Ragu-ragu Menentukan Pilihan


Image source: empresstouch.com


Pilihan A.
Pilihan B.
Mana yang harus dipilih?

Hampir dalam semua hal yang kita lakukan setiap harinya, selalu ada yang namanya proses "menentukan pilihan". Ketika kita bangun dari tidur, kita harus memilih apakah ingin mencuci muka terlebih dahulu, minum segelas air, atau justru kembali tidur. Begitu pula saat sarapan pagi, apakah menu yang kita pilih, atau justru kita memlilih untuk tidak sarapan sama sekali. Begitu seterusnya sampai malam tiba, saat kita harus tidur setelah lelah seharian beraktivitas: apakah kita ingin bermain dengan smartphone dulu sebelum tidur, menonton tv, membaca, atau justru begadang?

Tanpa kita sadari, bahkan dalam hal sesepele "menentukan acara TV yang akan ditonton", itu semua merupakan proses menentukan pilihan. Seringkali otak kita akan menyuruh tubuh untuk bergerak sesuai dengan pola aktivitas yang sering kita jalankan. Proses menentukan pilihan terasa mudah tatkala kita sering menjalaninya dan mengetahui betul resiko di balik pilihan yang diambil.

Pertanyaan kali ini adalah: bagaimana dengan pilihan rumit yang membuat kita bingung memutuskannya?

Nah, dalam kondisi seperti itu, biasanya kita akan dihinggapi dengan keraguan. Otak kita berusaha sebisa mungkin menganalisis semua resiko yang kemungkinan terjadi berdasarkan pengalaman. Jika kita tidak memiliki pengalaman akan pilihan tersebut, ini yang lebih sulit. Kita akan dihinggapi kecemasan karena tidak mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan. Apakah kalian pernah mengalami hal seperti ini?

Saya pernah mengalaminya. Saat itu, saya dihadapi oleh dua pilihan terkait pekerjaan, apakah harus berkoordinasi dengan si A (pilihan pertama), atau mengerjakannya sendiri (pilihan kedua). Keraguan yang timbul justru membuat pikiran tidak fokus, dan akibatnya banyak waktu terbuang hanya karena sulit menentukan pilihan terbaik. Pekerjaan lain pun sempat terbengkalai. Setelah berhasil menuntaskan keraguan dan memantapkan pilihan pertama, ternyata hasilnya di luar dugaan: masalah terselesaikan dan komunikasi berjalan lancar. Keraguan yang tadinya timbul lenyap seketika. 

Hanya dibutuhkan pikiran jernih dan keberanian untuk bertindak menentukan pilihan. Telaah dulu manfaat dan resiko yang akan ditemui dari semua pilihan yang timbul, jika perlu tuliskan agar lebih mudah dibaca. Ingat, mantapkan hati dalam menentukan pilihan yang akhirnya diambil.

Tidak hanya dalam pekerjaan, namun "memikirkan dengan pikiran jernih" dan "berani bertindak" harus diterapkan untuk semua pilihan yang hadir dalam kehidupan kita. Jika ragu-ragu, tahan dulu saja (atau dalam beberapa kasus, tinggalkan saja), daripada menjalaninya dengan penuh keraguan, justru akan menimbulkan masalah lain lagi. Pikiran yang terus-menerus digempur dengan sejuta pertanyaan keraguan justru membuat kita tidak fokus dan malah membuang banyak waktu produktif. Jika kita masih dihadapi keraguan, jangan lupa menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Mintalah petunjuk kepada-Nya agar hati kita tidak ragu lagi.

Keragu-raguan jugalah yang membuat saya lama memposting artikel ini ke blog, karena satu dan lain hal. Akhirnya saya memantapkan diri, dan inilah pilihan yang diambil: memposting artikel mengenai "ragu-ragu megambil keputusan". Semoga artikel ini membantu kalian semua yang masih terlibat keraguan dalam menentukan pilihan terbaik.

"Doubt kills more dreams than failure ever will"
"Let confidence wash away doubts"

So, jangan pernah melangkah dalam keraguan.

-Bayu-





Note: Vokal Chris Martin, sang vokalis Coldplay, dalam lagu alternative rock yang indah berjudul "Yellow" mengiringi penulisan kali ini.

"It was all yellow"


Image source: en.wikipedia,org
READ MORE - Ragu-ragu Menentukan Pilihan

Fast Forward


Image source: entrepreneurscorner.net


Mempercepat waktu terdengar menyenangkan.

Sadar atau tidak kita sadari, detik berganti menjadi menit, menjadi jam, menjadi hari, minggu, dan seterusnya. Dunia seolah bergerak mengikuti irama manusia yang tak tentu, atau justru kita yang bergerak mengikuti irama kehidupan yang kerap menyimpan banyak misteri? Entahlah. Satu hal yang pasti: waktu terus bergerak, semakin bergerak cepat menuju masa depan.

Bicara masa depan adalah sesuatu yang di luar normal, dalam artian manusia normal tidak mengetahui persis bagaimana tepatnya situasi masa depan. Kita hanya mampu memprediksi, tapi yang tahu persisnya hanya Tuhan. Masa depan tetap menjadi sebuah misteri yang sangat menarik untuk dibahas, sama misteriusnya seperti kedalaman laut yang belum sempat tereksplor. Bedanya, kedalaman laut masih bisa dieksplor, tapi masa depan tidak bisa dijelajahi.

Menjelajahi masa depan sama saja mempercepat waktu.

Fast forward
Future.
Full of risk.

Terkadang saya menginginkan ada di suatu masa di masa mendatang (atau katakanlah beberapa hari atau minggu dari sekarang), demi menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Misal, demi menghindari kejadian buruk di hari esok, saya menginginkan langsung melompat ke lusa yang notabene memiliki jadwal kegiatan menarik. Pernahkah kalian berpikir seperti itu juga? 

Manusia hanya bisa berangan-angan, dan kenyataan tidaklah semenarik itu. Tidak ada yang namanya remote control kehidupan seperti yang ada di film Click. Tidak ada tombol fast forward untuk mempercepat waktu. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi semua hal yang akan terjadi.

Ya. Itu kuncinya. Hadapi setiap detik yang akan terjadi di masa depan, suka atau tidak suka. Momen itulah yang akan menentukan arah kita ke depannya. Siapa tahu detik berikutnya malah akan mengubah nasib kita menjadi lebih baik. 

"The future depends on what you do today" -- Mahatma Gandhi

"You can't stop the future, you can't rewind the past. The only way to learn the secret... is to press play" -- Jay Asher

Detik. Menit. Jam. Hari. Minggu. Bulan. Tahun. Suka atau tidak suka, semua harus dilewati. Hidup ini cuma sekali, kenapa tidak kita manfaatkan setiap waktu yang dilewati dengan penuh rasa syukur?

-Bayu-



Note: Musik electropop canggih milik M83 yang berjudul "Midnight City" mengalun indah sembari postingan ini ditulis.


Image source: amazon.com
READ MORE - Fast Forward

Dua Telinga Untuk Mendengar




Image source: wallconvert.com


Dua telinga. Satu mulut.
Dua alat pendengaran. Satu alat untuk berbicara.
Dua sisi pendengaran. Satu sisi saja untuk mengeluarkan kata.

"Tuhan menganugerahkan dua telinga dan satu mulut kepada kita karena Tuhan menginginkan kita untuk lebih banyak mendengar ketimbang berbicara." Bisa jadi kalimat penuh makna itu sering kita dengar, atau kita baca. Jikalau demikian, apakah maknanya telah diresapi dengan mendalam? 

Dunia ini dipenuhi dengan bermacam suara, beragam jenisnya, dan tidak semuanya mampu ditangkap oleh pendengaran manusia. Beberapa kategori suara hanya mampu ditangkap oleh beberapa hewan. Lagi-lagi itulah keajaiban Tuhan menciptakan makhkuk-Nya. Dalam kondisi normal, banyaknya jenis suara tersebut tidak lantas membuat kita kacau, karena otak kita mampu mengolah kesemuanya dengan baik. 

Sadarilah, mulai dari bangun tidur hingga akan tidur kembali, banyak sekali sumber suara yang bertebaran. Bagi telinga kita, suara-suara tersebut terdengar memiliki arti masing-masing saat diolah di otak. Suara air mengalir, burung berkicau, mesin kendaraan, musik, berita di televisi, dan sebagainya.

Kegiatan mendengarkan juga memiliki etika tersendiri. Pendengar yang baik adalah pendengar yang konsisten menyimak sebuah suara, meresapi maknanya, dan menggunakan apa yang didengar tersebut dengan bijaksana. Dalam konteks percakapan, pendengar yang baik adalah mereka yang menyimak dengan antusias lawan bicara dan tidak menyela pembicaraan secara berlebihan. Mereka juga menanggapi di saat yang tepat, juga dengan kata-kata yang tepat.

Apakah hal tersebut mudah dilakukan? Tidak juga. Kalau mudah dilakukan, berarti semua orang bisa mempraktekkannya langsung. Tidak begitu. Banyak kasus yang terjadi dalam sebuah hubungan (entah itu pertemanan, asmara, kekeluargaan, pekerjaan dan sebagainya) justru diakibatkan oleh kurangnya satu pihak "mendengarkan dengan seksama" apa yang disampaikan pihak lain, atau apa yang diinginkan pihak lain.

Kurangnya aktivitas mendengarkan dengan baik juga berakibat pada minimnya informasi yang didapat, sehingga kita cenderung mempercayai apa yang pertama kali kita dengar, meskipun sebenarnya tidaklah demikian. Selalu ada sisi lain dalam sebuah hal. Itulah gunanya kita mencari second opinion dalam menyaring suatu informasi. Belum tentu yang kita dengar sesuai dengan kenyataan. Mendengar adalah aktivitas sehari-hari yang terlihat biasa-biasa saja, padahal membutuhkan penanganan khusus agar tidak salah langkah dalam bertindak. 

Apakah kita lebih tertarik mendengarkan sesuatu yang tidak pantas untuk didengarkan?
Apakah lisan kita justru superior, banyak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan menyakitkan orang lain?
Apakah kita lebih bangga menjadi orang yang lebih banyak mengumbar kata ketimbang cermat mendengarkan?
Apakah kita mau mendengarkan apa yang orang lain katakan?

Ah, kok jadi terlalu banyak pertanyaan. Maaf, tidak bermaksud menghakimi kalian, toh diri pribadi juga masih banyak kekurangan. Tulisan ini semata dibuat untuk bahan perenungan saja (alhamdulillah kalau ada yang menjadikannya seperti itu). Terkadang kita tidak sadar bahwa lisan ini bisa sangat tajam dan menyakitkan. Terkadang kita tidak sadar pula bahwa telinga ini sangat berguna untuk banyak mendengarkan hal-hal yang sudah sepantasnya didengarkan.

"The best way to understand people is to listen to them." -- Ralph G. Nichols

"When people talk, listen completely. Most people never listen." -- Ernest Hemingway

Jadi, apakah selama ini kita telah memanfaatkan alat pendengaran sebagaimana mestinya?

-Bayu-




Note: Beat hip hop yang simple namun catchy milik rapper Drake yang berjudul "0 to 100/The Catch Up" mengiringi penulisan ini. Konsep dua lagu dalam satu record. Keren.


Image source: genius.com
READ MORE - Dua Telinga Untuk Mendengar

Niat Baik Dalam Tindakan Sederhana



Image source: protradingnow.com


Melakukan sesuatu demi kebaikan bersama itu terkadang sulit.

Jadi begini. Bayangkan diri kalian berada di supermarket dan melihat salah satu produk terjatuh dari rak, padahal bukan kalian yang menjatuhkannya. Lantas, apa yang akan kalian lakukan? Pilihannya cuma dua:
a. Berusaha menghindarinya dan berpikir, "biarlah staf/orang lain yang akan membereskan."
b. Memungut benda tersebut dan meletakkannya di rak yang sesuai.

Itu hanya contoh sederhana. Apakah kalian rela melakukan sesuatu yang sederhana demi kepentingan bersama? Tindakan mengembalikan barang yang terjatuh ke rak agar terlihat rapi dan agar orang lain mudah mengambilnya adalah tindakan sederhana namun bermakna besar. Apabila kita meletakkannya ke keranjang belanja sendiri... itu sih lain cerita hehe. Intinya adalah konsep "melakukan sesuatu demi kepentingan bersama."

Masih banyak contoh lainnya. Misal, menyingkirkan benda yang membahayakan di tengah jalan, mengembalikan buku ke rak yang sesuai di perpustakaan/toko buku, merapikan kembali pakaian sholat yang disediakan di mushola/mesjid, menutup keran air yang dibiarkan mengucur oleh orang lain, dan semacamnya. Kalau hal-hal tersebut dilakukan, dengan sendirinya kita telah melakukan sesuatu untuk kepentingan bersama. Klise ya? Memang begitu kok. Sebuah wejangan klise justru sering disepelekan hingga menjadi sebuah pola pikir yang salah. Pasti sebagian dari kita akan berpikir, "Ngapain sih dipeduliin? Ntar juga diberesin sama orang lain. Gitu aja kok repot."

Kenapa memiliki pemikiran seperti itu? Karena pola pikir yang dibentuk dari lingkungan. Jika kita melihat orang lain melakukan sebuah tindakan tertentu, kita cenderung mengikuti, dan ini lama-kelamaan terbentuk menjadi kebiasaan. Hal ini akan sering kita lihat pada seorang anak kecil yang kerap mengkuti pola pengasuhan orangtuanya. Pola pikir juga bisa terbentuk dari asupan informasi yang kita peroleh, dari sumber manapun.


Baca juga: Kita dan Cara Kita Dibesarkan

Jadi, kenapa kita mesti tidak peduli dengan hal-hal kecil untuk kepentingan bersama? Kenapa sebuah tindakan sederhana tampak berat? Apakah tidak ada setitik niat baik dalam diri kita untuk melakukan itu semua? 


Ah sudahlah. Tulisan ini dibuat untuk sekedar mengingatkan, bahwa sebenarnya ada "jiwa malaikat kecil" dalam diri kita yang dapat membuat dunia lebih baik. Tindakan kecil memicu sebuah tindakan besar. Tindakan kecil yang dilandasi niat baik? Pastinya akan menjadi sebuah kebaikan. Jangan biarkan jiwa malaikat kecil itu terpendam akibat carut-marutnya dunia urban saat ini. Masih ada kebaikan di dunia ini, percayalah, dan kita dapat menjadi penyumbang kebaikan tersebut.

Lagipula, melakukan sebuah kebaikan akan membuat hati ini terasa lega. Tidak percaya? Coba saja sendiri dan rasakan keajaibannya.  :-)

"Do everything with good intentions."

-Bayu-




Note: Huruf Z untuk Zara Larsson. Single-nya yang berjudul "Lush Life" menemani penulisan ini.


Image source: iplusbuzz.com
READ MORE - Niat Baik Dalam Tindakan Sederhana
 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.