Ragam Bahan Bacaan Di Era Modern


Image source: theservicecoach.com


Membaca itu menyenangkan.

Bagi kalian yang memang gemar membaca, pasti akan setuju dengan kalimat di atas. Bagi yang tidak, mungkin akan menyatakan kebalikannya. Tidak apa-apa, toh tulisan ini dibuat bukan untuk mencari perdebatan. Kenapa membaca terasa menyenangkan? Karena selalu ada sebuah makna, sebuah ilmu, sebuah bahan renungan, dan beragam manfaat lain yang didapat. 

Sebelumnya, di blog ini pernah dibahas mengenai nyaman membaca buku yang memiliki fisik ketimbang buku digital, yang ada hubungannya juga dengan kegiatan membaca. Kali ini pembahasannya berbeda, lebih mengetengahkan mengenai beragamnya jenis bacaan yang ada di sekeliling kita, di era modern seperti ini. Dunia ini sangat luas, dan kita belum tentu mampu mengunjungi setiap jengkalnya. Disinilah hadir "tulisan" yang berperan sebagai pemberi kabar dari seluruh penjuru dunia. 

Politik, ekonomi, sosial, olahraga, seni, juga entertainment adalah beberapa topik yang diminati masyarakat, dan terdapat banyak jenis tulisan mengenai semua topik tersebut. Di era internet yang sudah sangat maju seperti sekarang, perkembangan berita dengan mudahnya dapat kita ikuti, hanya dengan meng-klik beberapa kanal berita terpercaya, atau cukup dengan mengetik keyword-nya di google (atau search engine lain). Hebat ya, seolah dunia berada dalam genggaman. Mengikuti perkembangan berita tentunya tidak akan pernah ada habisnya, setiap detik selalu saja ada berita. 

Perkembangan internet juga membuat masyarakat memiliki satu kegiatan baru lagi, yakni "membaca timeline media sosial". Aplikasi media sosial yang semakin banyak telah memicu timbulnya budaya masyarakat urban yang dipenuhi dengan "update kegiatan". Facebook, Twitter, Path, Google Plus, LinkedIn, Instagram, dan semacamnya (masih banyak lagi) menjadi ajang masyarakat untuk berinteraksi dengan sesama di dunia maya. Bisakah timeline media sosial disebut sebagai bahan bacaan? Tentu saja, dan tentunya kita pasti memiliki setidaknya satu akun media sosial (setidaknya ya, karena dalam kenyataan biasanya lebih dari itu hehe).

Tidak dipungkiri juga bahwa aktivitas yang seringkali kita lakukan sebelum dan sesudah tidur adalah membaca timeline media sosial. Khusus untuk sumber bacaan yang satu ini, kita harus pandai menjaga emosi. Jika emosi kita labil, maka saat melihat teman kita mem-posting sesuatu di media sosial, yang timbul adalah perasaan iri, berpikiran negatif bahkan depresi. Buang jauh-jauh semua prasangka buruk tersebut. Kita hanya akan merugikan diri sendiri jika terus-menerus memasang mindset negative thinking saat membaca postingan teman di media sosial.

Pembahasan mengenai media sosial ini tampaknya butuh penjelasan lebih mendalam (juga dapat menimbulkan multitafsir) mengingat semakin banyaknya masyarakat mengakses hal tersebut. Maaf, pembahasan kali ini hanya terfokus pada "munculnya kecenderungan membaca timeline media sosial sebagai rutinitas masyarakat urban".

Oke, kembali ke bahan bacaan. Cepatnya sebuah informasi tersebar melalui internet membuat dunia ini dibanjiri oleh beragam informasi. 
Sebagian besar bahan bacaan sudah mengikuti perkembangan teknologi terkini. Teknologi tersebutlah yang mendorong masyarakat memanfaatkan akses internet untuk menyebarkan sebuah informasi. Seorang warga biasa dapat dengan mudah menyebarkan sebuah informasi melalui media sosial, dan detik berikutnya sudah dapat diakses oleh semua orang.

Pertanyaan pentingnya adalah: apakah informasi yang kita telan tersebut sudah sesuai dengan kebenarannya? Jangan-jangan informasinya salah, dan kita sudah terlanjur percaya. Nah lho... inilah dampak buruk yang ditimbulkan dari cepatnya arus informasi. Dunia maya menyimpan "lubang hitam" bernama kebenaran semu. Jika kita tidak pandai menyaring informasi yang ada, jadilah kita terjebak ke dalam lubang tersebut.

Marilah menjadi pembaca yang bijak: pembaca yang selalu kritis terhadap suatu informasi baru, tidak serta-merta ditelan bulat-bulat, namun mengumpulkan beberapa sumber lain sebagai rujukan. Pembaca yang bijak juga tidak akan langsung tersulut emosinya jika membaca sebuah berita yang belum diverifikasi kebenarannya.

Jadi... banyak sekali bahan bacaan di sekeliling kita, apalagi dengan kemudahan akses internet saat ini, mulai dari buku, koran, majalah, berita online, dan sebagainya. Cukup sesuaikan saja dengan minat dan pilih media yang membuat kita nyaman membaca itu semua. Banyak wawasan yang bisa diperoleh. Banyak hal baru juga untuk membunuh kebosanan akibat rutinitas. 

Jadi, apakah bahan bacaan yang sering kalian baca?

-Bayu-



Note: Cukup lagu Peterpan yang berjudul "Dunia Yang Terlupa" menjadi pengiring penulisan kali ini. Liriknya mantap. 


Image source: idmusik
READ MORE - Ragam Bahan Bacaan Di Era Modern

Dimensi Waktu: Masa Lalu, Masa Sekarang dan Masa Depan


Image source: myflr.org

Kita hidup dalam waktu yang terus-menerus bergulir.

Detik demi detik yang kita lewati membawa kita menuju "waktu abadi" di kehidupan mendatang. Apakah kita sudah menyadarinya selama ini?

Membicarakan mengenai waktu tentu akan sangat luas pembahasannya, dan perlu pemahaman yang mendalam dari berbagai disiplin ilmu yang berhubungan dengan ini. Tidak usah terlalu dipusingkan, "waktu" yang menjadi bahan tulisan kali ini difokuskan ke dalam tiga pembahasan sdrhana yang pastinya sudah sangat lekat dalam kehidupan kita: masa lalu, masa sekarang dan masa depan.

Kita dilahirkan ke dunia ini bukan tanpa alasan. Ada sebuah tujuan mulia yang diamanatkan kepada kita oleh Allah, dan dalam rangka mengemban amanat tersebut, kita diberikan waktu. Sayang, tidak ada satupun manusia yang dapat mengetahui berapa lama waktunya di dunia, entah itu satu hari, lima minggu, sepuluh bulan, enam puluh tahun atau bahkan ratusan tahun.

Tidak ada manusia yang tahu pasti berapa lama umurnya di dunia.

Coba perhatikan jam dinding sejenak (atau jam lain yang memiliki jarum jam). Benda itu menjadi contoh tiga dimensi waktu dalam satu tempat bersamaan. Saat jarum penunjuk detiknya bergerak, saat itulah kita melihat tiga dimensi waktu: masa lalu (posisi detik sebelumnya), masa kini (posisi dimana jarumnya berhenti) dan masa depan (posisi dimana jarumnya akan bergerak setelah berhenti).

Sederhana tapi bermakna. 

Saat jarum jam meninggalkan posisi sebelumnya dan bergerak maju, saat itulah kita telah kehilangan waktu "sekarang" dan segera berubah menjadi "masa lalu". Masa lalu masing-masing orang berbeda, tergantung sudah berapa lama dirinya hidup di dunia ini. Masa lalu juga bisa mengacu pada masa sebelum saat ini (ya, detik ini juga), baik dalam hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun. Jadi, seribu tahun sebelumnya bisa dibilang masa lalu, sama halnya dengan sedetik sebelumnya.

Masa lalu tidak akan bisa kembali, dengan cara apapun.

Baca juga: Andai Ada Remote Control Kehidupan

Baiklah, masa lalu biarlah berlalu, begitu yang sering kita dengar, kan? Ya, biarlah berlalu, tapi jangan lupa ambil pelajaran dari sana, dan gunakan untuk berkembang di saat ini dan masa depan. Masa sekarang adalah masa krusial, karena apa yang kita lakukan saat ini akan menentukan arah kita ke depannya. Kalau masa lalu sudah hilang dan masa depan belum terjadi, maka sudah pasti kita harus menggunakan "masa sekarang" sebaik mungkin. Gunakan dengan berbekal pengalaman masa lalu demi meraih masa depan yang lebih baik dari masa sekarang.

Ah, semoga sekelumit tulisan ini bisa dipahami. Ide ini timbul akibat sejenak melihat gerakan jarum jam. Intinya, jangan pernah menyesali masa lalu. Masih ada tugas menanti untuk membawa diri ini menjadi lebih baik di masa mendatang, yakni dengan memanfaatkan masa sekarang sebaik mungkin.

"The bad news is time flies. The good news is you're the pilot."

Kutipan di atas sangat benar.
We are the pilot of our time, our life
So... jadilah pilot yang baik. 

-Bayu-



Note: Musik elektronik bernuansa futuristik milik Moby yang berjudul "Porcelain" mengiringi penulisan artikel ini.


Image source: wikipedia.org
READ MORE - Dimensi Waktu: Masa Lalu, Masa Sekarang dan Masa Depan

Nyaman Membaca Buku yang Memiliki Fisik


Image source: fanpop.com

Membaca itu aktivitas yang menyenangkan.

Apa saja yang bisa dijadikan bacaan? Ya semua hal, intinya yang mengandung tulisan, entah itu menggunakan aksara latin atau aksara lain, dirangkai sedemikian rupa membentuk sesuatu yang memiliki makna, bisa panjang, bisa juga pendek.

Salah satu media yang dapat menampung rangkaian tulisan tersebut adalah buku. Buku itu jendela dunia, begitu kalimat yang sering gua denger dari guru sekolah dulu. Mereka selalu menekankan pentingnya sebuah buku bagi ilmu pengetahuan, bla bla bla. Ya, buku memang bisa diibaratkan jendela dunia, soalnya hanya dari buku saja kita bisa "melihat" dunia di luar sana, di luar tempat kita membaca.

Kalau untuk zaman modern seperti sekarang ini sih... sudah banyak media yang menggantikan peran buku sebagai jendela dunia. Cukup sediakan gadget dan internet, maka seolah dunia sudah berada dalam genggaman. Masih banyak media lain yang bisa membuka jendela ke "dunia luar", sebut saja televisi, radio, koran dan sebagainya.

Gua akan memfokuskan pembahasan kali ini pada buku, baik nonfiksi ataupun fiksi. Kedua jenis ini banyak ditemui di toko buku, perpustakaan, lemari buku seseorang, dan sebagainya. Buku sudah lekat dalam kehidupan gua, entah apa yang membuat gua awalnya tertarik membaca buku, mungkin sensasi "terbius" akibat larut dalam bahan bacaan. 

Kalau dulu buku hanya berbentuk fisik, alias deretan tulisan yang dicetak di atas kertas, kini teknologi mengubahnya. Buku bertransformasi menjadi bacaan yang tidak memiliki fisik mandiri, alias tertanam dalam sebuah media lain, dalam hal ini perangkat teknologi. Buku kini disulap menjadi digital. Komputer, smartphone, tablet dan sejenisnya adalah media yang mampu menampung buku digital. Tujuannya mulia, mempermudah masyarakat dalam membaca dan mengurangi penggunaan kertas berlebihan. 

Oke, gua akui tujuan itu bagus. Masyarakat urban saat ini membutuhkan informasi yang cepat dan tidak ribet, ditambah penggunaan kertas berlebihan adalah sebuah eksploitasi serius sekaligus membahayakan bagi lingkungan. Jadi kemunculan buku digital seolah menjawab itu semua. Tapi, apakah itu membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan? Tidak juga. Kembali ke pilihan masing-masing.

Secara pribadi, gua menyukai membaca buku yang memiliki bentuk fisik, ketimbang digital. Ada sensasi tersendiri saat membalik lembar demi lembar kertas, juga saat memegang buku yang memiliki tekstur, berat dan ukuran yang berbeda. Semua itu tidak didapatkan saat membaca buku secara digital. Misalnya, membaca e-book di media tablet berukuran layar 10 inchi. Kita akan disuguhkan bahan bacaan dengan tampilan yang disesuaikan untuk media tersebut. Meskipun operating system yang dibenamkan di perangkat elektronik saat ini mampu membuat tampilan "membalik halaman e-book layaknya membalik sebuah halaman buku fisik", namun tetap saja sensasinya berbeda. Sudah jelas berbeda.

Gua bisa berpendapat begini karena sudah membandingkan membaca buku yang berbentuk fisik dan digital. Ada beberapa buku digital yang gua punya demi mencoba rasanya membaca melalui gadget. Hasilnya? Kurang memuaskan. Ada plus minusnya. Dari segi kepraktisan, harus diakui e-book memang praktis. Tinggal keluarkan gadget, pilih bukunya dan baca, dimanapun dan kapanpun, berbeda dengan buku yang tebalnya bisa ratusan halaman dan kurang praktis dibawa kemana-mana. Dari segi kenyamanan, tidak senyaman membaca buku fisik. Kedua mata kita juga akan cepat lelah jika terus-menerus menatap layar gadget untuk membaca e-book. Sensasi membalik kertas seperti yang gua jelaskan sebelumnya juga tidak ada di e-book.

Tidak hanya buku kok, saat ini koran, majalah dan sejenisnya juga sudah dijadikan digital. Semua demi memuaskan hasrat masyarakat urban yang selalu saja dikejar waktu dan menginginkan informasi secepat dan seringkas mungkin. Akan sangat merepotkan bagi masyarakat urban jika harus membawa setumpuk buku, koran dan majalah dalam sekali waktu. Jika bisa diringkas dalam satu gadget, kenapa harus direpotkan dengan bawaan yang banyak, ya kan?

Sekali lagi, itu semua pilihan. Bagaimana dengan kalian, apakah lebih suka membaca buku/koran/majalah yang berbentuk fisik atau digital?

-Bayu-

Note: Vokal Kate Nash yang terekam sempurna di lagu "Foundations" menemani gua saat menulis artikel ini.



Image source: wikipedia
READ MORE - Nyaman Membaca Buku yang Memiliki Fisik

Rahasia: Harus Diungkapkan Atau Tidak?


Image source: detecting365.com

Semua orang pasti punya rahasia pribadi.

Ya kan? Pasti kalian punya, sekecil dan sebesar apapun itu.

Tidak mungkin tidak. Rahasia akan selalu timbul karena tidak semua hal pantas untuk dipublikasikan ke semua orang, tidak semua hal pantas untuk diketahui, juga tidak semua hal akan diterima dengan baik. Bagaimana tanggapan orang-orang kalau mengetahui si A ternyata begini? Apakah masa lalu si B pantas untuk diketahui semua orang? dan sederet pertanyaan lainnya. Ada norma yang mengatur kehidupan kita (agama, kesopanan, hukum, kesusilaan), sehingga perilaku kita akan dituntut untuk mengikuti norma-norma tersebut.

Akan selalu ada bermacam alasan kita untuk menyimpan sebuah rahasia, entah itu karena kita malu untuk mengungkapkan suatu hal, atau karena kita takut dimarahi karena telah berbuat sesuatu yang di luar batas, atau alasan lainnya. Itu semua sah-sah saja, hak kita sebagai individu untuk menyimpan semua rahasia pribadi.

Bagaimana dengan tanggapan setiap orang saat punya suatu rahasia pribadi? Ada yang merasa terbebani, terutama jika rahasia tersebut dianggap "sangat top secret". Mereka akan selalu memikirkan hal itu dan berusaha menutupinya dari orang lain. Ada pula yang akan berpikir, "Ya udah sih, abaikan aja, biarin tetep jadi rahasia. Ga usah dibawa jadi beban. Santai bro." It's fine, really. Sekali lagi, itu semua sah-sah saja, hak tiap orang mau memikirkan apa pun, khususnya mengenai rahasia mereka.

Yang bermasalah adalah jika rahasia itu menggerogoti mental kita terus-menerus. Ada sebuah penelitian unik yang dipimpin oleh Michael Slepian, Ph. D dari Coumbia Business School (dilansir dari Business Insider), yang membagi dua kelompok partisipan:
A. Partisipan yang ditanya mengenai rahasia apa yang sering mereka pikirkan dan sangat   membebani mereka.
B. Partisipan yang ditanya mengenai rahasia yang jarang dipikirkan dan mereka merasa tidak terbebani akan hal itu.

Kedua kelompok partisipan tersebut kemudian diminta untuk menilai kecuraman dari sebuah bukit. Hasilnya, partisipan A menilai bukitnya lebih curam daripada yang dipikirkan partisipan B. Peneliti menyimpulkan bahwa ini terjadi karena partisipan A "terbebani" dengan rahasia mereka dan akan berusaha menutup-nutupinya sehingga melihat si bukit sulit didaki, berbeda dengan partisipan B.

Kata Michael Slepian: "Terkadang orang-orang berpikir bahwa jalan terbaik adalah dengan menyimpan rahasia, padahal dengan melakukan hal itu, kita mungkin akan terjebak dalam konsekuensi negatif."

Hal ini akan berpengaruh besar manakala orang-orang yang memendam rahasia besar dihubungkan dengan pekerjaan. Mereka cenderung tidak produktif, karena memiliki segudang usaha untuk menutupi hal tersebut. Misal, dua orang karyawan yang memiliki affair di suatu kantor dan berusaha menutupi info tersebut, pasti akan memikirkan segala cara agar tidak ketahuan dan malah tidak fokus terhadap pekerjaannya. 

Lebih lanjut, Michael Slepian menyatakan bahwa bisa jadi cara terbaik mencegah sebuah rahasia agar tidak mempengaruhi kinerja kita di kantor adalah dengan mengungkapkannya. Idealnya, kita bercerita pada orang lain yang kita percayai, misal seseorang di departemen lain. Jika tidak, Michael menyarankan agar kita mempublikasikannya di forum online atau yang paling mendasar: menuliskannya di jurnal pribadi.

Well, itu saran Michael Slepian. Dia menekankan pentingnya melepaskan perasaan terbebani dari menyimpan rahasia untuk "meraih kembali fokus dan produktivitas bekerja".

Tips si Michael ini tidak harus untuk kita yang bekerja, bisa diterapkan secara universal kok. Intinya kan jangan sampai sebuah rahasia malah menggerogoti mental kita untuk melakukan aktivitas secara produktif. Jadi lebih baik mengungkapkannya. Kalau kita malu untuk ngomong ke orang lain, ya tuangin aja ke jurnal pribadi, mau online atau offline (siapa tahu masih ada yang nulis diary sampe sekarang?). Semoga aja perasaan terbebaninya berangsur menghilang atau... bisa jadi malah nemu solusi dan akhirnya rahasia tersebut tidak menjadi sebuah rahasia lagi? Mungkin saja. 

Semua kembali pada pilihan kita sebagai pribadi. Mau diungkapkan atau tidak?

-Bray-


Note: Diambil dari album Curiouser and Curiouser, lagu Santamonica yang "Ribbons And Tie" mengalun indah mengiringi penulisan kali ini. Musisi lokal yang satu ini punya segudang lagu bagus untuk didengerin.

READ MORE - Rahasia: Harus Diungkapkan Atau Tidak?

Imajinasi Bergerak Tanpa Batas


Image source: www.moneycrashers.com

Ini pembahasan lanjut dari pemikiran out of the box yang sempet dibahas sebelumnya, soalnya mau dituangin di satu bagian khawatir membludak penjabarannya.

"Imagination is more important than knowledge"

Kutipan di atas berasal dari Albert Einstein, sang ilmuwan sukses dengan sejumlah penghargaan akademis (termasuk Hadiah Nobel Fisika di tahun 1921), yang banyak menelurkan teori untuk kepentingan umat manusia, salah satunya adalah teori relativitas yang sangat terkenal itu. Seorang ilmuwan sekaliber Albert Einstein saja mengakui kalau imajinasi itu lebih penting daripada ilmu pengetahuan, dan beliau juga pernah mengatakan kalau "Logika akan membawamu dari A ke B, sementara imajinasi akan membawamu kemana saja."

Wow, sehebat itukah sebuah imajinasi?

Coba aja tengok sekeliling kita. Begitu banyak produk manusia yang lahir dari hasil imajinasi. Mungkin kita akan berdalih dengan mengatakan, "Ah, itu kan hasil dari teori ilmu pengetahuan." Memang benar, tapi dari mana ilmu pengetahuan muncul kalau bukan dari rasa keingintahuan seseorang akan sesuatu? Jika keingintahuannya dibendung oleh sebuah batasan, maka tidak akan berkembang lebih lanjut. Maka dari itu, sebuah keingintahuan yang tidak dibatasi akan menghasilkan sebuah jawaban, sebuah teori, sebuah ilmu. 

Mungkin kalimat di atas masih multi tafsir dan mengundang perdebatan, tapi yang mau ditekankan disini adalah pentingnya memiliki imajinasi yang memiliki daya jangkau tak terbatas. Imajinasi identik dengan otak kanan, otak yang berhubungan dengan intuisi, kreatifitas, musik, selera seni, juga emosi. Sementara otak kiri berhubungan dengan keterampilan angka-angka, logika, pertimbangan, berbicara, juga menganalisa. Beberapa tokoh besar dunia seperti Albert Einstein, Isaac Newton, Leonardo da Vinci, juga Michaelangelo adalah para pengguna otak kanan.

Bukannya mau mendiskreditkan para pengguna otak kiri, gua hanya ingin membuat kedudukan menjadi sejajar. Di Indonesia, otak kiri seolah dinomorsatukan, jurusan kuliah yang berhubungan dengan otak kiri akan "dianggap" lebih wah, sementara yang berhubungan dengan otak kanan diremehkan.

Pola pikir ini mesti dirubah. Jika terhalang batasan, dengan dilandasi niat kuat, para pengguna otak kanan bisa kok berkembang menjadi sukses. Imajinasi dan kreatifitas mampu membawa seseorang melesat jauh. Ingat, hanya imajinasi yang disertai dengan tindakan nyata lah yang akan mampu membawa sebuah perubahan, bukan sekedar imajinasi. Lihat saja bagaimana imajinasi seorang J.K. Rowling dituangkan secara detil dalam serial petualangan Harry Potter, atau imajinasi fantastis J.R.R. Tolkien mengembangkan Middle-earth, sebuah dunia rekaan yang menjadi setting kisah The Lord of The Rings. 

Silakan kalian googling sendiri betapa suksesnya kedua kisah imajinatif itu dikembangkan (dan gua sangat mengagumi dua cerita itu). Itu hanya salah satu contoh, padahal masih banyak lagi contoh pengaplikasian imajinasi yang akhirnya mengecap kesuksesan. Mau tidak mau, kita telah menikmati sajian produk-produk hasil imajinasi dan kreatifitas tanpa batas para pengguna otak kanan. Coba lihat negara Jepang, yang banyak menghasilkan produk penuh imajinasi. Kalian yang sering menikmati anime dan manga pasti tahu hal ini.

Logika memang penting, namun jangan dijadikan tolak ukur pasti sebuah kesuksesan.

Beristirahatlah sejenak, biarkan tubuh dan pikiran rileks, dan kembangkan imajinasi seluas-luasnya. Well, maukah kita mengembangkannya?

-Bray-



Note: Kompilasi blues rock dan rock 'n roll di lagu "Jet Airliner" milik The Steve Miller Band mengalun indah menemani penulisan ini.



READ MORE - Imajinasi Bergerak Tanpa Batas

Out Of The Box Thinking


Image source: videoforbusiness.ca

Berpikir kreatif, tidak seperti yang orang lain pikirkan.

Itu adalah kalimat yang mudah diucapkan, namun pelaksanannya tidaklah semudah lidah berucap. Thinking out of the box menjadi sebuah slogan yang diusung banyak pemikir besar dan pencetus ide unik yang dapat mengubah kehidupan, atau setidaknya... dapat mengubah pandangan kebanyakan orang akan suatu hal.

Beberapa hari belakangan ini gua dimintai tolong untuk menguraikan suatu permasalahan yang terkait dengan pekerjaan di kantor (maaf, ga bisa di-share disini, karena ngejelasinnya aja bikin mumet sendiri), yang mana permasalahan ini sebenarnya sudah berlarut-larut. Kalo ga diselesain, bisa jadi bom waktu di kemudian hari. Kalo coba diselesain, entah kenapa ujung-ujungnya selalu aja buntu, dead end. Melihat tumpukan file-nya aja udah males, apalagi mesti nemuin solusi untuk ngerjain, hahaha.

Apa otak gua udah sedemikian mampetnya? Nanya ke pihak yang lebih berwenang nentuin solusi... yang didapat adalah grand design konsep solusinya (yang mana sangat bagus), tapi permasalahan utama adalah di implementasi. Kayaknya, dibutuhkan sebuah solusi yang belum pernah diterapkan sebelumnya atas masalah ini. Dari situlah gua kepikiran masalah out of the box thinking ini.

Oke, lupakan masalah kerjaan. Guess what? Gua jadi kepikiran beberapa hal, yaitu konsep berpikir out of the box bisa didorong kalo kita mau:

1. Berpikir jernih.
2. Terbuka terhadap masukan dan wawasan, siapapun dan apapun itu. 
3. Melihat sesuatu dari sudut pandang berbeda dan berani mengaplikasikannya.

Kenapa berpikir kreatif atau out of the box itu penting? Karena sekarang era dimana teknologi berkembang pesat, dan kita dituntut untuk berkonsep. Lagipula, berpikir kreatif akan melatih otak untuk terus bekerja, tidak stagnan. Orang-orang kreatif akan banyak dicari dan dibutuhkan. Merekalah pencetus inovasi yang berguna untuk masyarakat, dalam bidang apapun, dari hal kecil hingga besar.

Hm... apa ya yang ada di benak para pemikir besar dan pencetus inovasi mutakhir yang udah nelurin banyak ide untuk umat manusia. Contoh, apa yang ada di benak Steve Jobs tatkala memperkenalkan iPod ke masyarakat, yang akhirnya membuat mindset "menikmati musik digital lebih menyenangkan daripada kemasan fisik?"

Pertanyaan serupa juga berlaku untuk seluruh inovasi yang pernah dicetuskan. Hebat ya para pencetus ide itu, bisa menghasilkan ide fantastis, berbeda dari yang lain dan juga berguna. Oya, untuk kalian yang udah punya sebuah karya hasil dari pemikiran kreatif dan out of the box, apapun itu, gua ucapkan, "Hebat, teruslah berkarya!"

Untuk saat ini, gua cuma berharap akan menemukan solusi atas masalah kerja yang ada di kantor, siapa tahu bisa berpikir jernih dan akhirnya permasalahan selesai hehe.

Apakah kalian pernah berpikir sesuatu yang benar-benar out of the box?

-Bray-



Note: Salah satu musisi lokal yang punya ide kreatif dalam berkarya adalah Rock And Roll Mafia, yang melalui album "Outbox", berhasil menyajikan musik elektronik yang indah. Gua dengerin lagu mereka yang berjudul Ironique untuk menemani pemulisan ini.




READ MORE - Out Of The Box Thinking
 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.