![]() |
Image source: theguardian.com |
Sebuah buku berjudul "Still Alice" menyadarkan saya bahwa sebuah lupa bisa sangat berdampak serius, manakala hal tersebut menjadi sebuah penyakit. Novel karya Lisa Genova ini didaulat menjadi #1 New York Time Bestseller, telah difilmkan pula (yang belum sempat saya tonton) dengan pemain Julianne Moore, Kate Bosworth, Alec Baldwin, juga Kristen Stewart. Filmnya sendiri telah mendapatkan satu Oscar untuk Best Performance by An Actress in a Leading Role yang diraih oleh Julianne Moore.
Novel ini mengisahkan mengenai Alice Howland, seorang profesor psikologi kognitif di Harvard sekaligus ahli linguistik terkemuka. Dia telah banyak menuangkan gagasan melalui jurnal ilmiah, dan sumbangsihnya terhadap Harvard tidak perlu diragukan lagi. Manakala "lupa" terus-menerus menyerangnya, Alice mendadak cemas akan kemampuan otaknya. Alice kadang lupa menaruh sesuatu, lupa mata kuliah yang harus dia ajarkan, lupa mengingat istilah yang sudah sangat dihapalnya, dan yang paling fatal adalah lupa jalan pulang saat dirinya sedang berlari santai di sore hari. Diagnosa dokter saraf membuatnya terhenyak. Alice menderita serangan dini penyakit Alzheimer (usianya baru menginjak lima puluh tahun, sementara penderita Alzheimer biasanya berusia 65 tahun ke atas).
Berikut kutipan mengenai Alzheimer dari alzheimerindonesia.org: "Penyakit Alzheimer merupakan penyakit fisik yang mempengaruhi otak. Selama berjalannya waktu penyakit, protein plak dan serat yang berbelit berkembang dalam struktur otak yang menyebabkan kematian sel-sel otak".
Jujur, saya tidak terlalu paham mengenai Alzheimer ini, jadi jika diantara kalian ada yang lebih mengerti, mohon berkenan untuk menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami di kolom komentar :-) Terima kasih sebelumnya.
![]() |
Image source: nasirullahsitam.com |
Setelah menyelesaikan membaca novel ini, saya jadi terpikir satu hal: Memang benar manusia itu pelupa, tapi masih ada yang dapat kita lakukan untuk meminimalkan hal tersebut. Masih banyak yang dapat kita lakukan untuk "mengingat", seperti yang Alice lakukan dalam novel itu: mencatat di komputer, membuat reminder lewat smartphone, meminta dukungan dari keluarga terdekat, membaca, dan lainnya. Meskipun hasilnya tidak maksimal, setidaknya Alice telah mengajarkan satu hal, yakni pantang menyerah. Manusia dikarunia oleh Allah SWT sebuah akal pikiran yang maha dahsyat untuk menemukan sebuah solusi.
Saya sendiri masih menjadi manusia yang kerap melupakan sesuatu. Untuk mengatasinya, biasanya saya membuat reminder di smartphone untuk beberapa hal penting. Belum lagi jika ada ide yang melintas di kepala untuk sebuah postingan misalnya, saya akan buru-buru mencatatnya di smartphone juga. Untuk urusan pekerjaan, meja kerja saya kerap dihiasi dengan post-it berisikan daftar pekerjaan atau reminder hal tertentu, agar mudah saya lihat setiap saat. Tapi sepintar-pintarnya manusia berbuat, pasti tetap ada unsur salahnya. Terkadang saya lupa membuang post-it yang seharusnya belum dibuang, atau lupa melaksanakan reminder yang telah saya buat sendiri. Haha. Ironis. Begitulah. Setidaknya "lupa" ini masih dapat kita minimalkan resiko merusaknya.
"The only thing faster than the speed of thought is the speed of forgetfulness" -- Vera Nazarian
-Bayu-
Note: Kuat, indah dan berkarakter. Itulah sederet kehebatan vokal Adele. Tidak diragukan lagi banyak yang menyukai lagu-lagunya. "The Sweetest Devotion" adalah sebuah track penutup yang sempurna di album 25. Lagu ini yang paling berkesan di benak saya dalam album tersebut, sehingga saya jadikan musik pengiring saat menulis postingan ini.
![]() |
Image source: en.wikipedia.org |