog dan blogwalking yang saya lakukan. Bagaimana dengan kalian?

-Bayu-




Note: Musik jazz tidak selamanya harus dianggap "berat", karena ada subgenre jazz yang bisa coba kita nikmati sembari santai, salah satunya adalah smooth jazz. Tom Grant adalah salah satu musisi pengusung ini. Single-nya yang berjudul "Happy Feet" sangat cocok didengarkan sembari santai, dan lagu ini pula yang mengiringi saya selama menulis. Musik instrumental semacam ini sanggup membuat pikiran lebih tenang.
Image source: musicstack.com

READ MORE - Kebiasaan Saat Menulis di Blog dan Blogwalking

Semua Pekerjaan Membutuhkan Ilmu

Image source: minimalissimple.com

"The only way to do great work is to love what you do" -- Steve Jobs

Saat kecil, tentu banyak diantara kita yang menginginkan sebuah profesi yang membanggakan: presiden, pilot, dokter, polisi, tentara, dan lain sebagainya. Kenangan masa kecil menyatakan bahwa guru adalah profesi yang saya inginkan saat itu, kemudian berangsur bertambah menjadi jurnalis, psikolog, arsitek, seniman atau arkeolog (namanya impian tidak bisa kita kekang kemunculannya, kan?). One thing for surememimpikan suatu profesi dan mewujudkan keinginan tersebut adalah dua hal yang jelas berbeda, meskipun tindakan "mewujudkan" bisa bersumber dari "keinginan" yang kuat. Realita kehidupan bisa membuat kita terpaksa "menyesuaikan" semua impian masa kecil dengan keadaan. 

Bukan berarti semua orang terpaksa menyesuaikan lho. Ada yang masih terus bertahan dengan keinginannya, dan sejalan dengan kegigihannya mewujudkan keinginan itu, maka akhirnya dia pun mendapatkan profesi yang dia inginkan. Selamat untuk mereka yang berhasil mendapatkannya. Dalam kasus saya, saya adalah pihak yang tidak seberuntung itu. Kondisi keuangan membuat saya harus "menyesuaikan" jenjang pendidikan yang ditempuh, dan membanting setir ke arah profesi yang tidak sesuai dengan minat, yakni akuntansi. Kenapa harus akuntansi? Karena setelah dipertimbangkan dengan masak oleh keluarga (orang tua dan kakak), ilmu itu yang "katanya" cocok untuk saya.

Keluarga berharap bahwa pendidikan yang saya tempuh akan memudahkan saya mencari pekerjaan di ibukota yang katanya kejam ini, ibukota yang selalu menjadi tolak ukur bagi daerah lain. Hipotesa mereka ada benarnya, tapi satu formula ajaib harus ditambahkan ke dalam hipotesa tersebut, yakni "mencintai ilmu yang digeluti".

"If you happy in what you're doing, you'll like yourself, you'll have inner peace" -- Johnny Carson

Lagi-lagi, saya tidak seberuntung mereka yang benar-benar mempelajari akuntansi atas dasar rasa suka (apa sih asyiknya menghitung dan mengolah laporan keuangan sedemikian rupa, pikir saya saat itu). Saya mendalami ilmu untuk jangka pendek, untuk sekedar lolos UTS atau UAS (kampus saya tergolong ketat dalam menjaga nilai mahasiswa, dan ancaman DO membayangi jika kita lengah), tapi tidak menginginkannya untuk jangka panjang, sehingga ujian yang berhasil saya lalui selama beberapa semester hanya mampu dirasakan manisnya beberapa saat, setelah itu banyak yang hilang. Ilmu yang saya raih tidak semuanya saya simpan dalam memori jangka panjang.

Alhasil, saat berjuang mencari pekerjaan dengan menyandang status "fresh graduate", saya kalah dengan teman-teman seangkatan yang dengan cepatnya memperoleh tempat di perkantoran yang menghiasi ibukota, dan banyak yang sudah dipekerjakan oleh sebuah perusahaan sebelum mahasiswa itu sempat melempar toga ke udara, atau bahkan ada yang sudah dilirik oleh perusahaan sebelum mahasiswa itu tahu betapa menakutkan dan melelahkannya mengikuti sidang akhir! (iri hati jelas menghampiri saya saat itu). Saya tidak seperti mereka.

Butuh usaha ekstra keras hingga akhirnya nama saya dimasukkan ke dalam daftar nama karyawan sebuah perusahaan. Saya sungguh senang, meskipun pekerjaan awal saya tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan. Terima dan jalani dulu saja, pikir saya saat itu. Menjalani pekerjaan awal itu membuat saya mendapat banyak pengalaman berharga seputar "rimba" dunia kerja, khususnya dunia kantor, yang mana sikut-menyikut antar karyawan terjadi dan dipertontonkan dengan cerdas dan licik. Semua orang ingin dipandang, hampir semua orang mengedepankan ego masing-masing, sama seperti yang sering ditulis oleh Sidney Sheldon dalam novel-novelnya yang penuh tipu muslihat, atau novel hukum karangan John Grisham. Uang mampu merobohkan norma etis. Jujur, saya tidak sanggup mengikutinya. Akhirnya, saya putuskan untuk mencari pekerjaan lain. 

"You are always a student, never a master. You have to keep moving forward" -- Conrad Hall

Moving forward. Itulah yang saya lakukan. Alhamdulillah kantor berikutnya (kantor saya saat ini) menyediakan (hampir) segala hal yang sesuai dengan landasan agama, juga sesuai dengan latar belakang pendidikan saya. Apakah lantas pekerjaannya mudah? Tentu tidak. Pada masa-masa awal bekerja, saya menyadari bahwa saya belum menguasai logika ilmu yang seharusnya dikuasai. Saya merasa bodoh. Mengolah laporan keuangan tidak lagi untuk kepentingan lolos ujian akhir semata, melainkan berpengaruh pada pihak yang membacanya untuk kepentingan bisnis. This one is real, man! You can't just skip something that you don't know, but you have to face it, for real! Kalau dalam ujian, kita bisa melewati soal-soal yang sulit, tapi kali ini tidak! 

Tuntutan tetap ada, pressure semakin muncul seiring berkembangnya perusahaan, dan mau tidak mau saya harus menyesuaikan diri, atau tersingkir dengan yang lebih pintar. Saya pernah berada dalam kondisi dimana saya hampir menyerah total karena tidak sanggup menguraikan masalah dengan logika saya yang tidak secemerlang logika atasan, membuat saya terpuruk dan bekerja setengah hati. Saya memimpikan profesi lain yang terlihat lebih indah. Apakah saya salah memilih jurusan? Apakah saya seharusnya banting setir lagi mendalami ilmu lain dan beralih profesi?

Pilihan saya hanya ada dua: bertahan atau keluar. Bertahan adalah pilihan aman, namun saya harus mencari cara agar bertahan tanpa rasa kesal. Saya teringat film "The Devil Wears Prada", dimana si cantik Anne Hathaway harus berjuang menjadi asisten seorang editor in chief majalah fashion terkemuka. Anne berhasil menemukan formula jitu menghadapi tekanan pekerjaan, yakni menjadi "bagian" dari lingkungan kantor itu, memahami ilmunya dan pantang menyerah. 

Saya mulai mencoba mendalami logika yang sebelumnya tidak saya kuasai melalui diktat kuliah, mencari via internet, dan berdiskusi dengan rekan kerja. Saya juga memberanikan diri berkonsultasi dengan atasan mengenai permasalahan yang ada. Saya selalu khawatir jika dia akan menganggap saya bodoh, namun kini saya kesampingkan segala pikiran negatif itu. Biarlah dianggap bodoh awalnya, toh saya mencari solusi. Perjuangannya cukup sulit, namun kini sedikit demi sedikit menampakkan hasilnya. Deretan angka masih menjadi hal yang memusingkan dan membuat stres, namun saya tahu beberapa trik untuk mengolahnya. Mungkin beberapa rekan kerja menganggap saya mencari muka atau memandang sinis pencapaian saya, namun semua pekerjaan ada risikonya. 

Begitulah. Ternyata dengan mendalami ilmu terkait pekerjaan saat ini, saya merasa menjadi "bagian" yang penting dalam tim, dan itu membantu saya untuk menyukai profesi yang saya jalani saat ini.

Mendalami ilmu, dalam bidang apapun yang sedang kita tekuni saat ini, adalah sebuah faktor krusial untuk perkembangan diri ke depannya. Bagaimana kita mau merengkuh kesuksesan kalau tidak mengetahui ilmunya? Banyak cara memperoleh ilmu saat ini, entah melalui perantara orang lain secara langsung atau perantara media internet. Apapun itu, yakinlah bahwa menuntut ilmu tidak akan sia-sia. Untuk kalian yang masih menjalani proses menempa ilmu melalui jalur pendidikan resmi, jangan pernah sia-siakan kesempatan emas tersebut. Untuk yang sudah tidak lagi mengenyam pendidikan resmi, masih ada jalan lain untuk memperoleh ilmu, apa saja, melalui apa pun.

Seorang teman pernah berkata kepada saya: "Setiap pekerjaan yang tidak didasari dengan ilmu, ngga akan berhasil." Ya, kutipan dia sungguh benar. Kita adalah generasi yang disediakan teknologi untuk menunjang segala kegiatan, termasuk menuntut ilmu. Jangan pikirkan dulu apakah ilmu itu akan berguna untuk profesi kita saat ini, karena apa yang kita anggap remeh sekarang, belum tentu remeh untuk masa depan. Ilmu tidak akan pernah sia-sia, dan teman saya itu pun kembali menegaskan dengan sebuah pernyataan: "Kalo punya ilmu, ngga usah takut jadi orang susah."

Gunakan semua celah untuk menuntut ilmu. Untuk kalian yang belum mendapatkan profesi yang sesuai, perdalamlah ilmu di bidang yang kalian geluti, atau justru bidang lain yang kalian senangi. Cari sisi menarik dari ilmu/profesi yang sedang kalian jalani, apapun itu. Ambil kursus tertentu untuk menambah skill. Saya tidak membeda-bedakan profesi kantor dan non-kantor, karena profesi kantor pun tidak menjamin kesuksesan menaklukkan ibukota. Semua profesi adalah bagus sepanjang tidak merusak norma yang ada. 

"Live as if you were to die tomorrow. Learn as if you were to live forever" -- Mahatma Gandhi

Menjadi seorang blogger juga bukan berarti menyepelekan ilmu di baliknya. Blog yang saya bangun ini pun masih dalam proses belajar, dan tanpa sadar, semua blogger di luar sana menjadi mentor saya, baik secara langsung maupun tidak, dari awal hingga sekarang. Jadi, melalui artikel ini, saya ingin berterima kasih kepada kalian semua :-)

Mari, jangan pernah berhenti belajar!

-Bayu-



Note: Kekuatan musik The S.I.G.I.T mampu membangkitkan semangat dan membuat otak saya mengatur susunan kata demi kata. Cadas sekaligus indah dalam waktu yang bersamaan. Band lokal pengusung garage rock asal Bandung ini memiliki single berjudul "No Hook" yang sungguh tidak mudah dilupakan dalam jangka waktu lama. Lagu ini mengiringi saya dalam proses menulis.

Image source: en.wikipedia.org


READ MORE - Semua Pekerjaan Membutuhkan Ilmu
 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.