Dunia Maha Luas dalam Benak

Image source: contractiq.com
Ide awal menulis ini datang saat lelah akibat bekerja melanda. Pekerjaan yang saya geluti saat ini sering menuntut saya untuk menguras kemampuan otak dan fisik hingga maksimal, karena bukan hanya mengejar deadline laporan yang selalu membuat otak jungkir balik, fisik pun terkuras karena kerap bekerja melebihi jam kerja normal. Saya tahu mengeluh tidak akan menyelesaikan masalah, untuk itulah saya mencari pelarian lain. Blog sudah pasti menjadi pelarian indah untuk sejenak melupakan penatnya pekerjaan kantor, meskipun mengurus blog akhir-akhir ini sama sulitnya seperti menyelesaikan target pekerjaan saya (bahkan untuk sekedar blogwalking melalui smartphone).

Saat kesempatan datang untuk mengurus blog, saya tertegun membaca beberapa comment dari postingan terakhir saya. Ada blogger yang datang ke blog saya sehabis membaca postingan di blognya Icha Hairunnisa, dan saya sungguh bahagia. Jemari ini langsung mempersiapkan diri untuk meluncur ke blognya Icha, dan mendapati bahwa saya sudah ketinggalan membaca beberapa postingan di sana (maaf Cha hehe :p). Ada postingan Icha (klik disini) yang sanggup membuat saya melakukan sesuatu untuk mengusir penat. Kalimat pembukanya sangat eye catching"Ngedengarin lagu secara acak itu seru juga."

Benar juga ya. Sudah lama saya tidak mengaktifkan shuffle mode di media player saya. Akhirnya, saya pun membiarkan player mengambil alih susunan playlist secara acak. Saya tidak tahu lagu apa yang akan diputar selanjutnya, dan saat intro sebuah lagu yang sudah lama tidak saya dengarkan terputar, saya meresapi liriknya dan menjadi tergugah. Lagu dahsyat itu dipersembahkan oleh Alanis Morissette yang berjudul "Precious Illusions", diambil dari album Under Rug Swept, rilisan tahun 2002.

Inilah penggalan lirik dalam lagu Alanis yang membuat saya merenung:

But this won't work now the way it once did
And i won't keep it up even though i would love to
...
These precious illusions in my head
Did not let me down when i was defenseless
And parting with them is like parting with invisible best friends

Lagunya sendiri kurang lebih bercerita tentang konflik antara idealisme dan realitas, dimana romantisme indah yang dia bangun dalam benaknya sejak kecil, harus berhadapan dengan realitas yang terjadi saat dewasa. Ilusi berharga, itulah yang Alanis tekankan. Ilusi dalam benak Alanis tidak akan membiarkan dia terpuruk saat dirinya tidak berdaya. Berpisah dengan ilusi berharga tersebut sama saja berpisah dengan sahabat khayalan. Saat hubungan asmaranya berjalan tidak sesuai harapan, Alanis tidak menyerah dan memanfaatkan ilusi yang dia ciptakan untuk membantunya bangkit. Alanis tidak ingin menjadi korban dari keadaan.

Postingan Icha pun kebetulan membahas juga mengenai imajinasinya yang ternyata sangat luar biasa, dan saya tertarik mengembangkan apa yang saya tangkap dari lagunya Alanis yang menyinggung masalah produk pikiran. Sebelumnya saya sudah pernah membahas mengenai imajinasi di Imajinasi Bergerak Tanpa Batas, namun kali ini yang ingin saya ingin menekankan mengenai efek imajinasi untuk perubahan yang positif.

"Imagination is the golden-eyed monster that never sleeps. It must be fed, it cannot be ignored" -- Patricia A. McKillip


Saya jadi teringat sesuatu. Sejak kecil, saya adalah tipe yang gemar menciptakan dunia tersendiri dalam benak. Jika membaca sebuah cerita, baik itu dalam novel, cerpen, dan sebagainya, imajinasi saya akan bermain seliar-liarnya, mengembangkan jalan cerita yang bahkan mungkin tidak terpikirkan oleh penulisnya sendiri. Saya selalu membayangkan setiap detil tokoh yang saya baca, dan bagaimana jika dia benar-benar ada dalam dunia nyata. Bahkan, dulu saya kerap membuat ending cerita versi saya sendiri karena tidak puas dengan versi si penulis. Kini kebiasaan itu sudah menghilang, karena saya yakin imajinasi setiap orang berbeda, dan menikmati hasil imajinasi yang dituangkan orang lain lebih menyenangkan ketimbang membuat hasil tandingan.

Imajinasi tidak dapat diabaikan, justru jika kita dapat mengendalikannya dengan baik, akan menjadi sesuatu yang baik juga. Contohnya, kita mampu membuat sebuah cerita berdasarkan imajinasi yang ada dalam benak, atau dalam kasus Icha, dia kerap membuat postingan di blog yang ditulis dengan lancar, tak lupa menyisipkan imajinasinya. Bayangkan saja, jika imajinasi menghilang dari hidup kita, mungkin dunia ini tidak akan berjalan dengan baik, karena banyak sekali produk imajinasi yang ada di sekeliling kita, dan membantu kita menjalani hidup.

"Imagination is the only weapon in the war against reality-- Lewis Carroll

Realitas kehidupan memang tidak selamanya indah, misal: pendidikan yang tidak kunjung kelar, pekerjaan yang sulit didapat, pasangan yang overprotektif, bos yang perfeksionis, teman yang kerap menjatuhkan reputasi kita, keinginan orang tua yang tidak sejalan dengan keinginan pribadi, kota yang bising dan macet, kondisi finansial yang carut marut, dan semacamnya. Apakah kita mau menjadi korban semua kondisi tersebut? Bangkit dan tegaskan pada diri masing-masing, bahwa kebahagiaan itu murni ada dalam pikiran kita sendiri. Jika kita menganggap detik ini indah, maka detik ini akan menjadi indah, sekaligus detik-detik berikutnya. Begitu pula sebaliknya. Kenapa kebahagiaan masa kecil yang kerap bermain dengan imajinasi harus terkikis saat menghadapi realitas hidup? Menjadi dewasa memang menuntut sebuah tanggung jawab, namun bukan berarti menghilangkan kebahagiaan yang sudah ditanam sejak kecil.

Saya kembali teringat film "Bridge to Terabithia", dimana sang tokoh utama bertemu dengan sosok baru dalam hidupnya, dan mereka berdua membuat sebuah dunia imajiner bernama Terabithia, yang berlokasi di hutan tidak jauh dari rumah mereka. Dari luar, mungkin tampak seperti hutan biasa, namun di benak mereka, hutan itu merupakan sebuah negeri dongeng, dimana mereka memasukkan banyak makhluk-makhluk aneh yang hanya mampu mereka bayangkan. Terabithia mampu mengusir problematika mereka, dan itu semua merupakan hasil yang didapat dari kekuatan imajinasi.

"You must give everything to make your life as beautiful as the dreams that dance in your imagination" -- Roman Payne

Sekarang, semua tergantung pilihan kita sendiri. Maukah kita melepaskan imajinasi dalam benak sebebas mungkin untuk membuat perubahan positif dalam hidup (atau setidaknya untuk melepas penat), atau justru membunuhnya perlahan? Hidup ini terlalu indah jika tidak diisi dengan imajinasi. Jika imajinasi itu disertai dengan aksi nyata untuk perubahan lebih baik, maka sempurnalah sudah tugas si imajinasi. Dia akan menari kegirangan jika produk olahannya justru membuat hidup kita menjadi lebih indah.

Orang lain atau sebuah keadaan boleh saja menekan fisik kita, tapi tidak akan ada yang mampu menekan pikiran kita hingga total (saya tidak ingin menyangkut-pautkan dengan "cuci otak" disini). Jadi, jika bukan kita yang merawat pikiran ini dengan baik, masihkah kita berharap keadaan akan mengikuti apa yang kita inginkan? Justru dalam keadaan seburuk apapun, pikiran positif kitalah yang seharusnya menjadi penyelamat.

Untuk Icha, thanks ya atas idenya. :D

-Bayu-


Note: Mendengarkan koleksi lagu lama memang bisa mengembalikan memori akan sebuah kenangan, dan lagu-lagu Alanis Morissette berhasil melakukannya. Mendengarkan "Precious Illusions" sangat memanjakan kuping. Lagu ini saya putar sepanjang proses menulis untuk membantu merangkai seluruh kalimat dalam postingan ini.


Image source: en.wikipedia.org
READ MORE - Dunia Maha Luas dalam Benak

Mari Membuat Sebuah Karya, Make Something!


Image source: durhammakerspace.blogspot.com
"The future depends on what you do today" -- Mahatma Gandhi

Perhelatan Academy Awards ke-88 (atau yang lebih dikenal dengan Oscar) telah selesai diselenggarakan pada tanggal 28 Februari 2016 lalu di Hollywood, Los Angeles, AS. Gaungnya tentu saja terdengar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ajang penghargaan bergengsi untuk perfilman tersebut menghasilkan beberapa kejutan, diantaranya adalah Leonardo DiCaprio menyabet piala Oscar pertama kalinya lewat film "The Revenant", enam Oscar untuk film "Mad Max: Fury Road" dan beberapa kejutan lain. 

Maaf, saya tidak akan membahas banyak mengenai acara tersebut. Kalian dapat mencarinya sendiri melalui internet atau media lain, atau mungkin bahkan kalian lebih mengetahui seluk-beluknya ketimbang saya. Apapun itu, yang ingin saya bahas kali ini adalah isi pidato Pete Docter saat memenangkan Oscar untuk film "Inside Out" (dimana Pete Docter bertindak sebagai sutradara), sebuah film yang berhasil menyadarkan saya bahwa kesedihan itu sesungguhnya wajar dan baik (baca disini).


Jonas Rivera (kiri) sang produser, dan Pete Docter (kanan) sang sutradara,
saat memenangkan Oscar untuk film animasi "
Inside Out".

Image source: independent.co.uk

Kurang lebih inilah terjemahan pidato kemenangan Pete Docter versi saya:

"Siapapun di luar sana yang masih berada di sekolah dasar atau sekolah menengah, merasakan sebuah penderitaan, akan selalu ada hari-hari dimana kamu akan merasa sedih, kamu akan merasa marah, kamu akan merasa takut, saat dimana tidak ada pilihan lain. Tapi kamu dapat membuat sesuatu. Buatlah film, menggambar, menulis. Itu akan membuat dunia menjadi berbeda."

Selama beberapa detik lamanya, saya hanya tertegun. Saya selalu menyukai pidato kemenangan insan-insan perfilman luar negeri yang seringkali berbobot dan menyentuh, dan pidato Pete Docter termasuk salah satunya. Pete adalah seorang sutradara, animator, penulis naskah dan produser untuk banyak karya spektakuler (beberapa karyanya yang terkenal adalah "Monsters, Inc"; "Up" dan "Inside Out"). Semasa kecil, Pete adalah seorang introvert, anti sosial dan gemar menyendiri. Dia suka menggambar dan membuat film animasi pendek sendiri, sebuah dunia dimana Pete merasa "berperan sebagai Tuhan". Jelas, kemenangan Pete Docter mengingatkan saya bahwa berkarya itu tidak ada matinya, harus terus dipupuk dan dikembangkan.

"You are what you do, not what you say you'll do" -- C. G. Jung 

Saya bukan insan perfilman. Saya bukan musisi, bukan pula penulis novel atau buku best seller. Apakah lantas saya tidak bisa berkarya? Tentu tidak. Saat ini, teknologi sudah sedemikian pesat perkembangannya, melahirkan banyak hal yang memudahkan manusia untuk membuat sesuatu. Menekuni hobi. Berkreasi. Menggali potensi diri. Membuat sebuah karya. Menciptakan perubahan.

Mengutip kalimat Pete di atas -- yakni "Buatlah film, menggambar, menulis. Itu akan membuat dunia menjadi berbeda," -- saya merasa bahwa jangan merisaukan dulu sejauh mana hasil karya kita akan berkembang, yang paling utama adalah tindakan kita. Take an action! Make something! Itulah yang ingin disampaikan seorang Pete Docter. Yakinlah, saat kita berhasil menghasilkan sebuah karya, akan ada manfaat positif yang mengikutinya.

"Whatever you do will be insignificant, but it is very important that you do it" -- Mahatma Gandhi

Dulu sebelum memiliki blog, saya selalu tertekan dengan keadaan. Setiap hari selalu diisi dengan keluh kesah. Memiliki banyak ketakutan dalam hidup. Terjebak dalam comfort zone yang menyesakkan. Iri akan pencapaian orang lain. Masih banyak lagi hal-hal negatif lainnya. Keadaan berubah saat saya melihat pencapaian teman yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia konten berbasis blog. Keisengan berbuah manis. Kini saya memiliki sebuah blog sendiri, sebuah media dimana saya bisa menumpahkan apa yang ada di pikiran. Sebuah media yang menjadi titik balik dalam kehidupan saya. Kini saya merasa menjadi pribadi yang berbeda. Bukan menjadi super sempurna, hanya menjadi lebih baik dari yang lalu. Saya menyadari bahwa dunia tidak sesempit yang saya bayangkan. Ada sebuah dunia dimana saya dapat mengaktualisasikan diri.

Benar kata Pete: "Itu akan membuat dunia menjadi berbeda." Mungkin saya tidak dapat membuat perbedaan terlalu banyak bagi dunia, tapi yang pasti tulisan saya telah merubah diri sendiri. Jujur, saya menyukai proses blogging, entah itu menangkap ide yang melintas di kepala, menulis draft, mencari referensi, blogwalking, mendalami musik favorit untuk didengarkan saat menulis, membalas komentar, mempublikasikan tulisan, dan lainnya. Meskipun pekerjaan saya kerap menghambat seluruh proses tersebut, satu hal yang pasti: saya menyukai dunia baru ini. Sungguh, blog telah merubah hidup saya. Kepuasan yang saya dapatkan jauh lebih berharga ketimbang uang.

Untuk kalian yang memiliki impian menghasilkan karya, tanam terus impian tersebut dan mulailah melakukan sesuatu untuk mewujudkannya, apapun itu. Menulis novel. Menulis di blog. Membuat film. Menghasilkan musik. Merancang sebuah bangunan. Merancang pakaian. Fotografi. Apapun. Masih banyak karya lain. Nikmati prosesnya, tekuni, selesaikan dan tersenyumlah. Bukan hanya dunia yang akan menjadi berbeda karena karya kita, tapi dunia kita sendiri pun akan berbeda.

"Write it. Shoot it. Publish it. Whatever. Make!" -- Joss Whedon

Untuk kalian para blogger, jangan pernah berhenti menulis. Kekuatan itulah yang menjadikan kalian berbeda dari orang kebanyakan. Yakinlah bahwa hasil tulisan kalian pasti telah membuat perbedaan, setidaknya untuk diri kalian sendiri. Jadi, berbanggalah menjadi seorang blogger. :-)

-Bayu-




Note: Blues rock. Southern rock. Soul. Ketiga genre musik tersebut dicampur dengan indah oleh Alabama Shakes. Band yang baru saja memenangkan Grammy untuk lagu "Don't Wanna Fight" (Best Rock Performance & Best Rock Song sekaligus) ini sungguh luar biasa. Lagu tersebut mengiringi saya sepanjang proses penulisan.

Image source: musicinsight.com.au
READ MORE - Mari Membuat Sebuah Karya, Make Something!
 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.