
Image source: fanpop.com
Membaca itu aktivitas yang menyenangkan.
Apa saja yang bisa dijadikan bacaan? Ya semua hal, intinya yang mengandung tulisan, entah itu menggunakan aksara latin atau aksara lain, dirangkai sedemikian rupa membentuk sesuatu yang memiliki makna, bisa panjang, bisa juga pendek.
Salah satu media yang dapat menampung rangkaian tulisan tersebut adalah buku. Buku itu jendela dunia, begitu kalimat yang sering gua denger dari guru sekolah dulu. Mereka selalu menekankan pentingnya sebuah buku bagi ilmu pengetahuan, bla bla bla. Ya, buku memang bisa diibaratkan jendela dunia, soalnya hanya dari buku saja kita bisa "melihat" dunia di luar sana, di luar tempat kita membaca.
Kalau untuk zaman modern seperti sekarang ini sih... sudah banyak media yang menggantikan peran buku sebagai jendela dunia. Cukup sediakan gadget dan internet, maka seolah dunia sudah berada dalam genggaman. Masih banyak media lain yang bisa membuka jendela ke "dunia luar", sebut saja televisi, radio, koran dan sebagainya.
Gua akan memfokuskan pembahasan kali ini pada buku, baik nonfiksi ataupun fiksi. Kedua jenis ini banyak ditemui di toko buku, perpustakaan, lemari buku seseorang, dan sebagainya. Buku sudah lekat dalam kehidupan gua, entah apa yang membuat gua awalnya tertarik membaca buku, mungkin sensasi "terbius" akibat larut dalam bahan bacaan.
Kalau dulu buku hanya berbentuk fisik, alias deretan tulisan yang dicetak di atas kertas, kini teknologi mengubahnya. Buku bertransformasi menjadi bacaan yang tidak memiliki fisik mandiri, alias tertanam dalam sebuah media lain, dalam hal ini perangkat teknologi. Buku kini disulap menjadi digital. Komputer, smartphone, tablet dan sejenisnya adalah media yang mampu menampung buku digital. Tujuannya mulia, mempermudah masyarakat dalam membaca dan mengurangi penggunaan kertas berlebihan.
Oke, gua akui tujuan itu bagus. Masyarakat urban saat ini membutuhkan informasi yang cepat dan tidak ribet, ditambah penggunaan kertas berlebihan adalah sebuah eksploitasi serius sekaligus membahayakan bagi lingkungan. Jadi kemunculan buku digital seolah menjawab itu semua. Tapi, apakah itu membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan? Tidak juga. Kembali ke pilihan masing-masing.
Secara pribadi, gua menyukai membaca buku yang memiliki bentuk fisik, ketimbang digital. Ada sensasi tersendiri saat membalik lembar demi lembar kertas, juga saat memegang buku yang memiliki tekstur, berat dan ukuran yang berbeda. Semua itu tidak didapatkan saat membaca buku secara digital. Misalnya, membaca e-book di media tablet berukuran layar 10 inchi. Kita akan disuguhkan bahan bacaan dengan tampilan yang disesuaikan untuk media tersebut. Meskipun operating system yang dibenamkan di perangkat elektronik saat ini mampu membuat tampilan "membalik halaman e-book layaknya membalik sebuah halaman buku fisik", namun tetap saja sensasinya berbeda. Sudah jelas berbeda.
Gua bisa berpendapat begini karena sudah membandingkan membaca buku yang berbentuk fisik dan digital. Ada beberapa buku digital yang gua punya demi mencoba rasanya membaca melalui gadget. Hasilnya? Kurang memuaskan. Ada plus minusnya. Dari segi kepraktisan, harus diakui e-book memang praktis. Tinggal keluarkan gadget, pilih bukunya dan baca, dimanapun dan kapanpun, berbeda dengan buku yang tebalnya bisa ratusan halaman dan kurang praktis dibawa kemana-mana. Dari segi kenyamanan, tidak senyaman membaca buku fisik. Kedua mata kita juga akan cepat lelah jika terus-menerus menatap layar gadget untuk membaca e-book. Sensasi membalik kertas seperti yang gua jelaskan sebelumnya juga tidak ada di e-book.
Tidak hanya buku kok, saat ini koran, majalah dan sejenisnya juga sudah dijadikan digital. Semua demi memuaskan hasrat masyarakat urban yang selalu saja dikejar waktu dan menginginkan informasi secepat dan seringkas mungkin. Akan sangat merepotkan bagi masyarakat urban jika harus membawa setumpuk buku, koran dan majalah dalam sekali waktu. Jika bisa diringkas dalam satu gadget, kenapa harus direpotkan dengan bawaan yang banyak, ya kan?
Sekali lagi, itu semua pilihan. Bagaimana dengan kalian, apakah lebih suka membaca buku/koran/majalah yang berbentuk fisik atau digital?
-Bayu-
Note: Vokal Kate Nash yang terekam sempurna di lagu "Foundations" menemani gua saat menulis artikel ini.
Image source: wikipedia
Aku tetep suka yg fisik, klo digital serasa ga punya realnya
BalasHapusSama kita hehe.
HapusMeskipun buku digital (e-book) secara isi sama ama yang fisiknya, tetep aja berasa ada yang kurang ya. Kalo megang buku fisik, berasa "punya buku" :p
Iya
Hapus#mbil ngelihat koleksi buku aku yang uda satu lemari sendiri
lebih suka yang fisik,,,
BalasHapusIya, sependapat nih kita, lebih suka yang fisik daripada digital :)
Hapusuntuk beberapa bacaan terutama buku dan novel yg ceritanya bagus, ane lebih demen pegang dan baca fisiknya, bray..
BalasHapuspas sewaktu-waktu lagi di perjalanan atau ke suatu tempat yg tidak memungkinkan untuk pegang gadget dan membaca secara digital, buku dan novel tadi tetap bisa dijadikan teman untuk membunuh waktu (itupun kalau nggak lupa dibawa yaa :p)
kalau sekedar koran atau majalah ane cukup baca digitalnya saja
tapi yaa sekali lagi itu memang kembali ke selera dan pilihan masing-masing, mana yg dirasa nyaman untuk dibaca :)
Setuju, buku bisa dijadiin temen untuk membunuh waktu. Ada saat-saat tertentu dimana buku fisik lebih enak untuk dibaca ketimbang buku digital atau sebaliknya. Toh gua sendiri pun pernah ngerasain, di saat gadget lebih oke untuk baca buku, di saat itulah e-book berasa banget praktisnya.
HapusTapi ya itu tadi... jujur, pilihan gua tetep nyaman membaca buku yang punya fisik. Sip bro, kembali ke selera masing-masing, toh ada plus minusnya kan :)