Pelayanan Customer: Ramah vs Malas-Malasan

Image source: keithpushor.ca


Dilayani dengan ramah oleh penjual saat kita memilih sebuah barang/jasa tentu menjadi dambaan semua orang. Pertanyaannya: apakah semua penjual seperti itu?

Tidak.

Di blog ini saya pernah membahas mengenai pentingnya senyum tulus saat melayani pelanggan, dan kali ini saya memfokuskan pada keramah-tamahan. Esensinya tetap sama, yakni bagaimana pandangan pembeli saat mendapatkan pelayanan baik versus pelayanan buruk. 

Jadi begini. Sekitar tiga minggu yang lalu saya berniat membeli sebuah smartphone baru, untuk menjunjang kebutuhan komunikasi. Saya belum menetapkan pilihan pada satu merk, dan akhirnya memutuskan untuk pergi mencari referensi ke sebuah toko ritel yang selalu saya percaya untuk membeli gadget (alasan utama adalah karena di toko ini saya dapat menggunakan kartu kredit dengan bunga cicilan 0%). Tidak ada niat untuk membeli saat itu, hanya ingin melihat-lihat dulu. 

Setelah pulang dari kantor, saya memutuskan untuk pergi ke sana, dan tiba di toko tersebut pukul setengah sembilan malam. Memang tokonya belum tutup, namun petugasnya tinggal satu orang (entah kemana perginya yang lain), dan dia menanggapi pertanyaan saya dengan tidak antusias, seolah-olah dia berharap saya segera angkat kaki dari situ. Saya masih mencoba bertanya ini-itu mengenai salah satu merk, dan dengan nada datar dia berkata, "Maaf Mas, produknya lagi kosong. Kalau mau, Mas coba cari aja di tempat lain."

"Your most unhappy customers are your greatest source of learning" -- Bill Gates

Saya terkejut, karena baru kali ini saya diberi rekomendasi semacam itu. Biasanya, jika barang yang saya cari tidak ada, petugasnya akan mencoba membelokkan pilihan saya ke produk sejenis, dengan bujuk rayu maut. Kali ini saya mengalah, dan dengan sedikit kesal segera beranjak dari sana. Tidak jauh dari toko ritel tersebut, terdapat toko ritel gadget lain, dan petugasnya dengan ramah membujuk saya untuk masuk ke dalam. Saya pun memutuskan untuk masuk, hanya sekedar untuk melihat-lihat. Dengan cekatan seorang petugas langsung menghampiri saya dan bertanya apa yang saya cari. Begitu saya jawab, "Mau melihat-lihat dulu," dia pun menyingkir dengan sopan, memberi privasi. Saat saya terpaku lama di sebuah merk, dia kembali menghampiri dan menjelaskan keunggulan produk tersebut. Awalnya saya merasa risih, namun lama-kelamaan jadi penasaran. Begitu saya mengutarakan kebutuhan smartphone yang saya cari, dia pun dengan cekatan menunjukkan beberapa pilihan.

Akhirnya, penjelasan dia sukses membuat saya memutuskan untuk membeli. Lagipula, memang saya sedang membutuhkan smartphone juga. Saya diberi sebuah pilihan smartphone berkualitas dengan harga terjangkau, dan saya pun dapat memanfaatkan fasilitas kartu kredit dengan bunga cicilan 0% juga di sana.

Sesampainya di rumah, saya terus memikirkan kejadian tersebut, dan sempat menyesal langsung membeli tanpa mencari tahu dulu review-nya di internet. Saya sempat menyalahkan diri saya yang terlalu mudah dirayu. Tapi ketakutan saya lama-kelamaan sirna. Saya melihat review positif di internet mengenai smartphone yang saya beli, dan setelah pemakaian tiga minggu, saya benar-benar yakin bahwa benda ini memang yang saya butuhkan.

Well, intinya, saya kembali mendapat pelajaran bahwa melayani pelanggan/pembeli dengan ramah itu banyak membawa perubahan positif bagi penjual. Bisa jadi malam itu saya terlalu lelah hingga mudah terbujuk rayu membeli sebuah produk, namun tetap saja pelayanan yang ramah menjadi bukti bahwa "Good service makes the difference".

"A satisfied customer is the best business strategy of all" -- Michael LeBeouf

Apakah kalian pernah mengalami kejadian serupa?

-Bayu-



Note: Musik electro pop lembut yang menenangkan dipersembahkan oleh musisi lokal asal Bandung, yakni Bottlesmoker, melalui "Vegabond". Lagu ini diputar untuk mengiringi proses penulisan.
Image source: roi-radio.com








READ MORE - Pelayanan Customer: Ramah vs Malas-Malasan

Titik Balik Kehidupan: Apa Kisahmu?

Image source: firstfruit.com

















Semua hal dalam hidup mengajarkan kita satu hal: "terus lanjutkan hidup".

As simple as that. Entah itu momen kebahagiaan, kesedihan, kehilangan, kemarahan, dan sebagainya. Pengalaman hidup tidak pernah mengajarkan manusia untuk memilih kematian, karena bukan itu yang diinginkan Allah SWT kepada setiap makhluknya. Apakah misal, hanya karena kehilangan seseorang yang kita sayangi, lantas kita juga harus mengakhiri kehidupan ini?

Come on... 

Bukan hanya kita saja yang mengalami apa yang kita rasakan saat ini. Setiap kebahagiaan yang terpancar, setiap derai tawa, setiap tangis, setiap luka, dan sebagainya... semua manusia mengalaminya, hanya saja levelnya berbeda. Allah SWT akan memberikan ujian hidup kepada manusia sesuai level keimanannya. Jika kita mampu melewati ujian tersebut, kita akan menemukan makna kehidupan. Dari situ, kita akan merasakan sebuah titik balik (turning point).

Titik balik bisa dikatakan sebuah momen dimana kita dapat membuat diri ini menjadi lebih baik lagi. Apabila kita mengalami kebosanan hidup dan berhasil keluar dari belenggu rutinitas, bisa jadi itulah titik balik. Atau saat kita berhasil menamatkan sebuah studi, berhasil mendapatkan promosi pekerjaan, berhasil memenangi sebuah pertandingan, berhasil menikah, berhasil memiliki buah hati, dan sebagainya.

Menyenangkan? Tentunya. Mendapat sebuah momen dimana akhirnya kita merasa "hidup kembali" adalah dambaan semua orang, dan tidak mudah mendapatkannya. Apakah itu berarti setiap titik balik didapatkan dari momen kebahagiaan? Tidak. Sebuah titik balik kehidupan bisa saja berasal dari keterpurukan, dari kusutnya permasalahan hidup, dari situasi kalut, dari situasi statis, atau dari situasi yang tidak terduga, karena kehidupan ini memang penuh dengan misteri, dan itulah yang membuatnya terasa "menggigit". Justru kebanyakan titik balik berasal dari hal-hal semacam ini.

Saya memiliki beberapa titik balik dalam hidup, salah satu contohnya adalah saat berhasil keluar dari belenggu rutinitas beberapa minggu belakangan ini, dengan menyempatkan diri cuti dari pekerjaan dan pergi menikmati indahnya alam. Dari situ saya berhasil merubah mindset bahwa kehidupan ini harus tetap dijalani dengan penuh rasa syukur, bahwa tidak sebaiknya kita menyalahkan keadaan. 

Kita yang harus berjuang sendiri mengatasi semua ujian hidup yang ada. Hanya diri kita yang bisa. Ikhlas. Jalani dengan penuh rasa syukur. Tebar kebaikan untuk orang lain.

Well, bukan berarti saya lantas menjadi orang yang super sempurna. Tidak ada yang seperti itu. Saya hanya mencoba meresapi momen titik balik ini dengan sebaik mungkin. Saya tidak tahu sampai kapan ini bertahan, semoga selama saya hidup. 

"The turning point in the process of growing up is when you discover the core of strength within you that survives all hurt"  -- Max Lerner

Kalian pasti pernah mendapatkan sebuah titik balik dalam hidup juga, kan? Sebuah momen dimana akhirnya kalian merasa bahwa "ah, akhirnya bisa seperti ini juga" atau "ah, ternyata semua indah pada waktunya" dan perasaan semacam itu. Bisa saja titik balik itu didapat saat kalian berhasil lulus kuliah, berhasil menikah, berhasil memiliki buah hati, berhasil melewati rintangan hidup, berhasil bangkit dari kegagalan, berhasil keluar dari kesedihan yang mendalam, dan sebagainya.

Silakan berkomentar. Mari berbagi kisah, siapa tahu menginspirasi yang lain juga :-)

-Bayu-



Note: Kekuatan musik Coldplay mampu membius proses penulisan. Lagu mereka yang berjudul "Trouble" mengalun sepanjang proses menulis. Terima kasih kepada teman saya, yang telah memberikan ide mengenai titik balik ini. You know this song is really suitable for this article :-)
Thank you.


Image source: en.wikipedia.org
READ MORE - Titik Balik Kehidupan: Apa Kisahmu?

Kita Akan Selalu Menghakimi Sesuatu

Image source: filterbutler.com















Tidak ada satu manusia pun yang tidak pernah menghakimi sesuatu.

Kita dibekali banyak indera oleh Allah SWT, yaitu:
Mata untuk melihat.
Telinga untuk mendengar.
Lidah untuk mengecap.
Hidung untuk membaui.
Kulit untuk meraba/menyentuh.

Bersukurlah bagi yang masih memiliki kelima indera dengan lengkap, karena banyak orang di luar sana yang tidak dapat menikmati "perlengkapan" tersebut dengan sempurna. Dengan menggunakan kelima indera tersebut, kita dapat mengenal dunia di sekeliling kita. Kita dapat menikmati indahnya alam, bermacam rasa di lidah, mendengar musik, mencium aroma sesuatu, hingga merasakan tekstur benda dengan kulit.

Hal yang terjadi berikutnya setelah menggunakan panca indera adalah "menilai", dalam artian memproses data-data yang didapat dari objek yang ditangkap indera, untuk selanjutnya diproses dalam otak menjadi sebuah kesimpulan. Setiap hari mata kita akan melihat, telinga kita akan mendengar, hidung kita akan membaui, lidah kita akan mengecap, dan kulit kita akan menyentuh/meraba sesuatu. Kesimpulan yang diproses oleh otak setiap orang bisa sama, bisa berbeda. 

Satu hal yang pasti: kita akan selalu melakukan proses penilaian. Kita akan selalu menilai sesuatu. Menghakimi. Memberi penilaian baik atau buruk. Men-judge, atau apapun istilah lainnya. Ini adalah proses normal. Tidak dapat disangkal keberadaannya.

Contoh sederhananya adalah saat bertemu orang baru, atau saat memperhatikan orang berlalu-lalang di keramaian publik. Tidak dapat dipungkiri bahwa mata kita akan memperhatikan mereka, memperhatikan gaya jalan, cara berbicara, kondisi fisik, dan sebagainya. Saat kita membaca sebuah berita, saat berkenalan dengan orang baru, saat kita mendengar musik/suara tertentu, saat kita melihat postingan seseorang di media sosial, dan sebagainya. Itulah mengapa kritik begitu menjamur.

Bahkan saat ini. Kalian pasti juga sedang melakukan penilaian atas tulisan yang saya buat, apakah baik atau buruk. Bisa saja kalian menilai tulisan saya terlalu kaku, terlalu formal, terlalu biasa, atau bahkan di titik ini kalian merasa jenuh dan memutuskan untuk keluar dari blog saya. It's okay, karena itu semua hak pembaca. Saya hanya menekankan bahwa "kita pasti akan selalu menghakimi sesuatu", tanpa terkecuali. Itulah yang sedang terjadi sekarang, bukan?

Jadi, kalimat "Don't judge a book by its cover" bisa diartikan sebagai "Jangan lantas berpegang teguh pada penilaian yang kita lakukan pertama kali saat menilai sesuatu". Bisa saja seorang preman yang terlihat garang sebenarnya orang baik, bisa saja teman baik menjadi teman yang kejam, bisa saja musuh menjadi teman. Apapun yang terjadi, semua melalui proses penilaian. Personal judgement.

"Jangan pernah melakukan penilaian cepat atas tindakan seseorang, bisa saja suatu hari kita akan berada dalam posisinya" - unknown

"You're being judged no matter what, so be who you want to be" - unknown

Sekarang tergantung kita, apakah tetap mau berpegang teguh pada penilaian negatif yang dibuat, atau memaksa pikiran kita untuk selalu mengambil sisi positif dari suatu hal. Good or bad? It's all about our decision. One thing for sureKita akan selalu menilai sesuatu, tidak mungkin tidak. Itulah kenyataannya.

Jangan sampai kita tenggelam dalam kesedihan karena banyak dikritik, dicela atau direndahkan. Kritikan akan selalu ada, penghakiman pribadi akan selalu ada, karena kita pun melakukannya setiap saat. So hey, wake up please, hadapi dunia dengan cara kita sendiri! Terima kritik dengan lapang dada, ambil sisi positifnya, dan move on. Jangan biarkan komentar negatif orang menghalangi kita untuk bergerak maju.

-Bayu-




Note: Single Haim yang berjudul "Falling" mengiringi penulisan postingan ini. Trio musisi asal Amerika yang mengusung pop-rock ini menyajikan musik yang luar biasa, tidak mainstream.
Image source: wildhoneyrecords.com

READ MORE - Kita Akan Selalu Menghakimi Sesuatu

Ketakutan dalam Hidup

Image source: stacysrandomthoughts.com

Semua orang memiliki ketakutannya sendiri akan suatu hal, tanpa terkecuali.

Saya tahu bahwa setiap kolaborasi Disney dan Pixar selalu memberikan sebuah sajian film animasi yang sangat bagus, sangat menyentuh dan sangat indah. The Good Dinosaur tetap memberikan efek yang sama. Dibuka dengan kisah mengenai Arlo, dinosaurus kecil yang hidup tenang di sebuah ladang pertanian (ya, bahkan dalam versi Pixar, dinosaurus disulap memiliki kecerdasan layaknya manusia hehe) bersama keluarganya: ayah, ibu dan kedua saudara kandungnya.

Arlo ini bertubuh mungil, dan kerap menemukan masalah dalam tugas kesehariannya, yakni memberi makan hewan ternak. Sang ayah selalu memberi dorongan padanya untuk melawan ketakutan dan melangkah menuju "dunia indah" jika bisa melewati ketakutan tersebut. Sebuah insiden memilukan membuat pemikiran Arlo berubah, dan takdir mempertemukannya dengan seorang anak manusia yang tidak dapat berbicara, namun sangat peduli padanya. Bukan Disney-Pixar jika tidak menyajikan petualangan penuh sensasi, tidak terkecuali film ini. Kisah selanjutnya diisi dengan petualangan Arlo dan si anak manusia demi mencari bentuk "kehangatan" bernama keluarga.

Saya bukanlah kritikus film, dan saya tidak menempatkan blog ini sebagai review film. Jika menemui film bagus, yang akan saya ketengahkan bukanlah sisi teknis film (naskah, musik, akting, dll), melainkan pesan di baliknya. Film ini memiliki pesan tersirat dan tidak tersirat mengenai pelajaran kehidupan.

Ketakutan itu penting dalam hidup.

Jika kita tidak memiliki ketakutan, maka kita akan berjalan dengan santai di tengah jalan raya berisi kendaraan yang melintas dengan kecepatan tinggi. Apa yang terjadi? Kita akan mati. Tanpa ketakutan, kita tidak akan bisa menyelamatkan nyawa sendiri. Hewan yang ditakdirkan menjadi mangsa bagi predator diberikan suntikan ketakutan luar biasa agar mereka dapat menjaga diri dari kejaran predator. Jika tidak demikian, dalam hitungan detik mereka akan mati.

Ketakutan menjadikan kita waspada. Ketakutan menjadikan kita hidup. Yang terpenting adalah kita memiliki amunisi untuk melawan ketakutan tersebut.

Kita harus melewati/mengatasi ketakutan kita sendiri untuk melihat keindahan di sisi lain.

Menurut saya, tema "melewati ketakutan" adalah yang ingin diusung film ini. Semua orang memiliki ketakutannya sendiri, entah takut melewati rintangan, takut dicemooh, takut mengemban tanggung jawab, takut berkomitmen, takut akan masa depan dan sebagainya. Film ini mengajarkan kita bahwa dengan keberanian melewati/mengatasi ketakutan tersebut, kita akan menemui sebuah keindahan di baliknya. 

Jika selama ini kita takut, cobalah lewati, cobalah lawan. Sulit? Tentu saja, itulah sebabnya tidak semua orang berhasil. Apakah kita bisa? Jika kita menanamkan pikiran bisa ke diri sendiri, insya allah kita akan mampu melewatinya. Akankah berjalan mulus? Tidak, karena hidup tidak menempa kita untuk menjadi manusia lemah. Hidup meminta kita untuk bangkit berjuang, bangkit melawan ketakutan. Yakinlah, semua sudah ada jalurnya. Hanya kita yang mampu melaluinya. Tanpa perjuangan, kita tidak akan mampu mengecap manisnya kesuksesan.

Mari bangkit untuk melawan semua ketakutan yang kita rasakan dalam hidup.

"You have to get through your fear to see the beauty on the other side" -- diambil dari dialog dalam film The Good Dinosaur.

Ah, memang menulis lebih mudah daripada melaksanakannya ya haha. Tulisan ini saya tujukan juga untuk diri pribadi, yang masih memiliki ketakutan yang belum berhasil ditaklukkan. Saya yakin kita semua memilikinya. Saya yakin kita sadar konsekuensinya, namun diri kita masih nyaman memendamnya.

Untuk yang telah berhasil mengatasi ketakutan pribadi akan suatu hal, selamat! Untuk yang belum... mari renungkan, coba tanyakan kepada diri sendiri, apakah kita masih tetap mau terjebak dalam ketakutan... atau tidak?

Semua pilihan ada di tangan kita.

-Bayu-



Note: Indie folk memberikan warna indah dalam dunia musik. Lagu "Crystals" yang dibawakan oleh band asal Islandia, yakni Of Monsters And Men, mengiringi penulisan artikel ini. Lagu ini juga dijadikan materi promosi film The Good Dinosaur dalam trailer perdananya. Such a beautiful song, so pure and elegant.

Image source: en.wikipedia.org




READ MORE - Ketakutan dalam Hidup

Sebuah Tulisan Memiliki Pengaruh

Image source: sometalkofyouandme.com


















Sebuah tulisan bisa mempengaruhi benak pembacanya.

Apapun yang ditulis, nyatanya setiap alfabet yang digunakan oleh seseorang untuk mengekspresikan sesuatu melalui tulisan bisa sangat berpengaruh pada pembaca lho. Koran, novel, puisi, teks pidato, teks iklan, pesan singkat dan semacamnya adalah bukti tak terbantahkan bahwa apapun yang tertulis bisa memiliki pengaruh.

Kuat atau tidaknya pengaruh sebuah tulisan selain tergantung dari isi (mencakup gaya bahasa, panjang tulisan, jenis huruf dan lain hal), juga tergantung dari daya tangkap si pembaca. Puisi yang dibaca oleh seseorang yang memang mengerti keindahan puisi akan mampu diapresiasi dengan baik (dan merasa terpengaruhi oleh hal itu), sedangkan puisi yang dibaca oleh orang yang tidak mengerti akan puisi... well, mereka tidak akan mendapatkan pengaruh signifikan dari apa yang mereka baca tersebut.

Sebuah tulisan memiliki daya pikat. Itu benar. Kepiawaian si penulis dalam mengolah kata adalah kunci utamanya. Bisa saja sebuah tema yang diangkat oleh dua orang penulis menjadi sangat bagus di tangan penulis A, sedangkan penulis B tidak mampu memaparkannya dengan baik. Permainan kata. Permainan pikiran. Efek yang ditimbulkan bisa sangat luar biasa. 

Lihat bagaimana seorang J.K. Rowling mampu menyihir seluruh dunia dengan ramuan kisah Harry Potter. Jika J.K. Rowling tidak menuliskan itu, dan kita diminta untuk menuliskan ide mengenai sosok penyihir seperti Harry Potter, bisakah kita menyamai kesuksesan kisah J.K. Rowling? Belum tentu. Seperti yang tadi saya bilang, kepiawaian penulislah kuncinya. Saya selalu terpikat saat membaca sebuah novel dimana penulisnya menyisipkan twist yang tak terduga seperti karya Sidney Sheldon. Bisakah orang lain menyamai cara membangun twist seperti yang Mr. Sheldon lakukan? Belum tentu.

Lalu, bisakah kita membuat sebuah tulisan yang berpengaruh? Tentu saja. Tidak usah muluk-muluk seperti kisah Harry Pottter. Kita dapat memilih jenis tulisan apapun yang kita inginkan. Banyak novel dengan ide penulisan unik yang belum dieksplor. Tidak sanggup menulis novel? Tidak masalah. Masih banyak jenis tulisan lain yang bisa kita pilih. Jika tidak memiliki ide, tuliskan saja apa yang ada di pikiran. Tuangkan di media yang tepat.

Kalian yang menggeluti dunia blog pasti sudah paham akan hal ini. Apapun jenis blog kalian, pasti memiliki tulisan yang berdampak kepada pembaca (kecuali blognya kosong melompong, itu lain cerita hehe). Sadar atau tidak, kita para blogger, telah menanamkan pengaruh tersendiri kepada pembaca. Saya kerap kali terpengaruh oleh tulisan beberapa blogger yang mampu mengolah kata dengan baik, biasanya pengaruh positif. Pengaruh tersebut ada yang masih saya rasakan sampai sekarang. 

Luar biasa. 


"If you want to change the world, pick up your pen and write" -- Martin Luther

Coba saja ingat sudah berapa banyak tulisan yang kita baca. Lalu, dari ragam bacaam tersebut, sudah berapa banyak jenis tulisan yang mempengaruhi pola pandang kita, mempengaruhi kehidupan kita. Contoh, mungkin saja dulu kita pernah merasa minder alias tidak percaya diri, namun setelah membaca buku self help mengenai kepercayaan diri, maka kita pun akan terpengaruh. Masih banyak contoh lainnya. Kalian pasti pernah merasakannya, kan?

So, tetaplah menulis, khususnya kalian, para blogger. Kita tidak akan pernah tahu sejauh mana hasil tulisan kita akan berpengaruh kepada pembaca di luar sana.

-Bayu-



Note: Lagu keren milik The SIGIT yang berjudul "Live In New York" mengiringi penulisan kali ini. Lagi-lagi sebuah band lokal yang mampu unjuk gigi dengan kreativitas supernya.

"Get my cash get my career"
"This is my sweet revenge"
Image source: flickr.com
READ MORE - Sebuah Tulisan Memiliki Pengaruh

Keluar dari Belenggu Rutinitas

Image source: equator-indonesia.com


















Semua orang memiliki rutinitas.

Bangun pagi. Sarapan. Mempersiapkan perlengkapan untuk beraktivitas. Belajar di sekolah. Menuntut ilmu hingga kepala terasa mau pecah. Bekerja keras di kantor atau lapangan. Mengurus anak. Bertemu pelanggan. Bertemu klien. Mempersiapkan laporan. Mengatasi segudang masalah di tempat kerja. Terjebak di kemacetan jalan. Berhimpit-himpitan di angkutan umum.

Fiuh... jika mau dituliskan, bisa panjang sekali daftar rutinitas keseharian kita, terutama masyarakat urban yang sudah sedemikian kompleks aktivitasnya. Kita tidak akan pernah merasa jenuh jika kita menjalani semuanya dengan ikhlas, dengan senang, tanpa memiliki pikiran negatif. Tapi... apakah semua orang mampu melakukannya? Tidak. Masih kita temukan banyak orang yang mengeluh mengenai aktivitas kesehariannya. 

Mengeluh karena jenuh.

Tanpa disadari, kita semua memiliki comfort zone dalam aktivitas sehari-hari, entah dalam pekerjaan, rumah tangga, hubungan sosial, dan sebagainya. Hal itu muncul akibat efek yang dihasilkan dari zona tersebut: kenyamanan. Kita tidak akan menemui masalah berarti jika kita tetap berada dalam zona tersebut. Benar, kan?

Untuk apa kita harus keluar dari zona itu jika lingkungan di luar sana tidak bersahabat? Untuk apa kita harus mengalami perasaan tidak nyaman? 
Hidup ini sudah penuh masalah, kenapa kita harus mencari masalah dengan keluar dari zona nyaman?

Banyak sekali alasan yang akan kita dengar terkait keluar dari belenggu rutinitas tersebut. Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang terjebak dalam zona nyaman aktivitas. Saya kerap khawatir jika melakukan aktivitas di luar zona nyaman. Saya selalu berpikir, "Terlalu banyak resiko jika kita bertindak di luar kenyamanan."

Salah besar

Terima kasih kepada pihak-pihak yang akhirnya sukses membuka pikiran saya bahwa terkadang comfort zone tidaklah selalu comfort. Dunia ini sungguh luas, kenapa kita harus terjebak dalam satu zona saja? Berhubungan dengan pihak itu-itu saja, mengerjakan hal itu-itu saja, tanpa pernah terpikir untuk mengecap indahnya dunia di luar comfort zone? Saya pun memutuskan untuk memanjakan diri dengan bepergian ke luar kota, menghirup udara kebebasan, menjalin komunikasi dengan rekan seperjalanan (baik yang telah dikenal maupun tidak), menginjak tempat lain, jauh dari belenggu rutinitas kantor. Keputusan untuk mengambil cuti dari kantor menurut saya adalah sebuah keputusan berani dan penuh resiko, namun saya memantapkan diri.

Hasilnya? Sungguh luar biasa. Tubuh dan pikiran ini terasa "bangun" kembali, seperti peralatan elektronik setelah baterainya terisi penuh. Tidak perlu saya sebutkan kemana saya pergi (maaf ya serba misterius hehe), intinya pengalaman tersebut membuat saya berpikir bahwa "menjalani hidup tidaklah sesempit yang saya pikirkan".

Jika kita tidak mampu untuk bepergian karena keterbatasan ini itu, yang perlu kita lakukan hanya "merubah mindset". Pikiran kita harus diisi dengan pikiran positif bahwa kebahagiaan menjalani hidup adalah sebuah pilihan. Kitalah yang memilih untuk bahagia, bahkan dalam segala keterbatasan yang kita miliki. Dalam sebuah rutinitas paling membosankan sekali pun, jika kita memilih untuk menjalaninya dengan pikiran positif, maka hasilnya akan terasa menyenangkan.

"Life always begins with one step outside of your comfort zone" -- Shannon L. Alder

"To succeed, you must take a risk and venture out of your comfort zone in order to fly" -- Debasish Mridha

Artikel ini ditulis saat semua pencari uang di kota-kota besar tengah berjuang pulang ke rumah masing-masing, dengan segudang kisah yang mereka bawa, entah itu senang, sedih, takut, dan lain sebagainya. Saya menulis diiringi hujan yang turun membasahi kota, sembari menikmati iringan lagu favorit dan juga menikmati sisa hari Senin.

Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan kita alami jika kita tidak pernah berniat untuk mencobanya, bukan? Jika tidak sekarang, kapan lagi?

Nikmatilah hidup ini :-)

-Bayu-



Note: Lagu yang cocok untuk menggambarkan nuansa refreshing adalah "Songs of Seasons" milik Float. Lagu ini digunakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI dalam kampanye pariwisata lewat iklan TV bertajuk "Wonderful Indonesia". Musisi lokal juga tidak kalah bagus dengan musisi internasional.

Timeless season calling
Rain of reasons falling

Image source: itunes.apple.com
READ MORE - Keluar dari Belenggu Rutinitas

Notifikasi Aplikasi Terus-Menerus: Kebutuhan atau Gangguan?

Image source: en.wikipedia.org














Ada yang tahu istilah push notification? Rata-rata pengguna smartphone saat ini pasti punya beberapa aplikasi di ponselnya yang selalu mengirimkan pemberitahuan dari server langsung ke smartphone saat ada sesuatu yang baru (update informasi). Akan ada icon aplikasi yang muncul di bagian layar atas, berbaris berderet kalau banyak, mulai dari Facebook, Path, WhatsApp, Line, BBM, dll. Itulah hasil dari push notification. Detailnya pun bisa dilihat kalau di-scroll ke bawah. Atau untuk smartphone tertentu, notification-nya muncul di samping icon si aplikasi.

Banyaknya push notification yang muncul tergantung dari jumlah aplikasi yang tersimpan di smartphone, semakin banyak ya semakin "ramai" mereka bergentayangan di layar, semakin "bising" juga bunyinya, dan baterainya pun semakin boros karena dipaksa terus-terusan mengambil update informasi terbaru dari server.

The question is: apakah kemunculan push notification itu sebagai sebuah kebutuhan atau justru sebuah gangguan?

1. Sebagai sebuah kebutuhan.
Oke, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap detik akan selalu ada berita terbaru, dari manapun sumbernya. Untuk pengguna informasi tersebut, pastinya membutuhkan hal ini, tingkat urgensinya disesuaikan kebutuhan. Contoh lainnya adalah email. Dalam dunia kerja, email sangat penting untuk berkomunikasi secara profesional, sehingga kita membutuhkan push notification secara real time. Contoh lainnya adalah instant messaging, yang tentu sangat berguna untuk berkomunikasi secara real time. Untuk itu dibutuhkan info pesan masuk dan keluar secara cepat dan tepat.

2. Sebagai sebuah gangguan.
Media sosial menjadi bahasan utama untuk poin ini. Update status di media sosial yang semakin menjamur bisa menjadi bencana tersendiri saat kita memiliki banyak aplikasi terkait itu. Semakin banyak teman "dunia maya" kita, semakin banyak pula informasi update kegiatan mereka membanjiri smartphone kita. Contoh lainnya adalah instant messaging. Apabila kita tergabung dalam satu grup yang memiliki banyak anggota dan banyak perbincangan terjadi, maka smartphone kita akan menarik informasi tersebut terus-menerus. Bisa dibayangkan bagaimana jika kita banyak tergabung dalam grup diskusi. 


Tenang saja, itu semua merupakan pilihan kok. Kalau kita menganggapnya "kebutuhan", maka push notification akan selalu dijaga tetap menyala. Kita tidak ingin mengabaikan informasi terbaru yang ada, karena diri kita membutuhkannya, terkait tuntutan pekerjaan atau alasan lain. Lain halnya jika kita menganggapnya sebagai "gangguan", smartphone kita telah menyediakan pengaturan untuk menonaktifkannya, atau bahkan menghapus aplikasinya langsung jika kita pikir sudah melampaui batas. As simple as that. Tentu saja semua ada resikonya, dan lagi-lagi kitalah yang berhak menentukan mana resiko yang ingin diambil.

Terkait dengan dua pilihan itu, jangan heran jika informasi yang kita sebarkan tidak segera dilihat oleh orang lain. Jika kita meng-upload sesuatu di media sosial dan berharap lebih pada orang lain agar segera me-"like/love" hal tersebut, berarti kita harus lebih bijak bersikap. Bisa saja orang lain sedang sibuk, sedang mematikan layanan internetnya, sedang kehabisan baterai, sedang berada di tengah jalan atau tengah keramaian, atau apalah. Atau jangan-jangan... bisa saja karena kebiasaan kita yang terlalu berlebihan dalam menyebar informasi di media sosial yang menyebabkan orang lain tidak lagi menaruh "hormat"?

Hm...

Push notification bisa membawa manfaat, bisa juga mengakibatkan masalah. Sadarilah, kita hidup dalam dunia yang serba banjir informasi saat ini, dan tidak semuanya dapat kita ikuti dengan cepat. Masalah lain terkait hal ini adalah fitur di instant messaging yang menyatakan bahwa penerima pesan telah menerima pesan kita, atau bahkan sudah membacanya atau belum. Jika tidak bisa menyikapi dengan bijak, maka emosi akan tersulut. 

Satu kasus yang membuat saya tergerak untuk menulis postingan ini adalah saat saya sedang berada di sebuah restoran fast food, dan mendapati dua cewek (sepertinya masih berstatus pelajar SMA) yang sedang mengobrol seru. Bukan bermaksud menguping, tapi kebetulan ada dialog yang tertangkap telinga, yaitu: "Ih, kenapa ya foto gua di Path ga banyak di-love? Perasaan gua udah nge-tag banyak orang deh. Kok tumben ya ga banyak diliat?" Temannya bukannya menenangkan malah ikut menggunjing tentang teman-teman mereka sendiri. Sampai disitu saya mengalihkan fokus dan memilih berbincang dengan teman sendiri, entah teman saya ikut mendengarnya juga atau tidak.

Ya Tuhan, apakah dunia serasa kiamat jika foto yang kita upload di media sosial tidak banyak direspon? Apakah simbol like, love atau apapun itu sedemikian berartinya sampai menjadi tolak ukur kebahagiaan? Apakah itu sesuatu yang wajar di era seperti ini, atau apakah saya yang tidak bisa mengikuti perilaku pengguna media sosial yang haus akan update, update dan update sampai semua update teman harus diikuti secara real time? Haha.

What we find changes who we become.” -- Peter Morville

What a culture we live in, we are swimming in an ocean of information, and drowning in ignorance.” 
-- Richard Paul Evans


Ah sudahlah. Intinya, setiap orang punya pilihan masing-masing dalam menyikapi sebuah push notification di smartphone-nya. Kita tidak bisa memaksa semua orang untuk mengaktifkan layanan internet setiap detik, dan memaksa mereka melihat update status kita detik itu juga, sekaligus memberi respon yang sesuai (love, like, atau apapun itu).

Iya kan?

-Bayu-




Note: Nuansa psychedelic rock disajikan The Black Keys lewat lagu "Fever". Lagu ini menjadi backsound saat menulis.


Image source: en.wikipedia.org
READ MORE - Notifikasi Aplikasi Terus-Menerus: Kebutuhan atau Gangguan?

Senyum Tulus Mengubah Segalanya


Image source: gambarzoom.com


Senyum bisa mengubah segalanya.

Berdirilah di depan cermin dan tatap wajah kalian sendiri. Berikan senyum tulus dari dalam hati, dan rasakan dampaknya untuk tubuh. Senyum itu akan menstimulasi pikiran untuk berpikir positif dan tetap bersemangat. Motivasilah diri sendiri dengan tersenyum. Kalau kita sendiri tidak bisa tersenyum tulus kepada diri sendiri, bagaimana senyum yang kita berikan pada orang lain?

Coba lihat pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan senyum. Teller, pramugari, penjaga kasir supermarket/minimarket, sales marketing, dan masih banyak lagi. Semua pekerjaan yang berhubungan dengan pelayanan publik membutuhkan senyum. Bukan berarti yang tidak melayani publik tidak membutuhkan senyum. Bedanya, yang melayani publik WAJIB senyum. Mereka dituntut untuk memberi pelayanan terbaik kepada pelanggan. Senyum tulus mereka termasuk bagian dari pekerjaan.

Benarkah mereka semua seperti itu?

Saya pernah menemukan seorang petugas kasir (wanita) salah satu minimarket (tidak usah disebutkan) yang melayani pelanggan dengan raut kesal. Saat mengantre, saya melihat sumber kekesalan dia adalah banyaknya pelanggan yang membayar dengan uang bernominal besar (Rp 50.000 atau Rp 100.000) hanya untuk membeli barang yang nilainya kecil. Hanya ada dua kemungkinan: pelanggan tersebut tidak memiliki uang pecahan lebih kecil atau memang mereka sengaja ingin memecahnya menjadi nominal kecil. Saat si petugas kasir menanyakan apakah si pelanggan memiliki uang yang lebih kecil saja dan dijawab dengan gelengan kepala, lantas raut wajah si petugas kasir kembali merengut. Saya mencatat setidaknya ada tiga orang di depan saya yang membuat dia kesal. Petugas itu pun memberi kembalian dengan kesal, diselingi senyum terpaksa.

Saya yang dilayani setelah itu menjadi tidak bersemangat lagi saat melihat raut wajahnya sudah "ogah-ogahan" melayani. Untunglah uang saya cukup pas untuk membayar, hanya butuh kembalian sedikit saja. Lucunya lagi, saat memberi kembalian pada saya, dia tersenyum seadanya. Entah apa salah saya sehingga tidak diperlakukan seperti layaknya pelanggan.

Ah sudahlah.

Kejadian lain membuka mata saya bahwa senyum tetap menjadi primadona dalam melayani pelanggan. Di minimarket satunya lagi (masih satu franchise dengan sebelumnya), saya mendapati seorang petugas kasir (wanita lagi) dengan ramahnya melayani setiap pelanggan yang datang. Suaranya yang riang dan senyumnya yang ceria sangat kontras dengan pengalaman saya sebelumnya. Hebatnya, dia tidak pernah menanyakan kepada pelanggan apakah memiliki pecahan uang yang lebih kecil. Semua uang yang diulurkan pelanggan diterimanya dengan senang hati, dan dengan cekatan mencarikan kembaliannya, sebanyak apapun itu. Entah sudah berapa lama dia mempelajari teknik mencari uang kembalian, yang pasti gerakannya gesit sekali. Saat uang di brankasnya kurang, dengan cekatan dia meminta petugas lain untuk mengambil stok dan meminta maaf kepada pelanggan atas ketidaknyamanan tersebut.

Wow. Dia memperlakukan pelanggan layaknya raja, dan senyum tulus selalu terkembang di wajahnya. Setiap pelanggan yang dilayaninya rata-rata memberikan senyum balik pada si petugas. 

Itulah sekelumit contoh kasus tersenyum tulus dan tidak tulus. Sesulit itukah kita memberikan senyum tulus pada orang lain? Senyum itu ibadah lho. Dengan tersenyum tulus, orang lain akan lebih bersimpati kepada kita. Kalimat ini juga saya tujukan kepada diri pribadi, yang kerap lupa tersenyum untuk menyemangati diri sendiri saat tertimpa masalah hehe :p.

You'll find that life is still worthwhile, if you just smile.” - Charlie Chaplin

Sometimes your joy is the source of your smile, but sometimes your smile can be the source of your joy.” - Thich Nhat Hanh

Mari mencoba tersenyum dengan tulus kepada diri sendiri, kepada orang lain, dan rasakan manfaatnya.  :-)

-Bayu-




Note: Single indah milik Zedd feat. Jon Bellion yang berjudul "Beautiful Now" menemani penulisan postingan ini.


Image source: 9xtunes.com
READ MORE - Senyum Tulus Mengubah Segalanya

Ragu-ragu Menentukan Pilihan


Image source: empresstouch.com


Pilihan A.
Pilihan B.
Mana yang harus dipilih?

Hampir dalam semua hal yang kita lakukan setiap harinya, selalu ada yang namanya proses "menentukan pilihan". Ketika kita bangun dari tidur, kita harus memilih apakah ingin mencuci muka terlebih dahulu, minum segelas air, atau justru kembali tidur. Begitu pula saat sarapan pagi, apakah menu yang kita pilih, atau justru kita memlilih untuk tidak sarapan sama sekali. Begitu seterusnya sampai malam tiba, saat kita harus tidur setelah lelah seharian beraktivitas: apakah kita ingin bermain dengan smartphone dulu sebelum tidur, menonton tv, membaca, atau justru begadang?

Tanpa kita sadari, bahkan dalam hal sesepele "menentukan acara TV yang akan ditonton", itu semua merupakan proses menentukan pilihan. Seringkali otak kita akan menyuruh tubuh untuk bergerak sesuai dengan pola aktivitas yang sering kita jalankan. Proses menentukan pilihan terasa mudah tatkala kita sering menjalaninya dan mengetahui betul resiko di balik pilihan yang diambil.

Pertanyaan kali ini adalah: bagaimana dengan pilihan rumit yang membuat kita bingung memutuskannya?

Nah, dalam kondisi seperti itu, biasanya kita akan dihinggapi dengan keraguan. Otak kita berusaha sebisa mungkin menganalisis semua resiko yang kemungkinan terjadi berdasarkan pengalaman. Jika kita tidak memiliki pengalaman akan pilihan tersebut, ini yang lebih sulit. Kita akan dihinggapi kecemasan karena tidak mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan. Apakah kalian pernah mengalami hal seperti ini?

Saya pernah mengalaminya. Saat itu, saya dihadapi oleh dua pilihan terkait pekerjaan, apakah harus berkoordinasi dengan si A (pilihan pertama), atau mengerjakannya sendiri (pilihan kedua). Keraguan yang timbul justru membuat pikiran tidak fokus, dan akibatnya banyak waktu terbuang hanya karena sulit menentukan pilihan terbaik. Pekerjaan lain pun sempat terbengkalai. Setelah berhasil menuntaskan keraguan dan memantapkan pilihan pertama, ternyata hasilnya di luar dugaan: masalah terselesaikan dan komunikasi berjalan lancar. Keraguan yang tadinya timbul lenyap seketika. 

Hanya dibutuhkan pikiran jernih dan keberanian untuk bertindak menentukan pilihan. Telaah dulu manfaat dan resiko yang akan ditemui dari semua pilihan yang timbul, jika perlu tuliskan agar lebih mudah dibaca. Ingat, mantapkan hati dalam menentukan pilihan yang akhirnya diambil.

Tidak hanya dalam pekerjaan, namun "memikirkan dengan pikiran jernih" dan "berani bertindak" harus diterapkan untuk semua pilihan yang hadir dalam kehidupan kita. Jika ragu-ragu, tahan dulu saja (atau dalam beberapa kasus, tinggalkan saja), daripada menjalaninya dengan penuh keraguan, justru akan menimbulkan masalah lain lagi. Pikiran yang terus-menerus digempur dengan sejuta pertanyaan keraguan justru membuat kita tidak fokus dan malah membuang banyak waktu produktif. Jika kita masih dihadapi keraguan, jangan lupa menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Mintalah petunjuk kepada-Nya agar hati kita tidak ragu lagi.

Keragu-raguan jugalah yang membuat saya lama memposting artikel ini ke blog, karena satu dan lain hal. Akhirnya saya memantapkan diri, dan inilah pilihan yang diambil: memposting artikel mengenai "ragu-ragu megambil keputusan". Semoga artikel ini membantu kalian semua yang masih terlibat keraguan dalam menentukan pilihan terbaik.

"Doubt kills more dreams than failure ever will"
"Let confidence wash away doubts"

So, jangan pernah melangkah dalam keraguan.

-Bayu-





Note: Vokal Chris Martin, sang vokalis Coldplay, dalam lagu alternative rock yang indah berjudul "Yellow" mengiringi penulisan kali ini.

"It was all yellow"


Image source: en.wikipedia,org
READ MORE - Ragu-ragu Menentukan Pilihan

Fast Forward


Image source: entrepreneurscorner.net


Mempercepat waktu terdengar menyenangkan.

Sadar atau tidak kita sadari, detik berganti menjadi menit, menjadi jam, menjadi hari, minggu, dan seterusnya. Dunia seolah bergerak mengikuti irama manusia yang tak tentu, atau justru kita yang bergerak mengikuti irama kehidupan yang kerap menyimpan banyak misteri? Entahlah. Satu hal yang pasti: waktu terus bergerak, semakin bergerak cepat menuju masa depan.

Bicara masa depan adalah sesuatu yang di luar normal, dalam artian manusia normal tidak mengetahui persis bagaimana tepatnya situasi masa depan. Kita hanya mampu memprediksi, tapi yang tahu persisnya hanya Tuhan. Masa depan tetap menjadi sebuah misteri yang sangat menarik untuk dibahas, sama misteriusnya seperti kedalaman laut yang belum sempat tereksplor. Bedanya, kedalaman laut masih bisa dieksplor, tapi masa depan tidak bisa dijelajahi.

Menjelajahi masa depan sama saja mempercepat waktu.

Fast forward
Future.
Full of risk.

Terkadang saya menginginkan ada di suatu masa di masa mendatang (atau katakanlah beberapa hari atau minggu dari sekarang), demi menghindari kejadian yang tidak diinginkan. Misal, demi menghindari kejadian buruk di hari esok, saya menginginkan langsung melompat ke lusa yang notabene memiliki jadwal kegiatan menarik. Pernahkah kalian berpikir seperti itu juga? 

Manusia hanya bisa berangan-angan, dan kenyataan tidaklah semenarik itu. Tidak ada yang namanya remote control kehidupan seperti yang ada di film Click. Tidak ada tombol fast forward untuk mempercepat waktu. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi semua hal yang akan terjadi.

Ya. Itu kuncinya. Hadapi setiap detik yang akan terjadi di masa depan, suka atau tidak suka. Momen itulah yang akan menentukan arah kita ke depannya. Siapa tahu detik berikutnya malah akan mengubah nasib kita menjadi lebih baik. 

"The future depends on what you do today" -- Mahatma Gandhi

"You can't stop the future, you can't rewind the past. The only way to learn the secret... is to press play" -- Jay Asher

Detik. Menit. Jam. Hari. Minggu. Bulan. Tahun. Suka atau tidak suka, semua harus dilewati. Hidup ini cuma sekali, kenapa tidak kita manfaatkan setiap waktu yang dilewati dengan penuh rasa syukur?

-Bayu-



Note: Musik electropop canggih milik M83 yang berjudul "Midnight City" mengalun indah sembari postingan ini ditulis.


Image source: amazon.com
READ MORE - Fast Forward

Dua Telinga Untuk Mendengar




Image source: wallconvert.com


Dua telinga. Satu mulut.
Dua alat pendengaran. Satu alat untuk berbicara.
Dua sisi pendengaran. Satu sisi saja untuk mengeluarkan kata.

"Tuhan menganugerahkan dua telinga dan satu mulut kepada kita karena Tuhan menginginkan kita untuk lebih banyak mendengar ketimbang berbicara." Bisa jadi kalimat penuh makna itu sering kita dengar, atau kita baca. Jikalau demikian, apakah maknanya telah diresapi dengan mendalam? 

Dunia ini dipenuhi dengan bermacam suara, beragam jenisnya, dan tidak semuanya mampu ditangkap oleh pendengaran manusia. Beberapa kategori suara hanya mampu ditangkap oleh beberapa hewan. Lagi-lagi itulah keajaiban Tuhan menciptakan makhkuk-Nya. Dalam kondisi normal, banyaknya jenis suara tersebut tidak lantas membuat kita kacau, karena otak kita mampu mengolah kesemuanya dengan baik. 

Sadarilah, mulai dari bangun tidur hingga akan tidur kembali, banyak sekali sumber suara yang bertebaran. Bagi telinga kita, suara-suara tersebut terdengar memiliki arti masing-masing saat diolah di otak. Suara air mengalir, burung berkicau, mesin kendaraan, musik, berita di televisi, dan sebagainya.

Kegiatan mendengarkan juga memiliki etika tersendiri. Pendengar yang baik adalah pendengar yang konsisten menyimak sebuah suara, meresapi maknanya, dan menggunakan apa yang didengar tersebut dengan bijaksana. Dalam konteks percakapan, pendengar yang baik adalah mereka yang menyimak dengan antusias lawan bicara dan tidak menyela pembicaraan secara berlebihan. Mereka juga menanggapi di saat yang tepat, juga dengan kata-kata yang tepat.

Apakah hal tersebut mudah dilakukan? Tidak juga. Kalau mudah dilakukan, berarti semua orang bisa mempraktekkannya langsung. Tidak begitu. Banyak kasus yang terjadi dalam sebuah hubungan (entah itu pertemanan, asmara, kekeluargaan, pekerjaan dan sebagainya) justru diakibatkan oleh kurangnya satu pihak "mendengarkan dengan seksama" apa yang disampaikan pihak lain, atau apa yang diinginkan pihak lain.

Kurangnya aktivitas mendengarkan dengan baik juga berakibat pada minimnya informasi yang didapat, sehingga kita cenderung mempercayai apa yang pertama kali kita dengar, meskipun sebenarnya tidaklah demikian. Selalu ada sisi lain dalam sebuah hal. Itulah gunanya kita mencari second opinion dalam menyaring suatu informasi. Belum tentu yang kita dengar sesuai dengan kenyataan. Mendengar adalah aktivitas sehari-hari yang terlihat biasa-biasa saja, padahal membutuhkan penanganan khusus agar tidak salah langkah dalam bertindak. 

Apakah kita lebih tertarik mendengarkan sesuatu yang tidak pantas untuk didengarkan?
Apakah lisan kita justru superior, banyak mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan menyakitkan orang lain?
Apakah kita lebih bangga menjadi orang yang lebih banyak mengumbar kata ketimbang cermat mendengarkan?
Apakah kita mau mendengarkan apa yang orang lain katakan?

Ah, kok jadi terlalu banyak pertanyaan. Maaf, tidak bermaksud menghakimi kalian, toh diri pribadi juga masih banyak kekurangan. Tulisan ini semata dibuat untuk bahan perenungan saja (alhamdulillah kalau ada yang menjadikannya seperti itu). Terkadang kita tidak sadar bahwa lisan ini bisa sangat tajam dan menyakitkan. Terkadang kita tidak sadar pula bahwa telinga ini sangat berguna untuk banyak mendengarkan hal-hal yang sudah sepantasnya didengarkan.

"The best way to understand people is to listen to them." -- Ralph G. Nichols

"When people talk, listen completely. Most people never listen." -- Ernest Hemingway

Jadi, apakah selama ini kita telah memanfaatkan alat pendengaran sebagaimana mestinya?

-Bayu-




Note: Beat hip hop yang simple namun catchy milik rapper Drake yang berjudul "0 to 100/The Catch Up" mengiringi penulisan ini. Konsep dua lagu dalam satu record. Keren.


Image source: genius.com
READ MORE - Dua Telinga Untuk Mendengar

Niat Baik Dalam Tindakan Sederhana



Image source: protradingnow.com


Melakukan sesuatu demi kebaikan bersama itu terkadang sulit.

Jadi begini. Bayangkan diri kalian berada di supermarket dan melihat salah satu produk terjatuh dari rak, padahal bukan kalian yang menjatuhkannya. Lantas, apa yang akan kalian lakukan? Pilihannya cuma dua:
a. Berusaha menghindarinya dan berpikir, "biarlah staf/orang lain yang akan membereskan."
b. Memungut benda tersebut dan meletakkannya di rak yang sesuai.

Itu hanya contoh sederhana. Apakah kalian rela melakukan sesuatu yang sederhana demi kepentingan bersama? Tindakan mengembalikan barang yang terjatuh ke rak agar terlihat rapi dan agar orang lain mudah mengambilnya adalah tindakan sederhana namun bermakna besar. Apabila kita meletakkannya ke keranjang belanja sendiri... itu sih lain cerita hehe. Intinya adalah konsep "melakukan sesuatu demi kepentingan bersama."

Masih banyak contoh lainnya. Misal, menyingkirkan benda yang membahayakan di tengah jalan, mengembalikan buku ke rak yang sesuai di perpustakaan/toko buku, merapikan kembali pakaian sholat yang disediakan di mushola/mesjid, menutup keran air yang dibiarkan mengucur oleh orang lain, dan semacamnya. Kalau hal-hal tersebut dilakukan, dengan sendirinya kita telah melakukan sesuatu untuk kepentingan bersama. Klise ya? Memang begitu kok. Sebuah wejangan klise justru sering disepelekan hingga menjadi sebuah pola pikir yang salah. Pasti sebagian dari kita akan berpikir, "Ngapain sih dipeduliin? Ntar juga diberesin sama orang lain. Gitu aja kok repot."

Kenapa memiliki pemikiran seperti itu? Karena pola pikir yang dibentuk dari lingkungan. Jika kita melihat orang lain melakukan sebuah tindakan tertentu, kita cenderung mengikuti, dan ini lama-kelamaan terbentuk menjadi kebiasaan. Hal ini akan sering kita lihat pada seorang anak kecil yang kerap mengkuti pola pengasuhan orangtuanya. Pola pikir juga bisa terbentuk dari asupan informasi yang kita peroleh, dari sumber manapun.


Baca juga: Kita dan Cara Kita Dibesarkan

Jadi, kenapa kita mesti tidak peduli dengan hal-hal kecil untuk kepentingan bersama? Kenapa sebuah tindakan sederhana tampak berat? Apakah tidak ada setitik niat baik dalam diri kita untuk melakukan itu semua? 


Ah sudahlah. Tulisan ini dibuat untuk sekedar mengingatkan, bahwa sebenarnya ada "jiwa malaikat kecil" dalam diri kita yang dapat membuat dunia lebih baik. Tindakan kecil memicu sebuah tindakan besar. Tindakan kecil yang dilandasi niat baik? Pastinya akan menjadi sebuah kebaikan. Jangan biarkan jiwa malaikat kecil itu terpendam akibat carut-marutnya dunia urban saat ini. Masih ada kebaikan di dunia ini, percayalah, dan kita dapat menjadi penyumbang kebaikan tersebut.

Lagipula, melakukan sebuah kebaikan akan membuat hati ini terasa lega. Tidak percaya? Coba saja sendiri dan rasakan keajaibannya.  :-)

"Do everything with good intentions."

-Bayu-




Note: Huruf Z untuk Zara Larsson. Single-nya yang berjudul "Lush Life" menemani penulisan ini.


Image source: iplusbuzz.com
READ MORE - Niat Baik Dalam Tindakan Sederhana
 

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.